Andini adalah tulang punggung keluarga. Dia harus membiayai hidup ibu dan adiknya setelah ditinggal sang ayah. Dini, begitu dia disapa, termasuk yang cepat mendapat jodoh. Pagi ini, dia telah melakukan ijab qobul dengan lelaki pujaannya.
Selepas sah menyandang status baru sebagai nyonya Ringgo, dia harus patuh mengikuti suaminya. Malam itu masih terlihat lalu lalang tamu dan para tetangga yang membantu di acara hajatan pernikahannya. Namun, terpaksa Andini berpamitan ke sang ibunda untuk berangkat ke Jakarta. Pasalnya, lelaki yang baru saja dinikahi akan langsung kerja esok harinya. Sembari menggantungkan sebuah tas selempang di pundak kirinya, dia berpamitan.
" Bu, maafin Dini ya, Dini harus buru - buru ke Jakarta. Soalnya mas Ringgo besok ada tugas ke luar kota dan tidak bisa digantikan." Pamit Dini sambil mencium punggung telapak tangan ibunya.
" Iya, Din. Sekarang kamu sudah milik suamimu. Ibu tidak bisa mencegah. Lagipula suamimu kan ada tugas," jawab ibu dengan suara gondok yang jelas sekali menahan tangis. Matanya berkaca-kaca tak dapat berbohong, jelas sekali memantulkan kesedihan.
Sejak ayahnya meninggal lima tahun lalu, sang ibu hanya tinggal bersama adik yang sekarang masih duduk di bangku SMP kelas 1.
Selepas lulus SMA, Dini bekerja di konveksi. Dia hanya pulang kampung enam bulan sekali, dan tinggal di rumah petakan yang dibayar tiap bulan. Namun, komunikasi tidak pernah terlewatkan. Kondisi itu membuat ia sebagai anak sulung, terbiasa untuk tinggal terpisah lama dengan sang ibu.
Mobil travel yang terparkir di halaman rumah, siap mengantarkan Dini dan suaminya.
" Mari, Bu." Pamit Ringgo kepada mertuanya sambil sedikit menganggukkan kepala dan mengulas senyum dari balik pintu mobil.
Tidak lama, mobil telah meninggalkan sosok wanita yang sangat Dini sayangi. Dia tertunduk sedih ketika melihat ibunya menyeka matanya. Ringgo mengelus punggung Dini untuk menenangkan.
Perjalanan malam itu membuat perasaan Dini bercampur aduk. Sangat sedih ketika harus meninggalkan ibunya, tetapi bahagia karena sekarang dia bersama lelaki yang sangat dia sayangi. Tanpa rasa canggung, wanita berumur 23 tahun itu bersandar di bahu suaminya. Dibalasnya dengan usapan lembut dari kepala ke ujung rambut. Suasana dalam mobil malam itu membuat Dini merasa nyaman, sehingga dia tertidur lelap. Sesekali Ringgo mencium kening dini.
###
Jam 5 pagi, kedua insan yang sudah halal itu menyusuri jalan menuju rumah kontrakan. Sekitar 300 meter dari jalan raya, kontrakan itu berada. Namun, Ringgo begitu sigap membawa semua barang bawaan. Seolah tidak rela tangan wanita cantik di sampingnya ikut membantu.
Sesampainya di sana, mereka membereskan ruangan. Berbagi tugas, Ringgo membereskan barang - barang dan Dini merapihkan tempat tidur. Sedang mengganti sarung bantal, tiba-tiba dini dikagetkan oleh tangan yang melingkar di pinggangnya dari belakang. Tak lain adalah Ringgo, lelaki tampan dengan hidup mancung, rambut lurus berbelahan tengah, dan ada jambang tipis yang menambah kesan dewasa nan berwibawa. Suaranya yang parau khas lelaki Macho, membisik lirih ke telinga Dini.
" Sekarang kita sudah halal, sayang. "
Aroma mint pasta gigi dari mulut Ringgo seketika menembus hidung Dini.
Seketika jantung Dini berdetak kencang seolah ada harimau kelaparan yang sedang mendekat." Apa sih, Mas," jawab Dini tersenyum malu.
Namun, tangan Ringgo dengan cepat membalikkan badan dini yang langsing itu sehingga wajah mereka beradu. Sedikit saja bergerak, bibir mereka pasti bersentuhan. Rasa panas menjalar di sekujur tubuh Dini. Detak jantungnya bertambah kencang. Ringgo tetap saja menjelajahi tubuh Dini tiap incinya. Tanpa menghiraukan pipi chubby wanita di pelukannya itu telah merah merona. Seketika tubuh Dini telah terangkat keatas kasur berukuran 160 x 200, bersprei bunga mawar merah. Udara di ruangan itu semakin lama semakin panas karena pergumulan dua insan yang sedang dimabuk asmara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Ku Pinjam Suamimu Sebentar
General FictionCerita lika liku pernikahan Andini dan Ringgo. Yang penuh suka, duka dan hadirnya orang ketiga.