Zee mendapat hari keberuntungannya, hari ini tanggal merah, Zee tidak ada tugas piket, hari ini memang hari lahirnya, tapi yang Zee pedulikan adalah istirahat total, ia mengunci kamarnya, dan tanpa sadar Zee tertidur hingga tepat pada malam hari tiba, perempuan itu terbangun.
Ingat akan sesuatu, ia segera membuka lacinya meraih amplop coklat yang sejak dua tahun lalu ia terima dan mulai membaca isi suratnya.
"
Selamat Ulang Tahun, Zee. Barakallah fii umrik.Ini saya, Leo.
Saya menulis surat ini saat usia 25 tahun,
Jika kamu menepati janjimu, maka saat kamu membaca surat ini kamu tepat berusia 27 tahun.
Bukankah ini tidak adil? Disaat saya pergi tanpa kabar lalu justru tiba tiba saya kasih kamu surat ini.
Maaf, saya hilang seperti ditelan bumi setelah lulus kuliah. Bukan, bukan karena saya pengecut yang menyerah begitu saja. Sayangnya dari mulai lempar kode, adu argumen hingga berunding hasilnya tetap saja nihil, mereka terlalu mengekang dan saya lelah. Hingga akhirnya saya bersujud meminta izin dan menangis, barulah mereka luluh.
Iya, saya Leo si anak tunggal, anak satu satunya keluarga Kastadirjo. Dan mereka pasti marah cenderung khawatir karena saya begitu keras kepala. Namun, bukankah setiap mimpi punya resiko dan harga yang sesuai untuk ditukar?
Bukan uang yang mendorong saya kekeuh melakukan ini, atau perubahan fisik dan pandangan orang yang berubah terhadap saya, saya tidak ingin itu semua, saya hanya ingin berkonstribusi untuk negara dengan hal yang saya sukai.
Kamu pasti tahu, iya saya nekat mendaftar jadi calon TNI, saya diterima menjadi bagian dari angakatan laut. Ya, semesta dengan baiknya memilih saya. Tentu saja tidak mudah, saya menjalani berbagai pelatihan, ntah itu secara mental ataupun fisik tapi itu mendebarkan sekaligus menyenangkan, saya pikir saya sudah belajar banyak hal. Tapi saya belum puas.
Beberapa tahun berlalu akhirnya saya ditugaskan untuk menjaga perbatasan.
Ya, selama ini saya berada dilautan, terkadang ditugaskan berlayar mengarungi lautan dan bertemu beberapa ombak besar yang nyaris menelan kapal kami, atau bahkan baku tembak dengan orang orang yang berusaha masuk perbatasan secara ilegal dan hendak mencuri harta milik negara kita. Tapi saya senang, setidaknya jikapun saya mati saya sudah berjuang.
Saya ingat saat rekan satu tim saya terkena tembak lalu meninggal ditempat, saat beliau sampai di kampung halamannya untuk dikebumikan, istrinya menangis dalam diam, berusaha tegar meski raut wajahnya terlihat menyimpan kesedihan mendalam, saat saya bertanya ia menjawab "tak apa, sekarang ataupun nanti akan sama saja, justru begini cara saya mencintainya, ihklas. Dia sudah lelah berjuang, saya tidak mau membuatnya pergi dengan beban berat karena saya menangisinya dengan meraung raung. Saya percaya dia ditempatkan ditempat dengan penuh rahmat, Allah SWT Maha Besar." tangannya menggenggam tangan sang anak lembut, berusaha menyalurkan kekuatan atas kepergian ayahnya.
Anaknya masih belia Zee, dia belum mengerti bahwa ayahnya sudah meninggal, tak akan pernah bangun lagi untuk menyambut pelukan sang anak saat pulang dari medan tempur, menjadi imam saat sholat berjamaah, mengajarinya mengaji ayat suci Al-Qur'an atau sekedar memani saat bermain mobil mobilan tempur sebelum kembali bertugas, mengajarinya untuk menaklukan hati wanita, melihatnya saat lulus atau menjadi seorang suami dan seorang ayah dari anak anaknya kelak, itu tidak akan didapatkannya dari sang ayah kandung. Hingga saat dikebumikan semuanya berjalan lancar, orang orang mendo'akan dengan ayat ayat suci Al-Qur'an, satu persatu dari kami pergi meninggalkan pemakaman, hanya sang istri dan anak serta kakak perempuan dari rekan saya yang tersisa di pemakaman. Saya merasa sesak sekaligus terharu melihatnya hingga akhirnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
surat leo
Short Story[01/01] ✔ Leo tidak hilang, hanya pergi tanpa pamit. Namun tiba tiba lelaki itu mengirim surat untuk Zee, amplop coklat itu memberi Zee pesan bahwa saat usianya 27 tahun gadis itu baru boleh membaca isi suratnya. © hi-zanys