03 - Anak Bulan

1.9K 196 135
                                    

...

Suasana di taman malam itu sungguh sunyi. Temaram lampu yang seadanya menjadi satu-satunya penerangan di tempat yang ramai akan manusia saat matahari masih menunjukkan sinarnya.

Tak ada seorang pun kecuali sesosok laki-laki yang duduk sendiri di bangku kayu dekat tiang lampu utama. Sibuk dengan pikirannya sendiri. Otaknya kini dipenuhi berbagai macam bentuk perasaan bersalah yang menghantui. Terlampau rumit dengan diiringi ego yang sedari tadi menguasai dirinya.

Sementara bibirnya terus mengeluarkan umpatan-umpatan kasar entah untuk siapa.

"ck.. dasar bodoh,"

Hening menyapa indra pendengarannya. Tak ada apapun hingga hembusan angin yang cukup dingin menyibak anak rambutnya dan menyentuh permukaan kulitnya yang pucat. Tubuh Jimin bergidik perlahan.

"Park Jimin bodoh,", umpatannya terdengar untuk kesekian kalinya.

Ia menyerah.

Jimin menyerah untuk egois dengan mengikuti otak dangkalnya. Berkelahi dengan shabatnya? Yang benar saja.

Taehyung adalah sahabat sejatinya. Alasan utama baginya untuk bisa berdiri di panggung megah bersama Bangtan. Merasakan segala bentuk cinta dari banyak orang. Namun apa? Ia bahkan membentak lelaki itu.

Seharusnya Jimin sadar lebih awal. Mengikuti kata hatinya untuk sekedar menerima maaf. Seperti biasanya, -Park Jimin yang pemaaf. Namun entah mengapa sore tadi ia begitu emosional. Dan kini ia menyesal.

Kemudian Jimin memejamkan matanya sejenak. Menghembuskan nafasnya melawan dinginnya suhu di taman, malam ini. Tangannya meraba kantung celananya hendak mengambil benda yang membuatnya ketergantungan seumur hidup, -ponselnya-. Namun seketika matanya terbuka lebar, dan lebih lebar lagi ketika ia menyadari bahwa benda pipih itu tidak bersamanya.

"Aish! Sial! Benar-benar sial!"

Tubuhnya bangkit. Dan seketika memorinya teringat ketika ia keluar dorm tanpa membawa ponsel atau apapun -kecuali dirinya yang dirundung perasaan marah yang menurutnya kekanakan.

"Aah, benar-benar bodoh. Jam berapa ini, eoh? Aish-! Sial..", ujarnya sibuk bermonolog ketika menyadari bahwa pergelangan tangannya bersih dari jam tangan hitam yang biasa ia kenakan.

Jimin pasrah. Ia menghela nafas kasar sebelum memakai kembali masker hitamnya dan memutuskan untuk pulang.

Berjalan dengan perlahan sambil memikirkan kata - kata yang akan ia lontarkan begitu ia menemui Taehyung.

Apa yang harus ia katakan nanti?

Wajah Taehyung akan bagaimana saat ia meminta maaf?

"Ck. Pasti menangis seperti biasa.. Hèh", lengkungan tipis pun tercipta. Menghiasi wajah yang bermandikan cahaya bulan dan penerangan jalan seadanya.

Bibirnya sedang bergumam ketika suara gemerisik dedaunan tertangkap oleh indera pendengarannya. Kepalanya tertoleh ke belakang. Memastikan sesuatu yang samar-samar. Bohong jika Jimin berkata jantungnya tidak berdegup lebih cepat. Sementara matanya menatap tempat yang ia singgahi beberapa saat lalu. Temaram lampu taman masih terlihat di penghlihatan.

Jimin mencoba tidak peduli. Tetapi ia tidak memungkiri bahwa bulu kuduknya sedikit meremang. "Ah, yang benar saja..", gumamnya.

Jimin mempercepat langkah, ketika dirinya mendengar sayup-sayup langkah kaki seseorang yang mengikutinya dari belakang. Dalam hati ia berharap itu hanya seorang Army yang penasaran.

Broken || BTS FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang