1. Ikut Ayah ke kampung Paman

5 0 0
                                    

Pada suatu hari di pagi yang cerah, nampak 2 orang pria sedang bercakap -cakap di ruang keluarga di sebuah rumah sederhana yang memiliki fasilitas apa adanya itu.

"Ayolah Dit, nggak usah banyak berfikir, hasilnya lumayan besar lo, pastilah sangat bermanfaat untukmu dan juga keluargamu."salah seorang dari mereka memulai percakapan

"Itu kan kalau berhasil kak, kalau enggak gimana?" jawab seorang lainnya sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak gatal.

Nampaknya mereka berdua ini adalah kakak beradik.

"Ya ampun Dit, kamu kok jadi pesimis gini sih, kamu itu harus selalu yakin dengan kemampuanmu, gimana mau maju belum mencoba aja kamu udah nyerah, kakak yakin kamu pasti bisa, lagian dari dulu kan kamu memang ahli dalam pekerjaan ini."

"Bukan begitu kak, tapi..."

"Udah - udah, kakak nggak mau dengar tapi - tapian lagi, kamu itu harus bangkit, harus semangat, ingat! Kamu punya tiga orang anak, punya keluarga yang harus kamu hidupi, apa kamu nggak pengen melihat mereka hidup jauh lebih baik?"

Tak ada jawaban, yang ada hanya desahan nafas panjang seolah menimang - nimang menentukan sebuah pilihan

"Ini kesempatanmu Dit, jarang - jarang lo kesempatan itu ada, jangan sampe kamu kehilangan kesempatan hanya karena terlalu banyak berfikir."

"Sebenarnya aku hanya nggak tega aja kak, meninggalkan istriku harus mengurus tiga orang anak sendirian, kan kakak tau sendiri anak - anakku itu masih kecil - kecil, usia mereka saja hanya terlampau satu tahun."

"Aku rasa alasanmu itu sangatlah nggak logis Dit, anak - anakmu nggak nyusahin bundanya banget kok, Buktinya sekarang, bundanya sibuk di dapur mereka asyik aja tuh main di halaman depan. Nggak ganggu sama sekali kan? Udah deh Dit, usah banyak alasan, lagian pekerjaannya juga kan nggak membutuhkan waktu lama, paling juga dua bulan selesai, iya kan?"

"Iya kak, aku.... jujur saja sebenarnya.... persediaan makanan di rumahku saat ini sudah sangat menipis, tentu saja aku nggak mau meninggalkan  kelurgaku dengan keadaan seperti itu." Ucapan itu pelan agak ragu

"Astaga Dit, itu masalahnya to, ngomong kek dari tadi."

"Makanya kak, untuk berangkat besok kayaknya aku belum bisa deh, karena besok sepertinya aku harus menerima dulu tawaran dari temanku bekerja jadi buruh harian ditempatnya, lumayanlah kak setidaknya aku bisa siapkan bekal untuk keluargaku selama aku bepergian nanti, gimana kalau minggu depan aja kita berangkat?" penjelasan sang ayah itu di cerna dengan seksama oleh sang paman, hingga membuat mereka terdiam sejenak

* * *  * * *  * * *
Sementara di tempat lain, di halaman depan rumah sederhana itu, nampak tiga orang anak sedang bermain. Mereka adalah Noviyanti Faradillah sebagai anak sulung biasa disapa Vivi, Nandita Syaputra di sapa Nande sebagai anak kedua dan Prayogo Aditiya dipanggil Yoyo sebagai anak bungsu. Mereka adalah anak - anak dari pasangan suami istri bernama Didit Praseto dan Mirna wulandari.

"Kak, kita main petak umpet yuk!" Ajak anak yang nomer dua

"Ayuk!?"si sulung menyetujui

"Aku boleh ikutan nggak?"tanya si bungsu

"Tentu saja boleh dong dek, kan lebih rame lebih bagus, iya kan kak?." Jawab si anak nomer dua seraya meminta persetujuan kakaknya

"Iyaa tentu saja boleh, ayo kita mulai aja yuk mainnya!?"

"Ayuk!?"

Anak - anak itupun terlihat sedang melakukan sesuatu dan nampak saling berhadap - hadapan

"Oke, sekarang giliran kamu yang jaga de." Kata si anak nomer dua pada si bungsu

"Ya udah, buruan sana sembunyi!" Si bungsu pun menutupi wajahnya dengan kedua tangannya sambil menghadap tembok

FATAMORGANA KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang