The Last One

43 2 2
                                    

"Aku nggak bisa jemput, Fa. Mau jalan nih sama anak-anak." kata suara dari sambungan telepon Alifa.

"Tapi, kan, Kak,"

"Eh, udah ya, Fa. Aku udah dipanggil, nih. Nanti aku hubungi lagi. Dah, Sayang."

Tut... Tut... Tut...

Alifa melongo, menatap benda dalam genggamannya. "Hha...." senyumnya masam.

Ia masukkan gawai itu dengan kesal ke dalam tas. Bukan kali ini saja Rio membatalkan janji jalan-jalan mereka, dan bukan satu-dua kali juga Alifa dapati Rio jalan-jalan mesra dengan seorang perempuan yang dia yakin pasti bukan adik atau kerabatnya Rio, tepat setelah Rio membatalkan janji mereka.

Alifa mendengus. "Kemana lagi hari ini mereka pergi?" batin Alifa. Namun masalah sebenarnya adalah, sampai kapan dia harus bertahan dengan orang seperti Rio?

"Ngapain kamu?" tanya Aldo. Tepukan tangannya di lengan Alifa terbilang halus sebenarnya, tapi cukup mengagetkan perempuan manis yang sedang melamun itu.

"Kakak?!" Alifa mengelus dada. "Hhh... aku kira siapa." senyumnya lembut. "Ngapain di sini?"

"Hmmm..." Aldo menyilang kedua tangan di depan dada. "Kebetulan lewat aja, terus mampir sebentar ngecek anak-anak Gepala. Nunggu jemputan?"

Senyum Alifa hilang, ia menggeleng lemah. Mereka diam. Tanpa perlu Alifa katakan pun, Aldo tahu adik kelasnya itu sedang kesal. Ditariknya tangan Alifa lembut. "Ikut saya sebentar, yuk."

Alifa susah payah mengikuti langkah panjang-panjang Aldo, "Kemana?"

Aldo menoleh, mengembangkan senyum. "Anywhere. Asal kamu senyum lagi."

Alifa menatap Aldo, sejuk rasanya. Alifa betah memandangi manik-manik kecoklatan itu lama-lama, selalu nyaman menatapnya.

🌹


Lalu di sinilah mereka sekarang. Duduk-duduk sambil memandangi kupu-kupu berterbangan. Alifa sungguh suka taman ini. Aldo kerap kali membawa Alifa kemari saat Alifa tengah murung, terutama karena Rio. Selalu karena Rio.

Aldo mengeluarkan sebotol minuman dari tasnya, dia sodorkan pada Alifa. Kontan Alifa tergelak. "Selalu siap sedia, deh, ya."

Aldo cuma senyum. Ia bangkit, melangkah menjauhi Alifa. Sebenarnya ia cuma menunggu gadis yang tengah bersamanya itu buka suara. Mereka sudah sangat tahu satu sama lain. Aldo dan Alifa bersahabat sejak kecil, rumah mereka bersebelahan, punya hobi yang serupa, dan uniknya lahir di tanggal yang sama.

Pelan-pelan Alifa pun mengekor laki-laki itu, mengambil posisi berdiri tepat di sampingnya. Hening. Keduanya masih diam, sampai sebuah helaan napas salah satunya terdengar. Itu dari Alifa. "Hari ini harusnya perayaan satu tahun jadian aku sama Rio." ungkapnya. "Tapi lagi-lagi batal seperti bulan-bulan lalu." ia senyum, maksa, dan Aldo tahu itu.

"Hhaaahh..." desah Alifa, menengadah. "Aku pikir hari ini cukup spesial juga bagi dia. Tapiii... mungkin cuma aku, ya, yang mikir kalau hari jadian itu penting. Haha..."

Aldo senyum, ia tepuk rambut lurus sebahu Alifa, halus. Alifa menoleh Aldo, senyum. "Tapi thanks ya, ngajak aku ke sini. Jadi nggak sedih-sedih amat. Hehe...."

"Feel better?"

Alifa mengangguk, senyum pasti. "Hmmm... thank you. Perempuan yang jadi pacar Kakak pasti beruntung banget, deh."

"Hahaha..." Aldo tergelak, memunculkan lesung pipit di pipi kanannya. "Saya belum kepikiran untuk punya pacar, ko." Katanya.

🌹

The Last One [One Shot]Where stories live. Discover now