-001

7K 316 4
                                    

Aku senang,

Keputusanmu pergi kemarin membuahkan kebahagiaan. Tidak seperti saat denganku, menderita dan banyak berderai air mata.

Bukan berniat mengungkit. Hanya saja aku senang, kamu tak lagi merasakan sakit.

Aku baik, tolong jangan cemas.
Aku sedang mengubah diri agar terlihat lebih pantas.

Berbahagialah dengannya. Sedang aku berkelana, mencari sesuatu yang nantinya dapat kusebut, aku bahagia.

#Hujan, izinkan aku merindu.

~

"Makan dulu, baru nulis lagi."

Aira mendongakkan kepalanya. Dia pun tersenyum sambil mengangguk. Meletakkan buku dan pulpennya di meja, kemudian memakan makanan yang sudah tersedia.

"Ini obatnya, ya."

Dokter hendak pergi, tetapi dengan cepat Aira menahan ujung baju jas dokter tersebut. "Aaaa, jangan ditinggal. Gak suka makan sendiri."

Perkenalkan, namanya Dokter Yasa. Tubuhnya tinggi semampai, tampan, dan memiliki senyum yang sangat manis. Sudah satu setengah tahun dia merawat Aira yang mengidap penyakit kanker otak.

"Lupa saya. Yauda saya tungguin." Dokter Yasa duduk di kursi sebelah ranjang. Sorot matanya fokus memandangi Aira yang sibuk makan.

"Gak enak, ya?"

Aira berhenti mengunyah, kemudian menyengir kuda. "Tau aja, Dok."

"Kalau enak, pasti kamu pelan-pelan makannya biar gak cepat habis."

"Tapi tetap harus makan. Jadi, ya, dimakan."

Dokter Yasa mengembangkan senyum tipis. Aira bukan sembarang pasien yang dia rawat. Aira sudah seperti adiknya sendiri. Rumah sakit tersebut milik keluarganya, dan karena Yasa lah Aira bisa dirawat di sana. Jadi, hubungan mereka sangat dekat sudah seperti keluarga.

"Tetap harus makan, saya mau liat kamu lebih lama lagi."

Bukan tanpa alasan Yasa mengatakan itu. Hampir setiap hari Aira meracau dia lelah, ingin menyerah, dan sebagainya.

Aira mengangkat jempolnya ke udara. "Makanya saya makan, soalnya saya mau dirawat dokter lebih lama lagi."

Kemudian mereka berdua tertawa bersama. Yasa menemani Aira makan sampai selesai, memotongkan buah untuknya, lalu menunggunya sampai tertidur.

Ya, begitulah. Rutinitas Yasa selama menjadi dokter Aira.

Hujan, izinkan aku merindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang