Semua siswa berbaris berdasarkan regu masing-masing dilapangan sekolah. Jam menunjukan 8:30 wib. Pagi yang baik untuk melakukan agenda hiking kali ini.
Kak Beny berjalan ke tengah lapangan. Lapangan yang dipenuhi barisan siswa SMA Mutiara Hati yang rapi dengan berpakaian pramuka lengkap. Kacu,tongkat,tali pramuka sudah melekat di badan masing-masing siswa.
Kak Beny berdehem kecil didepan mikrofon yang ada didepannya itu."Kakak bakal ngasih beberapa soal, jika kalian berhasil menjawabnya, kalian dibolehkan jalan ke post selanjutnya! Siap?? " Jelas Kak Beny, pembina Pramuka SMA Mutiara Hati
"Siap, kak" jawab kami serempak.
"Siapa nama bapak pramuka dunia? " Kak Beny mengawali pertanyaan.
"Sir Baden Powell, kak! "
Pertanyaan demi pertanyaan pun silih berganti meninggalkan dua kelompok lagi yang belum sempat menjawab pertanyaan dari Kak Beny. Dan dua kelompok itu sudah termasuk regu gue sendiri.
"Cath!! Gimana nih? " keluh Keira yang menepuk pundak gue dari belakang.
"Udah ah! Lo tenang aja, ga usah lebai gitu, yang tinggal tu cuman kita sama regu cowok, ga mungkin lah cowok disuruh duluan sama Kak Beny."
"Pertanyaan terakhir, warna apakah semapur? "
"Merah sama kuning!" teriak cowok disamping gue yang berjarak satu meter lebih. Namun, jarak yang satu meter itu mampu membuat gue menutup telinga sendiri.
"Yap!! Bener banget" Kak Beny memberikan tepuk tangan yang meriah, begitu pula dengan kakak-kakak pramuka lainnya.
Sedangkan gue bertepuk tangan dengan malas.
Gue yang menjadi pinsang (pimpinan sangga) dicolek-colek dari belakang oleh anggota gue."Sabar aja! Napa sih"
"Eitss... Kayaknya regu semut terakhir aja ya, kan gak mungkin ceweknya dibelakang, kalo ada bahaya kan gak ada yang nyelamatin mereka, Jadi sangga semut terakhir aja oke? Sangga Melati silahkan maju duluan! " jelas Kak Revan, kakak pramuka kesayangan gue, walau rada tolol kalau lagi sama gua.
Sangga Melati, nama regu gua beranjak berdiri. Sangga kalajengking dengan pinsang bernama Hans hanya menatap sebal kearah kami. Menatap mata gua dengan tatapan menusuk, gua balas juga dong dengan mata yang menggelegar dan lebih menusuk pastinya.
"Kak Revan! " gua manggil kak Revan yang sedang ngobrol sama kak Jeno, mereka berdua serempak melihat kearah gua.
"Eh. Ada kak Jeno juga" gua senyum ke arah kak Jeno yang dibalas dengan anggukan kecil kalemnya.
"Kak Revan,Boleh pinjam jam tangannya kakak? Soalnya jam tangan gue gak ada kompasnya! Nanti kalo salah jalan gimana? Pinjamin gue dong ka!! "Gue memohon dengan tampang memelas.
"Nih, jangan diilangin lagi " Kak Revan mengajukan tangannya yang berbalut jam tangan ke gue.
"Maksudnya? Gue harus ngambil sendiri gitu? "
"Sensi amat lu pagi gini"
Kak Revan melepaskan jam tangan sport hitamnya ke gue dan langsung mencubit pipi gue. Gue pura-pura mengaduhSementara tak jauh dari gue berdiri, Nina dan Hans sedang bicara sambil senyum sumringah, Hans tertawa sambil mengacak rambut Nina.
Gue sedikit mengernyitkan dahi, apakah si Nina ini punya hubungan spesial dengan Hans? Yang benar saja, bagaimana seorang Hans yang fucekboy alias fuckboy ini bisa mengambil hati seorang Nina yang pintar sejagat?
Gue hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan bibir ujung bibir yang dinaikan sedikit keatas.
***
Di perjalanan gue mengintip-ngintip dari belakang berharap regu semut yang dipimpin Hans tidak mendahului regu gue.
"Eh, Nin. Lo pacaran ya sama Hans, so sweet gitu gue liatin tadi." tanya gue, Sontak membuat anggota yang lain simak mendengarkan dengan senyum sumringah karena mereka akan mendengarkan berita atau lebih tepatnya bahan gosipan setelah hiking ini berlangsung.
Nina hanya mengangguk senyum, karena dia tahu setelah ini gue akan membebaninya dengan beribu-ribu pertanyaan yang harus dijawab, maka Nina memutuskan untuk berlari. "Info lebih lengkap kejar gue :P"
Melihat Nina dengan senyum jahilnya, gue dan teman-temanngejar Nina yang pergi menjauh diiringi buncah tawa Regu.To be continue,
Keep reading yauu
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struggle
Teen FictionHans mengambil kertas lusuh yang disimpannya semenjak kepergian Cathleen, kertas itu sangat lemah dan hampir rapuh,seperti hatinya. Dia ingin kembali menjaga hati orang yang membuat kertas ini dengan segenap kerinduan yang menyesakkan dadanya. Dia s...