Akhir dari sebuah penantian

37 5 4
                                    

Namaku sarah. Aku adalah mahasiswi jurusan Sastra di salah satu universitas di makassar. Aku dilahirkan dalam keluarga yang bahagia dan taat beribadah. Meskipun begitu, aku sering tidak mengerjakan sholat. Aku ingin mengubah sifat jelek ku ini, tapi entah kenapa belum mampu kulakukan. Hampir setiap hari, aku selalu mendengar nasehat ayah yang mengatakan "sholat itu harga mati". Soal cinta, aku belum tahu. Cinta begitu sulit dideskripsikan tetapi bukan berarti aku belum pernah jatuh cinta. Aku malah sering jatuh cinta. Dan setiap jatuh cinta, selalu saja pada orang yang salah. Entah aku yang salah pilih atau Allah yang belum mengizinkanku untuk bertemu dengan orang yang tepat. Soal pernikahan? Siapa yang tidak mau menikah ?. Semua ingin menikah. Jika ada orang yang tak ingin menikah, mungkin mereka orang yang tidak waras dan tidak normal. Saat ditanya "kapan nikah?." atau "kapan nyusul?." Aku hanya tersenyum. Memangnya menikah itu gampang ?. Banyak yang harus di siapkan. Menikah itu bukan ajang perlombaan. Menikah adalah sebuah komitmen antara dua orang yang memliki sifat berbeda dan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan saling melengkapi. Tapi tidak ku pungkiri, dilubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin menikah. Menikah dengan orang yang ku cintai, memiliki anak dan menjadi keluarga yang bahagia yang bisa membawa kami ke syurga Allah.
☆☆☆☆
"Sarah, tugas mu sudah selesai ?." Aku mendongak ke atas dengan malas.
"Belum." Jawabku singkat.
"Astagfirullah, belum selesai? Besok harus dikumpul loh. Jangan malas-malasan."
Sosok yang cerewet ini adalah sahabatku. namanya Dina. Aku dan dia beda jurusan. Dia mengambil jurusan akuntansi. Menurutku, jurusan itu adalah jurusan yang sulit dan harus bertemu angka-angka yang membuat sakit kepala. Aku pernah mengalaminya saat di SMA. Aku masuk jurusan IPS dan bertemu akuntansi.
"Sarah, jangan melamun. Lebih baik kerjakan tugasmu daripada melamun tidak jelas."
"Cerewet."
Kamu itu yaa. Sudah pendiam, dingin, cuek, suram, jones lagi."
"Jones ? Tau ahh."
"ingat, kerjakan tugasmu. Aku ke perpustakaan dulu."
"Hmm.... ?."
"Apa sih ? Aku hanya ingin mengembalikan buku." Berusaha menyanggahnya ya ? Lucu sekali.
"Baiklah."
"Oke, sampai jumpa."
Aku tidak membalas ucapan sahabatku. Aku hanya menatap kepergiannya dengan senyuman.
Saat aku ingin memejamkan mataku kembali, tiba-tiba saja aku mendengar suara menyapaku. Aku mendongak ke atas dengan mata yang mengantuk. Refleks mataku membulat melihat pemilik suara itu. Pangeran ? Aku melihat pangeran. Wajah yang tampan, mata yang sipit dan alis yang tebal. Ahh...sepertinya tinggi badannya 180-an.
"Kamu baik-baik saja ?." Aku tidak baik-baik saja. Mana mungkin keadaanku baik-baik saja setelah melihatmu. "A...aku baik-baik saja."
"Syukurlah, kenapa belum pulang?. Sedang menunggu seseorang ?."
"Ahh..tidak. aku hanya ingin disini. Sepertinya nyaman untuk tidur."
Aku melihat dia mengangukkan kepalanya sambil berpikir. Mungkin dia berpikir bahwa aku tidak memiliki tempat tinggal. Entahlah, anggap saja begitu.
"Kamu tidak memiliki tempat tinggal ?." Ahh sudah kuduga dia berpikiran seperti itu. " aku hanya ingin tidur saja. Bukan berarti aku tidak memiliki tempat tinggal."
"Namamu ?."
"Sarah, jurusan Sastra."
"Hemm...salam kenal. Aku ken, jurusan kedokteran."
"Salam kenal."
"Baiklah. Aku pergi dulu. Sebaiknya jangan lama-lama di sini."
"Memangnya kenapa ?." Apakah dia mengkhawatirkanku ?.
"Katanya di ruangan ini ada penunggunya. Gosipnya dia suka mengganggu gadis manis."
"Apa ?." Meskipun aku tak percaya takhayul tetapi tetap saja membuat ku merinding.
"Kamu takut ?." Tanyanya dengan suara yang lembut sambil menatapku. "Tidak, mana mungkin aku takut.". Tiba-tiba saja terdengar suara gaduh di dalam lemari. Kami saling menatap dan seketika saja suasana menjadi horor. Aku berdiri dan menuju belakang punggung ken.
"Ken, suara apa itu?. " aku menarik baju ken dengan tangan bergetar.
"Lebih baik kita mengeceknya. Kamu bisa memegang tanganku. Mungkin itu bisa mengurangi ketakutanmu."
Meskipun ragu-ragu, aku mengulurkan tanganku dan mememegang tangan ken. Tangannya besar namun terasa hangat. Aku tidak ingin melepasnya. Kami berjalan perlahan menuju lemari itu. Ken membuka pintu lemari dengan pelan sambil membaca doa sedangkan aku hanya bisa menggenggam tangan ken dengan kuat.
Kriitt... Suara pintu lemari yang tebuka. Kondisi pintu sudah tua dan sebagiannya telah termakan rayap.
Ciitt..ciitt...
Kami mendengar suara mencicit. Saat melihatnya lebih dekat ternyata seekor tikus yang sedang mengendus-endus buku bekas. Seketika juga kami merasa lega. Cepat-cepat kulepaskan genggamanku pada tangan ken. Ken menoleh dan menatapku sedangkan aku tak berani menatapnya.
"Syukurlah hanya tikus. Sepertinya kita tidak boleh bercanda soal hantu." Aku berlari dengan wajah memerah. Aku merasa malu dan tidak berani menoleh ke belakang. Sial. Aku malu sekali.

☆☆☆☆☆☆
Entah takdir atau kebetulan, hampir setiap hari aku bertemu dengan ken. Ken seringkali menemukanku meskipun aku berada di tempat yang tidak mungkin di kunjungi mahasiswa. Dia berkata kepadaku bahwa inilah takdir dan dimana pun aku bersembunyi dia akan menemukanku. Aku hanya tertawa mendengarnya. Apakah dia memiliki bakat menemukan orang ?. Dia juga mengatakan bahwa dia jatuh cinta padaku. Apakah ini hanya ilusi ?. Tentu saja aku tidak langsung mempercayainya. Aku takut dia bercanda dan akhirnya dia membuktikannya. Dia datang kerumahku menbawa keluarganya. Dia melamarku !. Ya Allah, apakah ini akhir dari penantianku ?. Aku bersyukur menikah dengan orang yang kuinginkan terlebih lagi aku mencintainya !.
              ~ The End ~

Sepohon Bunga SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang