Namanya Felixiano Halim, sosok pemuda dengan tinggi rata-rata yang menyimpan galaksi di wajahnya.
Tidak, maksudku bukan galaksi, benda langit yang merupakan sistem masif yang terikat gravitasi yang terdiri dari bintang, gas, dan debu medium antarbintang, bukan itu. Tapi terserah jika kalian ingin menyebutkannya demikian.
Galaksi versi Felix adalah rangkaian konstelasi bintang cantik nan apik yang menghiasi paras rupawan lelaki itu, dilengkapi melanosit cokelat muda layaknya karamel manis yang dapat kalian perhatikan ketika bersitatap denganya, serta kedua sudut bibir yang menyunggingkan senyum hangat membuatmu mau tidak mau tertular, ikut tersenyum sembari kehilangan daya gravitasi disekelilingmu secara perlahan.
Felix adalah galaksi yang menarikmu, ikut terjerat dalam pesona tak terelakkan tersebut.
Namun
Dibalik galaksi tersebut, pemuda tersebut menyimpan suatu rahasia.
Iblis.
Seberapa banyak kalian mengutarakan rasa iri dan memuja bintik-bintik yang terpoles alami menutupi tulang pipinya, tertarik akan bibir merah merona tanpa pemakaian produk liptint atau kawanannya itu, dan hidung mancung mungil terkesan menggemaskan miliknya, bagaimanapun iblis didalam dirinya selalu menang.
Iblis yang selalu bersahut-sahutan di kepalanya.
Mulai dari mengeluh akan bentuk tubuhnya yang terlalu kurus hingga freckles yang ia anggap suatu kecacatan permanen yang tidak dapat diperbaiki.
Demi tuhan, dibandingkan aku yang makan tiga kali sehari, belum lagi cemilan diluar makanan pokok, aku selalu memarahinya yang tidak pernah menghabiskan makan siangnya dan melewati makan malamnya, memarahinya ketika ia kerap kali mengendap-endap mencuri foundation atau concealer milikku untuk menutupi bintik langka yang sangat tidak disukainya itu.
"Berhenti menggerutu Felix!"
"Lo gak ngerti masalahnya, Sasha!"
"Then what's the problem Fel?"
"We're twins, but why i'm the only one different here? You don't have any of these disguisting dots, but i do. We're supposed to be the same from head to toe, but why it only happens to me!"
"Tapi―"
"They say we're like dream come true."
"Fel―"
"Instead i feel nothing than like a china tea cup with dried out glue."
Felix itu seperti porselen.
Porselen yang terlihat sangat cantik dan mewah, namun juga sangat rapuh. Sikap ramah dan senyum manis adalah sebuah tameng dirinya namun lagi-lagi inferiority complex menelannya hidup-hidup, menyisakan rasa lemah dan kosong yang terus membayanginya. Ia mungkin terlihat baik-baik saja sampai hantu berkedok insecurity membabat habis seluruh self esteem yang dimilikinya tanpa tersisa.
Kalian pasti sedang bertanya-tanya mengapa aku menceritakan semua ini, mengapa aku memperlihatkan sisi baiknya diawal kemudian mengakhirinya dengan mengemukakan semua kejelekan Felix seperti tidak ada hari esok.
Felix adalah porselen.
Porselen terlihat cantik dan indah, sama hal nya dengan galaksi. Namun, segala sesuatu memiliki kadar kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sama halnya porselen, Felix juga rapuh dan tidak seperti apa yang kita lihat dari balik kacamata kita.
Hal yang ingin kusampaikan adalah, berdasarkan dari cerita Felix ini, aku ingin semua, siapapun yang bernasib sama seperti Felix, selalu mengingat hal ini:
Your appearance dictate how much you fret
But you should remember that what's inside is what really matters
His name is Felixiano Halim, he is my other half and i love him.
•
•
•
let me present you...
si kembar felix-chaewon sebagai pembuka cerita!
aku nulis ini khusus buat kalian semua diluar sana, khususnya cewek-cewek yang suka minder sama dirinya sendiri:
what's inside is what really matters, dear ❤
sampai jumpa di cerita berikutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
greatest escape | millenium sq
Fanfiction❝ they don't know us anyway ❞ stray kids lokal name by @sklokal nct, the boyz, bae jinyoung, and yoon sanha lokal name by @felixibility © felixibility, 2018