Tulisan ini Aku dedikasikan untuk diriku sendiri, juga untuk orang-orang yang ada dicerita ini. Determinan bercerita tentang Aku yang bukan siapa-siapa, bukan cendikiawan, bukan pengusaha, bukan orang yang punya pengaruh besar untuk mengubah perdaban dunia. Cerita ini tidak menarik, karena yang menarik itu Farnaz. Ini bukan gombalan, tapi kenyataan.
Kalian harus tahu, Farnaz adalah tokoh utama di ceritaku ini. Dia cantik, suaranya merdu dan beberapa kali menyanyi di acara sekolah dan banyak yang menyukainya, Farnaz juga pintar dan banyak bergaul di beberapa organisasi yang dia ikuti, Farnaz tentu banyak yang menyukai. Tetapi dia suka padaku.Aku laki-laki normal yang merasakan puber di masa SMA tapi nyaliku tidak sebesar otot ku. Dan aku tidak berotot sama sekali padahal.
Beberapa orang mengenalku di sekolah bukan karena tampan, pintar, ketua osis, anak geng motor, ketua tim basket atau futsal. Bukan. Tapi karena setiap hari motor onyo kesayanganku mogok. Yah, hampir setiap hari."Mogok lagi?" tanya seseorang. Suara itu tidak asing lagi. Suara Pak Dindin yang baik hati dan selalu membantuku ketika si onyo mogok.
"ini mending motornya di jual aja, ganti ke yang lebih bagusan dikit. Supaya tiap hari engga dorong motor terus." Saran Pak Dindin.
Ini adalah sebuah kebiasaan ketika motorku pagi-pagi mogok Bapak Dindin satpam sekolah yang Aku hormati selalu memberi nasihat dan masukan supaya motor ini di jual dan diganti sama motor yang bagus. Aku berlalu ketika Pak Satpam sekolah masih memberi wejangan, mendorong motor butut ini bukan suatu hal menyulitkan karena sudah terbiasa bagiku.
"Ayo cepet masuk! Lari-lari! Udah sing ini." Titah Guru piket yang berjaga di halaman depan sekolah.
Ini sih belum telat, ada tiga menit lagi sebelum bel masuk. Tapi ya gitu, di sekolah ku ini kedisiplinan sangat diutamakan. Katanya supaya terbiasa disiplin. Tapi nyatanya lebih banyak yang sering kena hukuman karena kesiangan.
"Lari Cod lari!" Teriak Mulki yang berada di lantai dua. Dia bersama beberapa temanku disana.
"Lari! Lari! Lari! Lari!" beberapa temanku disana sambil bertepuk tangan dan tawa yang mengejek. Itu cukup menyita perhatian orang-orang di bawah terutama yang berada disekitarku.
"Irshad Uwais!" Suara itu menghentikan langkah beberapa orang termasuk Aku.
"Masukan bajunya!" Perintah Pak Dasep. Beliau bagian kesiswaan di sekolahku. Juga wali kelas ku.
Aku segera menuruti perintah Pak Dasep dari pada kena teguran lagi dan berakhir hukuman membersihkan toilet laki-laki.
"Irshad! Jam pertama pelajaran Bapak. Suruh yang lainnya ke masjid. Langsung laksanakan sholat duha, jangan lupa bawa catatan. Nanti Bapak nyusul ke masjid." Itu perintah Pak Abdullah.
Jadi, dimana Farnaz?
Kapan Aku bertemu si Farnaz itu?
Tenang sedikit.
Waktu Aku dan kawan-kawanku selesai pelajaran Agama atau PAI, Aku melihat Farnaz untuk pertama kali di lorong sekolah sedang berjalan menuju kelasnya sedangkan Aku menuju kelasku. Kami tidak berpapasan, Aku melihatnya dilorong kelas disebrang. Sekolah ini hampir memiliki seribu siswa waktu itu, jadi wajar jika Aku baru melihat keberadaanya. Farnaz satu tahun dibawahku, dia adik kelasku dulu.
"Ngedip Icod! Awas ntar kesetanan" Itu teguran Fadli. Kawan se-SMP dan sekarang satu sekolah dan satu kelas pula.
"Itu siapa? Kenal enggak?" Ya, Aku bertanya ke Fadli, siapa tau dia memang mengenalnya, karena Fadli ini cukup dikenal banyak siswa mau itu kakak kelas atau adik kelas, juga dia banyak mengenal siswa di sekolah. Ya, dibadingkan denganku.
"Yang mana? Yang rambutnya di ikat kuda itu?" Fadli memastikan karena ada duaperempuan disana. "Yang satunya lagi."
"Oh..tau Aku itu. Anak osis, kelas sepuluh IPA tujuh." Aku tidak heran kalau Fadli memang mengetahui sampai detail tentang dia. Karena Fadli sendiri adalah anggota osis. Pastilah dia mengenalnya.
"Namanya Farnaz kalau mau tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
DETERMINAN
Teen FictionSudahkah berdamai dengan perasaan? Atau masih mengumpulkan nyali untuk berterus terang-pada dia? -Irshad Uwais