Prolog

3.2K 387 111
                                    

"What does the Delphinium Flower mean?

Openness to new emotions and feelings, in a romantic sense."

.

.

.

"Krist sayanggg"

Krist menoleh, mendapati sang ibunda yang berjalan dari arah dapur dengan senyuman super cerah di wajahnya, bersiap untuk memeluk putranya yang baru saja pulang kuliah.

"Mama kenapa? Kelihatannya senang sekali?" Krist membalas pelukan ibunya.

Cup!

Cup!

Cup!

Bukannya menjawab pertanyaan putranya yang manis itu, ibunya malah menciumi kedua pipi gembil Krist yang kemerah-merahan itu berkali-kali.

"Mama kenapa sih?" Krist heran.

"Mama akan bertemu dengan teman Mama minggu depan" sang ibunda mencubit kedua pipi Krist gemas.

"Lalu?" Krist mengerutkan keningnya, jika hanya bertemu dengan teman saja mengapa ibunya bisa merasa begitu sesenang ini? Tidak seperti biasanya.

"Ih ini bukan teman Mama yang biasa, ini teman Mama yang Mama kenal melalui Wattpad itu" ibu Krist tersenyum ceria.

Krist menarik kedua sudut bibirnya kebawah, kedua alisnya semakin bertaut, seakan memberikan respon tak suka akan kalimat ibundanya.

"Ma, sudah berapa kali Krist bilang untuk tidak bertemu dengan orang sembarangan. Apalagi yang baru Mama kenal dari media sosial" Krist menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Krist, Mama mengenal dia bukan baru sehari dua hari, tapi sudah hampir setahun, dan sekarang kami memutuskan untuk bertemu. Tidak ada salahnya kan?" wanita paruh baya itu mencoba meyakinkan putranya.

"Sudah izin kepada Papa?"

"Sudah sayanggg"

Krist masih menatap ibunya dengan ragu, ia bukannya tak ingin ibunya bergaul dan mendapatkan teman baru. Namun ia hanya merasa takut jika saja ibunya ini di manfaatkan orang tak dikenal. Hei bisa saja kan?

"Heum... Bagaimana kalau Krist juga ikut dengan Mama?"

Krist memicingkan matanya, merasa sedikit curiga melihat cengiran lebar ibunya, seperti ada maksud lain yang wanita ini sembunyikan dari dirinya. Namun dengan cepat ia hilangkan prasangka buruk itu.

"Okay. Krist ikut"

Dalam hati sang ibunda bersorak gembira luar biasa, tak menyangka rencana yang telah ia susun matang-matang berhasil dengan lancar tanpa hambatan.

"Terimakasih Apple kecil Mama!" Cup!

Ibu Krist sedikit berlari ke arah dapur setelah memberikan ciuman manis di pipi putranya. Tangannya dengan sigap mengambil ponsel yang ia letakan di atas meja makan, jari-jarinya dengan agak lama bergerak mengetik sebuah pesan untuk seseorang.

"Kura-kura aman!"

.

.

.

Plak!

Selembar roti tawar yang terlempar dari arah seberang mendarat mulus di depan wajah Singto yang baru saja mendudukan dirinya di kursi ruang makan.

Apalagi ini...

Singto mengarahkan tatapannya ke depan, mendapati ibunya yang tengah memotong lembaran-lembaran roti tawar tak berdosa yang ada di atas piring makan dengan brutal ㅡdimata Singtoㅡ.

"Kenapa lagi? Mamanya Tae menang arisan? Mamanya Kang punya jet pribadi keluaran terbaru? Atau Papa bertemu klien cantik?" Singto bertanya dengan santai sembari memakan roti tawar yang tadi di lempar ibunya.

Plak!

Sekali lagi, selembar roti tawar menghantam wajah tampan Singto.

"Mama marah dengan Singto!" sang ibunda merajuk bagai anak umur lima tahun.

"Oh" balas Singto singkat dan padat, ia terlalu sibuk menguyah rotinya hingga malas menanggapi rajukan ibunya yang terdengar hampir setiap hari itu. Kalau begini Singto jadi merasa punya pacar anak sekolahan.

"Kok hanya Oh saja!?" sang ibunda melotot tajam.

"Pasti Mama ingin menyuruh Singto untuk menikah lagi kan?" Singto mencelupkan setengah bagian roti tawarnya ke dalam segelas susu cokelat favoritnya.

"Kalau sudah tahu kenapa Singto masih bermain-main tidak jelas begitu! Hah! Mama bahkan masih tidak percaya sampai saat ini tidak ada wanita ataupun Apple Blossom yang menggedor-gedor pintu rumah kita sambil berkata dia hamil anakmu!" ibu Singto menunjuk-nunjuk putranya itu dengan pisau makan yang ada di tangannya.

"Singto masih terlalu muda untuk menikah Ma" bela putra sulungnya.

"Hei, 29 tahun itu sudah tidak muda lagi tuan Ruangroj yang terhormat" sang ibunda tak mau kalah.

"Lagipula daripada Singto, mengapa Mama tidak meminta P'Maeng saja yang menikah?"

Ibunda Singto terdiam sesaat.

"Karena Mama tahu, hanya Singto yang tidak percaya dengan cinta"

Singto menghentikan kegiatan menguyahnya sejenak. Ia menatap sang ibunda, namun tak lama ia kembali mengalihkan pandangannya dan menghentikan kegiatan sarapan paginya.

"Singto berangkat" ucap pria tampan itu setelah memberikan sebuah kecupan manis di kening sang ibunda.

"Singto" panggil ibunya.

Singto membalik tubuhnya, menghela nafas berat, seakan bertanya ada apa lagi?

"Minggu depan temani Mama bertemu dengan teman Mama ya" pinta sang ibunda.

Singto mendecakkan lidahnya. "Ma, Singto bukan anak umur lima tahun lagi yang selalu ikut ibunya kemana-mana"

"Sekali ini saja, Mama ingin ditemani Singto. Nanti pulangnya kita kencan, berdua saja. Mom and Son time!"

Berempat sebenarnya hehehe. Ibu Singto terkekeh dalam hati.

"Berhenti membahas tentang pernikahan dan Singto akan pergi menemani Mama minggu depan" sang putra memberikan penawaran.

"Okay, deal!"

"Deal"

Setelah Singto pergi, sang ibunda langsung menyambar ponselnya, mengirim pesan kepada seseorang yang tak sabar ingin ia jumpai minggu depan.

"Raja singa aman!"

.

.

.

Heuheuheuheu prolog aja dulu, ceritanya mah ntar kalo apple blossom udah kelar.

Takut keburu ilang ceritanya kalo gak dibikin awalannya heuheuheu.

Cerita ini pake latar belakang dan tokoh yang sama dengan cerita yg apple blossom, cuma jalan ceritanya aja yang berbeda (AU) heuheuheu.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya (entah kapan ini di tulisnya :") )

-fiphu-

Singto Krist Story : DelphiniumWhere stories live. Discover now