Pintu Porsche hitam itu terbuka dan terlihatlah seorang pria berumur pertengahan 20-an menapakkan kakinya. Setelah memandang sekilas gedung yang menjulang di depannya, ia pun segera memasuki gedung itu. Tanpa perlu bertanya kepada resepsionis, ia langsung saja memasuki lift yang dikhususkan untuk petinggi gedung itu. Saat lift menunjukkan angka 25, pintu itu terbuka. Ia terus berjalan hingga terlihatlah sebuah ruangan yang bertuliskan "CEO Rooms". Sebelum ia mengetuk pintu di depannya, datanglah seorang pria yang tak muda lagi dan membungkuk dengan sopan.
"Silahkan masuk tuan muda, tuan besar sudah menunggu anda di dalam"
Ia pun hanya menganggukkan kepalanya, lalu pria yang memanggilnya tuan muda itu kembali ke ruangan sebelah kanan ruangan CEO di depannya. Ya pria paruh baya yang baru mendatanginya adalah sekretaris dari orang yang akan ia temui. Tanpa mengetuk pintu, ia membuka pintu itu perlahan. Nampaklah sebuah ruangan yang didominasi warna abu-abu. Ruangan itu sangat luas dan tepat di tengahnya terdapat sebuah meja. Papan nama bertulis CEO itu terlihat sangat mewah dengan warna emas. Namun kursi di belakang meja itu tampak membelakangi pria muda yang baru saja masuk ke ruangan itu.
"Duduklah"
Hanya satu kata yang terucap untuk menyambutnya. Ia pun mematuhi perintah itu dan segera duduk di kursi yang ada di depan meja CEO itu.
"Aku tak akan berbasa basi lagi, jadi apakah 'mereka' sudah bergerak?"
To the point. Itulah sifat yang melekat pada CEO di depannya ini. Namun ia sudah terlalu terbiasa dengan orang-orang semacam itu. Karena ia sendiri juga pribadi yang tak suka bertele-tele.
"Ya, mereka bergerak lebih cepat dari dugaan kita, untuk saat ini lebih baik kita memantaunya perlahan-lahan terlebih dahulu"
"Baguslah, jika mereka mulai bergerak, dengan begitu lebih cepat juga kita membongkar kedok mereka, aku tak akan memberi banyak waktu kepada kalian untuk memantau mereka"
"Ya grandpa, kami mengerti dan aku berusaha memantaunya lebih cepat, mungkin itu akan membutuhkan waktu paling lambat sekitar 2 minggu"
Ya, dua orang yang sedang bercakap-cakap itu adalah sepasang kakek dan cucu.
"Baiklah, sepertinya masih ada yang ingin kau katakan cucuku"
"Sebenarnya aku ragu pada satu hal, apakah tak apa jika kita menempatkan 'dia' pada situasi ini? Karena jika rencana kita berjalan lancar, maka jalan yang akan dilaluinya tidaklah mudah"
"Sudah kuduga kau akan menanyakannya cucuku. Memang benar apa yang kau pikirkan itu, namun bukankah itu keputusannya sendiri?. Aku hanya memberikan keinginannya sesuai dengan waktu yang dia minta. Karena jika waktunya tiba maka kita akan menjemputnya kembali. Akan kupastikan tak ada kesulitan yang ia lalui lagi, dan sisanya biarkanlah takdir yang menuntun bagaimana jalan kehidupan mereka selanjutnya"
Percakapan kedua insan berbeda umur itu pun diakhiri dengan bungkukan badan pria yang lebih muda. Tak berapa lama, ruangan itu hanya menyisakan pria yang masih betah menghadap dinding kaca yang menampakkan pemandangan kota dengan kerlap kerlip lampu yang menandakan malam hari.
'Untuk sementara biarlah mereka yang memimpin takdir ini, namun setelah itu tak ada kata ampun dalam kamus seorang 'Achilles' pada musuh mereka'.
➖➖➖➖➖➖
Sang surya mulai menampakkan dirinya lagi pagi ini. Kicauan burung dan gesekan daun pagi itu menjadi melodi terciptanya lembaran hari baru. Sungguh suasana yang membuat orang ingin menyambutnya dengan senyuman.
Kringgg kringgg
Namun sepertinya tidak cukup menyenangkan pagi pria yang terbangun secara paksa oleh alarm yang ia setel sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifice Of Love
Teen FictionAuthor : Sena_Lea Note : Cerita ini bukan milik orang lain tetapi milik Sena sendiri, cerita ini murni hasil dari pemikiran Sena sendiri, mohon maaf apabila ada kesamaan judul, alur, tokoh dan lainnya. Pertemuan sederhana yang membuat benang merah i...