verloren 2

28 10 2
                                    

"Napas lun, jangan ditahan gitu ngga baik." Ucapnya sambil mengelus rambut Luna.

Luntur sudah pertahanan gadis tersebut ia menangis dipelukan pria tersebut. "Dio... Kamu jahat! Kamu ngga ada kabar. Aku kira kamu udah ngelupain janji kamu ke aku." Luna terisak di pelukan pria itu.

Beruntung saat ini jam pelajaran jadi mereka leluasa menumpahkan seluruhnya.

"Udah jangan nangis. Lo jelek kalo lagi nangis." Ucap Dio sambil menangkup wajah Luna. " Itu kertas apa lun?" Lanjutnya.

"Oh itu tadi disuruh sama Mrs Milla nganterin ke kelas kamu. Katanya kasih ke ketua kelas." Pria itu hanya mengangguk paham. "Yaudah sini gua anterin. Lo balik ke kelas, entar jam istirahat gua tunggu di kantin sama anak-anak."

"Iya. Aku balik kelas dulu." Lalu gadis itu beranjak pergi menuju kelasnya dengan hati berbunga-bunga. Pasalnya kekasih hatinya telah menepati janjinya untuk kembali pulang dari Aussie. walaupun pria itu tidak pernah memberi kabar sedikitpun.

***

Flashback on

Gadis dengan rambut dikuncir itu sedang menunggu jemputan didalam rumahnya. Ia hanya memakai Hoodie kebesaran dan jeans panjang. "Dio mana ya? Kok lama banget?"

Tak lama setelah itu, sebuah mobil Pajero berhenti di depan rumah gadis itu.
'Tiit tiit'

Hah pasti itu Dio batinnya. Saat menuju pintu ternyata pria itu juga sudah sampai di depan pintu dan mengetuknya. Langsung saja gadis tersebut membukanya. "Masuk dulu Dio... Mama ada di dalem."

Pria itu juga mengenakan pakaian yang sama dengan Luna, tapi tidak dengan Hoodie, dia memakai kaos dibalut kemeja.

Mereka berdua memasuki ruangan tersebut.lalu muncul wanita paruh baya-mamanya luna. "Eh nak Dio, tumben kesini mau ngapain?" Dio mendekat dan menyalami Arini.

"Aku mau bawa Luna main sebentar Tante. Boleh kan?"

"Yaudah Tante izinin. Tapi pulangnya jangan kemaleman. Kasian entar Luna masuk angin terus sakit. Soalnya dia ngga bisa kena angin malam."

Pria itu mengangguk dan kembali menyalami Arini setelah mendapat izin. Mereka berdua keluar dan masuk ke dalam mobil.

"Kita mau kemana Dio? Aku ngga salah kostum kan?" Pria itu hanya tersenyum mendengar pertanyaan polos dari gadisnya. "Ngga kok, Lo udah cantik begitu. Kita ke pantai sekalian kencan." Ujarnya sambil memperhatikan Luna.

Gadis itu tersenyum malu. "Ih Dio ngeliatnya jangan gitu banget kenapa? Tuh liatin jalan aja entar kenapa-napa gimana?" Ucapnya sambil mengalihkan pandangan ke luar jendela.

Dio dilema harus mengatakannya atau tidak. Jika ia memberitahu takutnya gadis itu akan menangisinya. Dan jika tidak pasti gadis itu akan marah.

Tak terasa sudah setengah jam lebih diperjalanan karena mereka selalu berbicara. Tidak, bukan mereka tapi hanya Luna lah yang mendominasi pembicaraan mulai dari yang berfaedah dan unfaedah.  Mereka pun sampai di pantai.

Mereka berdua menikmati pantai saat ini karena cuacanya yang tidak panas dan tidak pula mendung. Mereka berdua bermain seperti anak kecil membuat istana pasir, menuliskan nama di pasir serta mencari kerang di bibir pantai itu, tak ayal perlakuan mereka membuat para pengunjung lain menatap mereka iri.

Matahari mulai tenggelam meninggalkan bercak oranye di atas permukaan air laut. Luna dan Dio pun merasakan lapar kemudian memilih mencari tempat makan di dekat pantai tersebut sambil menikmati sunset.

"Lun Lo mau makan yang biasa?" Ucap pria itu mendahului ketika waiters datang.

"Iya terserah kamu aja."

Pria tersebut memilih makanan yang ada di buku menu dan waiters pun menuliskannya ketika ia menyebutkan makanan yang dipilihnya.

"Tunggu sebentar ya mas, mba." Ucap waiters tersebut sambil meninggalkan mereka berdua.

"Ekhem. Luna ada yang mau gua bilangin." Pria itu menarik napasnya perlahan.

Luna mendongakkan kepalanya seraya bersikap tenang. Tetapi tidak dengan hatinya yang merasa akan ada hal aneh. "Iya apa? Kamu mau bilang apa Dio?" Ucapnya sambil memasang senyum.

"Besok gua ba..."

"Permisi, ini pesanannya. Silahkan dinikmati." Ucapan Dio terpotong karena waiters datang membawa pesanan. Mereka berdua mengucapkan terimakasih dan mengangguk tersenyum.

"Makan dulu lun. Nanti aja gua bilangin."

"Iya udah. Aku juga lagi laper nih. Hehehe."

Luna terus fokus dengan makanannya tetapi tidak dengan pria itu. Dia terus memikirkan kemungkinan yang akan terjadi bila ia mengatakannya. Saat mereka menyelesaikan makanannya, Dio meminta bill dan membayarnya.

Jam menunjukkan pukul 19.56 mereka berdua memutuskan untuk pulang. Dio tidak ingin gadisnya sakit karena udara di malam hari, untung saja dia membawa mobil.

"Emm.. Dio tadi kamu mau bilang apa?" Ucap Luna membuyarkan lamunan pria yang sedang menyetir itu.

Dio berhenti dan menepikan mobilnya. "Gua besok mau pergi. Ngikut bokap ke Aussie nemenin dia ngelola perusahaan yang ada disana." Ucap pria itu menatap dalam mata Luna.

Gadis itu terdiam, tak tau harus merespon seperti apa. Cukup lama mereka bertatapan hingga setetes bening mengalir dari sudut mata Luna. "Berapa lama Dio?"

Pria itu menghapus bulir yang sempat jatuh tadi. "Kurang lebih satu tahun. Kalo cepet selesai mungkin ga bakalan lama dari itu. Gua ngga bisa nolak, karena gua sendiri cowok dan adek gua cewek. Jadi gua yang bertanggung jawab sebagai penerus bokap."

Luna hanya diam, menatap manik mata mencari kebohongan tapi ia tak menemukannya hanya saja sebuah pandangan takut akan kehilangan.

"Lun? Janji sama gua. Jangan ngelirik orang lain selama gua ngga ada. Dan gua bakalan janji akan pulang ke elo secepat yang gua bisa. Gua janji bakalan ngasih kabar." Ujar pria tersebut sambil mengelus pipi gadisnya.

Luna terisak. Ia tidak ingin egois dengan melarang Dio pergi. Tapi ia tak ingin pula kekasihnya itu pergi. "Janji?" Gadis tersebut menunjukkan jari kelingkingnya. Dan Dio mengaitkan dengan kelingkingnya. "Iya gua janji."

***

Vote comment and share :)

VerlorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang