Hari ini suasana sangat cerah, burung-burung bersiulan merdu, sinar matahari menyinari wajah cantik itu. Khafia Arumi Zhalea, gadis penyendiri namun mempunyai banyak penggemar. Mengapa tidak? Gadis itu memiliki wajah cantik dan sikapnya yang sangat misterius.
Hari ini, gadis itu datang ke sekolah berjalan kaki. Yah, hari ini gadis itu ditinggalkan adik laki-lakinya. Salahkan buku novel yang baru gadis itu beli, karena novel itu Fia bergadang dan membuatnya telat untuk bangun tidur.
Fia memang setiap hari berangkat ke sekolah bersama adik laki lakinya, Febry. Tentu saja dengan motor CBR putih milik Febry. Kedua kakak-beradik itu hanyalah berbeda satu tahun, namun mereka sama sama satu angkatan, sifat mereka pun sangat lah berbeda.
Fia dengan sifat dingin dan misteriusnya, namun ia tak terlalu pintar dalam pembelajaran, ia adalah gadis yang senang menulis cerita di wattpad. Sedangkan Febry? Sifatnya sangatlah humoris dan friendly, membuatnya mudah beradaptasi dan memiliki banyak teman, namun berbeda dengan Fia, Febri memiliki otak yang sangat cerdas, selain itu ia juga sangat berbakat dalam bidang olahraga.
Yah... seperti itu lah.
Benar-benar definisi asli dari perbedaan yang sesungguhnya bukan?
Ingin rasanya gadis itu mengumpat didepan Febry sambil menjambak rambutnya, awas saja nanti jika Fia bertemu adik satu-satunya itu.
Saking asiknya memikirkan balas dendam apa yang cocok untuk adiknya, membuat Fia tak menyadari bahwa dengan cepat sebuah bola basket melayang kearahnya.
Bugh....
"Aaaaaa! Sakiittt!" Teriak Fia saat bola itu tepat mengenai dahi mulusnya. Seketika kepalanya pusing, pandangannya memudar.
"Eh? Lo gak apa-apa?" Ucap seseorang, tapi Fia tak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. Tentu saja karena ia memang sudah jatuh pingsan.
◇◇◇◇◇
Perlahan-lahan gadis itu membuka matanya. Sedikit silau, mungkin karena cahaya matahari di siang hari yang masuk melalui celah-celah jendela.
Yang pertama kali Fia lihat hanyalah ruangan UKS dan seseorang yang tengah sibuk memainkan ponselnya.
Munkin karena terlalu fokus, cowok itu tak menyadari bahwa gadis disebelahnya telah sadarkan diri. Fia memandangi cowok itu cukup lama, tak tahu mengapa ia merasa senang saat memandang cowok itu.
Merasa diperhatikan, cowok itu pun melirik ke arah Fia. Namun sepertinya Fia belum sepenuhnya sadar, gadis itu masih saja memandangi cowok disebelahnya tanpa mengetahui bahwa cowok itu tengah memandangnya juga.
"Lo udah sadar?" Ucapnya memecahkan lamunan Fia.
"E-eh? I-iyaa.." Fia berusaha bangun dari tidurnya, duduk besandar pada kepala ranjang.
"Ada yang sakit?"
"Hah? Ah engga kayaknya."
"Kok kayaknya? Jujur aja, ada yang sakit ga?"
"E-engga kok ga ada yang sakit."Cowok itu tersenyum ramah, ia mencondongkan tubuhnya sehingga lebih dekat dengan Fia lalu mengusapkan telapak tangannya pada dahi Fia.
"Untung aja ga benjol, kalau benjol nanti cantiknya hilang deh, hahaha." Tidak, Fia tidak tertawa dengan lelucon yang baru saja cowok itu katakan. Ia hanya menahan hatinya yang berdegub kencang serta wajahnya yang mulai memerah.
Cowok itu memundurkan tubuhnya lagi, masih tersenyum ramah pada Fia.
"Hmm... maaf ya, tadi temen gue ga sengaja lempar bola ke arah lo."
"E-eh? Iya ga apa-apa, kok."