Semua diawaali dari pertemuan di siang itu. Toko buku yang sepi. Aku memasuki tempat itu karena suasana hatiku yang sedang sangat penat. Membawa perasaan yang membuncah, rasa marah yang tidak bisa aku lampiaskan pada siapapun. Biasanya dengan masuk ketoko buku, menyisir rak-rak buku yang menatap buku-buku berdasarkan genrenya. Iseng membaca-baca ulasan disampul belakang atau beberapa nama-nama terkenal yang memberi ulasan sebuah buku. Itu cukup menghiburku. Bahwa dimanapun, kau sungguh-sungguh butuh waktu sendiri untuk bertahan hidup. Aku ada di rak novel, ya, bahan bacaanku memang ringan-ringan saja. Aku membaca novel terjemahan, novel bahasa, novel cinta, novel agama. Semua aku baca, semuanya punya cerita. Dari setiap sudut pandangnya penulis mengisahkan sebuah kehidupan.
Aku melihatmu untuk pertama kalinya. Kau asik membaca saat itu. Tak terusik dengan keberadaanku di depanmu. Karena itulah aku suka tempat ini, tempat dimana orang-orang sepertiku menemukan orang-orang yang sama sepertiku. Manusia yang mampu tengelam dalam dunia mereka masing-masih. Saat aku membaca buku, seakan dunia disekelilingku itu adalah hamparan tandus semesta yang sunyi. Aku tengelam dalam cerita yang ada di dalam buku. Tak terusik dengan dunia nyata yang ada diluar sana. Dan aku senang berada ditempat seperti ini. Syurga bagi orang-orang sepertiku. Tapi saat itu aku tak bisa memalingkan pandanganku darimu. Melihat caramu berdiri dan membaca buku. Ada gerakan dikening dan bibirmu. Agak tersenyum yang kulihat. Mungkin kau sedang membaca cerita lucu batinku. Cukup lama aku melihatmu saat itu. Sampai kau menyadari aku memperhatikanmu. Kau menoleh sebentar dan sekilas menatapku. Aku langsung mengalihkan pandangan dan pergi tergesa.
Ah, sejak saat itu aku tak pernah melihatmu lagi. Beberapa kali aku datang ketoko buku walaupun saat itu perasaanku sedang baik-baik saja. Bahkan cenderung bahagia dan berharap bisa melihatmu, ternyata kau tak ada. Hari berikutnya aku datang lagi. Berharap menemukanmu dengan ekspresi wajahmu yang manis itu tapi lagi-lagi aku tak melihatmu juga. Jadi aku putuskan untuk melupakanmu. Untuk mengangapku, sebuah buku tak menarik yang ku sentuh untuk pertamakalinya dan juga terakhirkalinya.
***
" Fir, akhir-akhir ini aku perhatikan tingkah lakumu dikantor mulai aneh."
Aku menatap Sifa sinis. Dia itu manusia yang akan punya seribu satu cara untuk curiga dan berfikir negatif tentang orang lain. Ceritakan padanya satu hal, misal mesin fotokopi diruang arsip. Dia bisa menyangkutkan semua nama orang-orang dikantor ini dengan mesin itu. Tentang interaksi yang manusiawi atau semuanya berdasarkan karangannya. Dan apapun yang keluar dari mulutnya akan selalu jadi buih dilautan bagiku.
" Lihat wajahmu, kau pikir aku tidak bisa membaca pikiran burukmu tentangku. Apa yang kau pikirkan sekarang, aku simulut ember hah. Dasar." Balasnya atas tatapanku.
Aku mendengus sambil manyun. Dia tahu apa yang aku pikirkan.
" Aku bahkan tidak berfikir apa-apa barusan. Sungguh." Kataku berkilah.
" Bohong! Aku tahu itu. Pak Resksa seminggu ini mengomel saja. Dia bilang semua desain baju yang kamu buat kampungan, udah nggak musim, sudah ketinggalan jamanlah. Ini mode, dimana semua berinteraksi, imajinasi desainer dan kebutuhan manusia. Kalau kamu hanya berada di kotak yang sama, maka setahun lagi perusahaan ini bisa bangkrut. Tidak ada lagi yang akan mengingat produk kita sama sekali, mereka bahkan tidak akan merindukan kita. Haha, bagaimana sudah mirip belum."
Aku merasa terhibur. Nyengir juga pada akhirnya. Dia bisa benar-benar hafal kalimat pak Reksa.
" Sebenarnya bukan desainmu yang kampungan, tapi kamulah yang kelewatan." Ucapnya lagi dengan nada tanpa perasaan.
" Aku? Apa salahku."
" Pura-pura lagi, sampai kapan kau akan mengacuhkan dia. Pak Reksa menyukaimu, dia juga baik. Ya walaupun kadang-kadang dia menyebalkan dan suka seenaknya, tapi menurutku sebagai seorang laki-laki dia sosok yang baik. Jadi pertimbangkanlah lagi, demi kemaslahatan umat, bukan hanya kamu sendiri. Demi kami semua juga. Orang-orang yang tidak berdosa yang harus ikut menangung derita karena tak terbalaskannya perasaan padamu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
fake love
Short Storykau mau bilang tidur denganku adalah bukti kau mencintaiku saat aku memintamu menikahiku, kau hanya tertawa dan bilang, belum memikirkannya... apa kau hanya ingin cinta gratisan Buatku menjaga kehormatan bukan hanya sebatas kebanggaan tapi sebuah ke...