Dita : Pertanyaannya, Sama Siapa?

36K 1.9K 22
                                    

“Diit!” suara Arimbi mengagetkanku yang sedang termenung. Tak menyadari Arimbi sudah berdiri di depanku dengan outfit yang sungguh outstanding. Aku mengernyit.

“Mau kemana, lo?” tanyaku.

“Iiih, lupa ya. Gue kan mau lunch ama calon mertua. Gimana dandanan gue? Udah rapi?” Arimbi berputar di depanku persis anak TK mau karnaval. Aku menggeleng-geleng.

“Lo sengaja bawa baju ganti cuma buat lunch? Di Tamagochi?” sindirku pedas.

        Arimbi nyengir malu. Aku tersenyum geli. Secara struktural, Arimbi ini bosku juga sebetulnya, hanya saja kami berdua bersahabat sejak pertama kali dia masuk ke kantor ini. Meskipun cantiknya bikin orang pengen ngelempar sandal saking irinya, dia sama sekali nggak angkuh. Nggak kaya Alin yang cantiknya nggak seberapa tapi lagaknya udah kaya’ Lady Gaga.

“Ya namanya juga lunch sama calon mertua, Diit... Harus perfect doong...” Arimbi membela diri.

“Halah, dua minggu lagi lo bakalan kawin sama anaknya. Aman lah. Udah di tangan. Meskipun lo pake sarung, nggak bakalan dibatalin juga kawinannya...” aku tertawa geli. Arimbi manyun.

“Eh, lo ikutan aja Dit. Gue yakin Barga nggak keberatan. Kita cuma bahas soal undangan kok. Mamanya Barga mau nambah, katanya mau ngundang temen-temennya pas SMA. Lo kan panitia juga, gapapa lah lo ikutan. Ya ya? Temenin guee...” rengek Arimbi. 

        Aku buru-buru menggeleng. Dari tadi pagi, perutku sudah bergejolak tak karuan. Morning sickness? Maybe. Already??? Hhh... Atau mungkin cuma masuk angin, mengingat aku kemarin hujan-hujanan.  

“Gak ah, Mbi. Malu gue. Lagian gue agak nggak enak badan nih...” tolakku sambil memasang wajah memelas.

“Yaahhh... Sendirian dong guee. Tapi lo emang agak pucet sih. Eh awas ya, besok jangan sakit lho! Inget besok ada rapat final di rumah gue! Lo kan panitia, bridesmaid pula! Nanti gue beliin makanan deh dari atas, biar lo segeran. Lo mau apa? Ramen? Okonomiyaki? Makan yang banyak biar gak sakit!” berondong Arimbi. Aku hanya mengangguk kecil.

“Wah. Lo sakit beneran ya? Diem aja. Lo mau pulang aja, say? Gue ijinin deh sama Barga...” Arimbi menatapku khawatir. Aku menggeleng.

“Nggak usah, Mbi. Gue nggak apa-apa. Enjoy your lunch, okay? Jangan nervous,” godaku.

“Yakin? Ya udah deh, gue naik dulu ya. Barga masih mau sholat Jumat. Mau nyusul katanya. Berati cuma gue sama calon mertua gue untuk sementara. Wish me luck, okay?” Arimbi nyengir gugup.

        Arimbi pergi meninggalkanku termenung sendiri. I envy her. Dia mau menikah. Sedangkan aku? Aku menghela nafas. I need to get married right now, more than Arimbi needs it. Pertanyaannya, sama siapa?

                                        ***

        Aku keluar dari kantor tepat jam 4 sore. Sangat beruntung bisa langsung dapat Blue Bird, dan meminta sopirnya untuk segera memacu taksinya ke Taman Suropati. Sudah 3 hari ini aku ke sana setiap pulang kantor. Menenangkan diri. Entah kenapa, atmosfer taman yang direnovasi total tahun 2010 itu membuatku merasa nyaman. Membuat otakku terasa lebih jernih sehingga bisa berpikir lebih tenang. Plus, di sana cukup banyak jajanan yang bisa mengenyangkan. Walaupun kurasa dengan kondisiku saat ini, aku harus mulai membatasi konsumsi makanan jalanan. Riskan.

        Sesampainya di sana, aku berjalan perlahan mengelilingi taman. It’s just like a ritual. Keliling satu kali, lalu duduk di salah satu dudukan batu di sana. Mana saja yang paling sepi. Sambil menghirup udara sore yang cukup segar karena banyaknya pepohonan di sana. Saat aku sedang termenung sendiri, tiba-tiba ada yang berhenti di depanku. Aku mendongak, mendapati seorang laki-laki yang cukup tampan andai saja ia tidak begitu berantakan, sedang menatapku terpana.

“Ijah?” 

KRISHNA - DITA : SANG PEMILIK HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang