Penulis.. Banyak memang para penulis di kampung Tangerangku. Penulis fiksi, horor, fantasi, non fiksi, drama, dan lain-lain. Dari sekian banyak para penulis itu, ada yang rajin menghasilkan karya, ada yang sedikit, ada rutin menghasilkan sebuah buku dalam hitungan bulanan atau tahunan, ada yang kepentok tembok penghalang alias karyanya buntung tak pernah selesai, dan ada yang membuat karya untuk konsumsi dirinya sendiri tidak dikirim ke suatu media.
Di antara penulis-penulis yang berserakan di berbagai daerah dalam satu wilayah tangerang ada yang berinisiatif membuat suatu perkumpulan. Entah ada berapa perkumpulan yang mereka buat. Masing-masing perkumpulan itu memiliki tujuan yang hampir sama meskipun ada perbedaan sedikit menyangkut kepentingan masing-masing perkumpulan itu. Juga dari tiap perkumpulan itu ada yang bertahan lama dan mempunyai beragam aktivitas dan ada yang tinggal namanya saja alias bubar.
Didirikan juga di sana sebuah wadah untuk seluruh para penulis di daerah itu, menyamakan tujuan untuk mengembangkan potensi menulis, menyalurkan tulisan yang berkualitas dan enak dikonsumsi para pembaca, dan berbagai tujuan lainnya dalam koridor kepenulisan. Namun, meskipun ada wadah itu belum semua penulis bergabung, mungkin dikarenakan belum tahu, atau merasa belum waktunya bergabung, atau memang tidak mau karena egonya yang tinggi.
Itu semua tak masalah bagiku. Mau berkelompok atau tidak berkelompok, itu adalah hak masing-masing penulis menciptakan kampung penulisnya. Apakah mereka membuat kampung penulis dengan memperbanyak bahan bacaan di rak bukunya atau berkerumun dengan sesama penulis lainnya itulah kampung penulis mereka.
Tentu aku punya sendiri kampung penulisku. Kampung itu tidak terpaku di suatu daerah. Ia berupa perkumpulan pastinya, tidak benar-benar terikat pada suatu tempat karena ia tidak dibatasi suatu ruang, tidak dikaitkan dengan waktu karena ia menembus dimensi waktu.
Kampungku bersifat global, mendunia. Ketika aku terjun pertama lama kalinya ke dunia tulis-menulis maka gerbang kampung penulis sudah kumasuki, begitu pula jika bertemu seorang penulis atau perkumpulan maka aku menjadi bagian dari penghuni kampung penulis. Ketika aku membaca sebuah buku fiksi atau non fiksi yang telah ditulis bertahun-tahun yang lalu, seolah-olah aku menjelajahi kampung penulis pada masa tersebut. Aku dapat melihat bagaimana keadaan kampung saat itu. ketika membaca roman sastra angkatan balai pustaka, seolah aku berada di kampung para penulis roman pada masa itu, melihat bagaimana mereka menulis di tengah kesempitan yang melanda.
Inilah kampung penulis. Kampung yang hanya dapat dirasakan hati para penulis,dengan hati itu mereka bisa saling berhubungan berbagi empati, ide dan pikiran. Di tempat ini mereka mencita-citakan sebuah tujuan yang mulia, bekerja bersama meraihnya, saling menyemangati satu sama lain walaupun berbeda tempat dan waktu.
Dan ini semua terjadi hanya karena sebuah tulisan.