• c h a p . t w o •

72 8 1
                                    

Sudah pukul lima subuh.

Dan selama dua jam sejak jam tiga tadi, aku benar-benar tidak melanjutkan tidurku.

Aku lebih memilih untuk membaca buku. Rasa kantukku sudah hilang entah kemana.

Aku segera bangun, berniat ke dapur. Ini memang tugasku, aku selalu menyiapkan kakak ku sarapan. Aku pengganti seorang ibu di sini.

Ayah dan Ibuku sendiri ada di Australi. Pekerjaan menuntut mereka untuk tinggal di sana, dan aku tidak bisa membantah.

Sesaat aku membuka pintu, aku melihat sembilan tubuh pria terbaring di ruang tamu. Mereka menggeser sofa dan memilih tidur dilantai beralaskan karpet.

Aku menghembuskan nafasku dalam, lalu berjalan ke lantai dua. Aku membuka lemari, dan di situ terdapat selimut.

Aku mengambil tiga selimut lalu kembali membawanya turun. Perlahan, aku menyelimuti mereka.

Aku memang marah tadi, tapi itu tidak menutup kemungkinan kalau aku masih sangat peduli. Bagiku kesembilan pria ini sudah ku anggap sebagai kakakku — kecuali Jaemin.

Entahlah, aku hanya ingin menganggap dia lebih dari sekedar kakak.

Setelah selesai menyelimuti mereka, aku berjalan ke dapur. Aku mengikat rambutku asal dan memasak. Aku hanya memasak nasi goreng, dan kali ini porsinya aku banyakkan.

Aku menaruh nasi goreng itu di wadah lalu memasukkannya ke dalam lemari makanan.

Setelah itu pukul setengah enam, aku mandi dan bersiap-siap. Hanya dalam 30 menit, aku sudah siap.

Aku keluar dengan seragam sekolah, dan sembilan orang tadi masih asik di dalam mimpinya.

Kak Doyoung, Kak Yuta, Kak Taeyong, kak Taeil, kak Lucas, kak Mark, Kak Jaehyun, Jeno, dan Jaemin.

Tujuh orang kelas 12, sedangkan Jeno dan Jaemin di kelas 11, sama seperti ku.

Sedih rasanya melihat Jaemin harus bergabung dengan geng kakakku, yang jelas-jelas sangat berbahaya.

Aku menghembuskan nafas, lalu tersenyum.

"Aera tuh sayang sama kalian semua. Aera tuh takut kehilangan kalian, Aera cuma takut suatu saat dari kalian ada yang harus kehilangan nyawa karna hal bodoh yang kalian buat" lirihku pelan.

Aku menghembuskan nafas berat, lalu memilih melangkah keluar.

"Makasih udah peduli"

Aku berhenti. Suara yang familiar itu membuat aku terpaku sejenenak. Aku memilih untuk memutar tubuhku, dan aku melihat Jaemin sudah bangun.

Dia menguap dan merenggangkan badannya. Setelah itu dia berdiri dan berjalan mendekati diriku yang masih terpaku.

"Kapan bangunnya?"

Jaemin tertawa, "Sejak lo selimutin tadi"

"Ha — Hah?"

Jaemin tersenyum lalu mengacak pelan rambutku.

"Makasih banyak udah peduli sama kita semua, Ra. Maaf kalo kita masih sering nyusahin lo, tapi satu hal yang harus lo tau, kita ngelakuin semua ini karna alasan"

Aku berusaha untuk mengendalikan debaran jantungku. "Ap — Apapun alasannya gak — gak .."

Sial.

Kenapa gugup sih?

"Kenapa? Kok kayak terbata gitu?"

Aku dengan cepat menggeleng.

"Udahlah, lupain aja. Aku ke sekolah dulu. Bilangin udah ada nasi goreng di lemari makanan, jadi gak perlu order makanan lagi. Terus suruh mandi, beresin rumah. Jangan bolos. Gak masalah telat yang penting mas —"

"Gemes sendiri gue liat lo ngoceh" Jaemin dengan santainya bicara kaya gitu sambil mencubit pelan hidungku.

"Ap — Apa sih orang di kasih tau juga!" ujarku masih dengan gugupnya menyeka tangannya dari hidungku.

Ibu tolong aku mau pingsan

Jaemin tersenyum manis. Astaga, sepertinya di pagi hari ini aku sudah kena diabetes.

"Iya, siap laksanakan tuan putri"

Deg.

Kalau pingsan sekarang telat sekolah gak ya?

Astaga, kenapa jadi konser gini jantungnya?

"Yaudah, sana berangkat. Apa perlu gue ant —"

"Gak usah! Aku berangkat sekarang!"

Dan setelahnya aku berlari meninggalkan Jaemin yang tergelak.

Ish, dia masih bisa tertawa di saat membuat anak orang kena serangan jantung?

+++

Tbc.

Vote and comment ya!

Xixixi!

S o m e d a y - JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang