"Gi, lo masih betah pacaran sama Nina? Lo tau, kan, gosipnya kayak apa dia di sekolahnya dulu?"
Pertanyaan itu, lagi-lagi, membuat Regi terdiam seperti saat ini. Entah sudah kali ke berapa, selalu saja, hampir setiap hari selama lima bulan hubungannya dengan Nina, gadis manis yang baru satu tahun berada di sekolah yang sama dengan Regi.
Biasanya Regi hanya menganggap celotehan-celotehan itu angin lalu. Mungkin mereka iri, karena hanya Regi yang bisa lebih dekat dengan Nina semenjak kehadirannya membawa angin segar di kelas yang sama.
Nina bisa dibilang paling manis di angkatannya sekarang ini. Kulitnya yang cenderung coklat membuatnya jadi terlihat eksotis. Rambut hitam legam lurus sepinggang yang ia punya membuat teman perempuan sebayanya iri bukan main. Terlebih, Nina menarik perhatian begitu banyak pemuda, khususnya teman seangkatan, hingga adik-adik kelas. Prestasinya bisa dibilang cukup lumayan. Lulu si juara kelas bertahan pun sampai kalah saing di ujian tengah semester kemarin.
Tapi belakangan ini semua informasi tentang Nina yang tanpa sengaja Regi dengar dari teman-temannya membuat Regi resah. Sudah dua hari Nina tidak dia temukan berada di ruang yang sama dengannya. Vika, teman dekat Nina sejak hari pertama Nina menginjakkan kaki di sekolah ini pun tidak tahu bagaimana kabar perempuan yang telah mencuri separuh perhatian Regi itu.
"Aku juga nggak tau, Gi. Handphone-nya mati. Aku telpon ke rumahnya pun nggak ada yang angkat." Begitu kata Vika. "Aku takut aja gosip yang dibilang temen-temen itu bener."
Regi diam lagi. Sampai-sampai Vika pun dibuat ragu dengan keyakinannya pada Nina. Haruskah Regi ikut merasa ragu? Pantaskah dia?
"Ah!" Regi mengibaskan tangan. "Goblok aja lo kalo sampe percaya katanya orang!" ucapnya pada diri sendiri.
Lalu... dimana Nina sekarang? Jujur saja, ada perasaan lebih dari sekedar ragu yang ingin Regi ungkapkan. Regi merindukan Nina, bagaimanapun.
💕
Nina seolah tak berwujud lagi. Hilang begitu saja tanpa pesan ia akan pergi. Regi merenung sendirian di kamar, ditemani secangkir kopi susu hangat dan sebungkus rokok. Tak tahu, tak jelas darimana datangnya keinginan mengebulkan asap-asap yang menggerogoti paru-parunya. Regi bimbang. Kalut. Semakin hari kabar-kabar burung tentang Nina di sekolahnya dulu kian menari-nari dengan indah di benaknya.
"Yang aku denger dari temen satu sekolahnya..." Vika ragu. Ia sendiri pun sesungguhnya tidak begitu saja percaya, tapi kehilangan kabar dari Nina ditambah cerita-cerita tentang teman barunya itu perlahan mengikis kepercayaan Vika. "Nina simpenan om-om, Gi." katanya lirih.
Regi bungkam, tak kuasa berkata-kata. Ia tak percaya. Dan lalu seorang di kelasnya menjadikan keyakinan Regi memudar ketika foto-foto Nina menggandeng seorang bapak berusia lebih tua diperlihatkan padanya.
"Ini buktinya, Gi. Gue sendiri yang moto!" Farhan menunjuk-nunjuk telepon genggamnya.
Regi masih tak yakin. "Jangan sembarangan lo."
"Regi..." panggilan ibu membuat lamunannya pergi. Cepat-cepat ia matikan rokok yang masih setengahnya itu.
Seorang wanita empat puluh tahun di hadapannya, tersenyum. Membelai lembut rambut-rambutnya seraya berkata, "Jika ia yang hadir telah menjadi bagian kehidupanmu dan terpaksa pergi, jangan terlalu bersedih, Nak. Terimalah kenyataan itu."
Regi diam. Menatap wanita yang tujuh belas tahun lalu bertaruh nyawa untuknya.
"Karena setidaknya ia pernah membahagiakan kamu."
Berdegup kencang, Regi terluka. Kenapa harus ibu yang mengatakannya?
"Cintailah seseorang itu atas dasar siapa dia sekarang dan bukan siapa dia sebelumnya. Kisah silam tidak perlu diungkit lagi jika kamu benar-benar menyintainya setulus hati." Ibu tersenyum. Ditepuknya pelan pipi Regi.
YOU ARE READING
Aku Sayang Kamu, Bagaimanapun [END]
Short StoryKisah sederhana tentang Regi yang berpacaran dengan Nina si anak pindahan baru. Dibalik kabar miring yang Regi dengar tentang Nina, Regi menemukan sebuah kenyataan yang membuat hatinya sesak.