🐙Part-1 🐙

137 34 87
                                    

🍃🍃🍁🍃🍃

Dua anak kecil berlari sambil menenteng ember cat bekas. Berlomba ingin sampai ke pohon rambutan lebih dulu. Rambut ikal anak perempuan itu bergerak ke sana kemari, seirama dengan langkah kaki yang berusaha secepat mungkin mendahului teman lelakinya.

Zidan tertawa puas, lagi lagi seperti pagi-pagi kemarin ia menang....

"Aih, najeko! Anu masih angka satu so lari."
Lea yang ngos-ngosan di belakang, protes. Rival nya curi start saat lomba lari tadi.

"Sapa suruh lambat!, kau lari kayak orang hamil sambil bagendong ana-ana." Zidan nyolot. Tertawa mengejek.

Laki-laki tidak selalu kalah, lagian Zidan biangnya debat tak perlu dibantah.

Padahal dulu dia pemegang moto 'kalo ga bisa nyenengin, ga boleh nyusahin'. Dan sekarang dia meludahi moto itu lalu berevolusi jadi manusia paling menyebalkan.

Akhir bulan September ini, pohon rambutan milik A yong berbuah lebat. Lelaki sipit berkulit putih itu juga tidak keberatan jika buah rambutannya diambil orang.

"Oh boleh, ambe jo. Dari pada rugi dimakan topeule." Begitu tutur A yong waktu Zidan minta izin.

Jadilah agenda dua sejoli itu setiap pulang sekolah -memanjat pohon rambutan.

"A yong baek ee," puji Zidan sambil bersandar dibatang pohon-kelelahan.

"Jan mentang mentang dikasi sesuatu, kau bilang sudah dia itu baee." Lea menyela sinis. Masih tidak terima kalau Zidan yang menang, ditambah dengan aturan yang kalah harus menentengkan ember si pemenang sampai ke rumah.

"Apalagi orang yang tida perna bakase."

"Eh, kalo te ada yang mau dikasi."

"Apa juga yang harus ada?, kalo memang niat mau bakase, kase akan jo orang senyum, perhatian, atau batolong orang yang susah 'kan?."

"Habis itu di ungkit-ungkit. Batal bae kalo begitu."

"A yong tukang intip??"

"Ungkit!"

"A yong tukang ungkit?"

"Mana ada sa bilang!"

"Tadi barusan"

"Tida eh"

"Sa kase tau nanti"

"Tau!. Dasar tukang lapor"

"Tukang merajuk!"

🏵🏵🏵

Berdebam bunyi pintu kamar dibanting. Anak perempuan masuk terseok-seok. Rambut panjangnya terurai kedepan hingga menutup separuh wajah, tersisah sebelah mata yang mendelik tajam. Tiba disisi ranjang tangan mungil itu menggapai-gapai kaki Zidan, lantas tertawa cekikikan.

"Leaa!!!"

Menggelegar suara tangis lelaki itu karna takut. Kodok yang tengah asyik mandi hujan diluar bahkan terkejut. Sampai bergetar lantai papan dirumah itu sebab dia lari ketakutan. Buyar semua mimpi Zidan yang dikira kenyataan.

Masih dengan sisa tawa, Lea mengekori Zidan yang sembunyi di belakang pundak paman Jo.

Paman Zidan malah ikut tertawa, tangannya yang menjahit pukat kini merapikan anak rambut Lea. "Ah Zalda Cantik ini, dimana kata seramnya?."

Yang dipuji pun menjawab angkuh." Dia yang seram om, so pukul 7 malam tapi belum mandi, cuman tidur."

Pantas batang hidung dia tak nampak ke rumah. Janji mau bertemu A yong dia ingkar di tempat tidur.

"Om ini selalu ba' bela lea, saya te suka."

Sontak paman Jo terbahak "Dia kira mukanya itu lucu. Coba kata liat bibirnya itu. Bakerucut kayak tempat keluar kotoran ayam."

Nahkan. Kalau disinetronkan mungkin judulnya begini " nasib pribumi yang berpamankan kolonel belanda". Batin Zidan melankolis.

🏵🏵🏵

Badan tegap yang dibungkus wajah kerucut itu berjalan lebih dulu di depan Lea. Berani berani munafik. Egonya mendikte agar jangan berperasaan takut saat menyusuri lorong gelap nan sunyi ke gudang koprah A yong.

"Sudah sudah jo marah zidan, te begitu lagi saya. Mau cepat tua kau marah marah terus itu!". Lea coba memujuk.

Tak ada jawaban. Zidan ini sebenarnya patut di golongkan ke tipe cewek saat datang bulan. Sensitif akut. Tapi kenyataannya dia cowok.

"Zidan..." Dia coba sekali lagi. Suaranya pelan memohon. Zidan tetap diam sambil berjalan.

Mendengar tak ada langkah kali yang mengikutinya, Zidan curiga lantas berbalik. Benar. Lea tak ada dibelakang!.

"Leaaa..." Gantian memujuk ceritanya.

Yang dipanggil, keluar sambil terbahak memegangi perut dari dibalik pohon.

"Ba bohong kau!" Zidan membentak. Raut wajahnya tegang. Entahlah, karna takut atau apa.

Tawa Zalda terhenti. "Bohong apa?"

"Kau bilang, kau te kase takut lagi saya"

"Kan langsung keluar saya tadi. Tida ba niat"

"Padahal bisa kau siram saja mukaku, atau apa kek'. Asal jangan kau kasi liat muka mu yang kayak kadal afrika itu" Zidan mengungkit kejadian dirumah tadi. Bibirnya masih dikerucutkan.

Lea terkekeh. Sahabatnya ini kalau sudah bahas kadal berarti sudah tak marah.

"Belum kau tau?, kadal itu lucu, karna halus bulunya." Lea menggamit lengan Zidan, meneruskan menyusuri jalan.

"Badan dibungkus koreng dibilang bulu, kan aneh."

"Eh apa itu putih putih dibelakang". Cepat Lea menjawab lalu lari meninggalkan Zidan.

Jadilah bocah penakut itu pun ikut lari terbirit-birit.

🏵🏵🏵

🐴Atebwch fy nghwestiwn🐴

1. Apa pendapat kamu ttg part ini?
2. Berapa nilai untuk part ini?

Mucha😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sehijau LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang