Part One

1 0 0
                                    

Chicago, Illinois, Amerika Serikat 23.25 AM

Seorang Lelaki dengan pakaian yang serba Hitam itu nampak bersusah payah berlari dengan Peluru yang masih bersarang di Dada kirinya, menyebabkan banyak Darah yang merembes hingga Hoodie Hitam yang Ia kenakan beradu dengan warna Darahnya. Masker Hitam yang Ia pakai telah Ia buang entah dimana, kakinya melangkah dengan tertatih-tatih menaiki tangga darurat menuju Kamar Apartementya di West Loop Lofts, Chicago AS.

Ia sengaja memilih menaiki tangga darurat ini karna jarang yang akan melewati, terlebih lagi lantai yang Ia tuju adalah lantai prioritas VIP tetapi Ia lebih memilih untuk menggunakan tangga darurat demi mencapai Kamarnya. Sesekali Ia tampak mendesah lelah, tinggal beberapa anak tangga Ia akan mencapai Lantai Kamarnya dan masuk ke Kamarnya.
Lelaki itu bernama Sadiel Elric Thompson, berusia 24 Tahun. Seseorang yang berprofesi sebagai PIC atau Pilot in Command pada Maskapai Penerbangan di California yang sedang mengambil Cuti. Bagaimana Ia bisa terkena serangan peluru adalah karna Sang Ayah, Ayahnya yang gila itu telah mengutus Pasukan Khusus Phoenix Raven Amerika yang bertugas untuk menangkapnya. Itu karna Ayahnya, bersikeras untuk memasukkannya dalam Pasukan Rahasia Amerika itu.
Sudah 4 Tahun lamanya Sadiel telah bersembunyi dari Ayahnya -Louis Alexander Thompson- adalah seorang Tamtama tertinggi yang telah menjabat selama 10 tahun dalam Pasukan  Phoenix Raven Angkatan Udara Amerika Serikat. Setelah Sadiel lulus dari United States Air Force Academy di Colorado Springs yaitu sebuah Akademi Militer untuk para kadet Perwira Angkatan Udara AS, Sadiel Memilih untuk berpindah haluan menjadi Pilot dan menetap di California.
Sejak kecil Sadiel selalu di bina oleh Louis layaknya Latihan Militer. Peluru dan Senapan adalah makanan sehari hari Sadiel semasa kecil. Semasa Remaja pun Sadiel tak dibiarkan bebas oleh Sang Ayah untuk menikmati masa Remaja. Ia melaluinya dengan 10 penjaga dengan senjata di setiap sudut kelasnya. Hingga hal itu membuat Sadiel tak memiliki banyak teman, bahkan cinta pertamanya nyaris direnggut nyawanya oleh Louis Sang Ayah.
Sadiel selalu berusaha agar Sang Ayah untuk memberhentikan 10 Penjaga yang membuat seluruh siswa seantero sekolah takut padanya. Ia bahkan pernah mencoba untuk kabur dari pengawasan Penjaga itu hanya untuk pergi berkencan dengan seorang gadis yang Ia sukai -Ashile Eleena Spencer. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Sadiel diseret paksa kala tengah berjalan bergandengan tangan dengan Ashile disebuah taman.
Sadiel benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran Louis, karna semenjak kematian Margareth -Ibunya- Louis menjadi sosok Ayah yang begitu kejam padanya. Tuntutan demi tuntutan Louis berikan pada Sadiel sejak kecil. Selama Ia SMA pun tak akan ada yang peduli dengan keadaan Sadiel yang selalu masuk kelas dalam keadaan yang begitu memprihatinkan. Tak heran wajahnya yang tampan selalu dihiasi plester dan lebam-lebam akibat latihan kejam yang Ayahnya berikan.
Lebih dari pada itu, Sadiel bahkan pernah tidak masuk Sekolah karna Luka Peluru yang Ia terima akibat kesalahannya dalam membidik menggunakan Senapan saat bersama Ayahnya. Sadiel tumbuh tanpa rasa kasih sayang Ayahnya. Rasa kasih sayang terakhir yang Ia terima adalah mendiang Ibunya Margareth, sosok yang begitu Ia jaga dan Ia sayangi. Kematian Margareth terjadi saat Perang besar antar Teroris dan Pasukan Rahasia yang mengancam keselamatan Sadiel dan Ibunya karna status mereka sebagai keluarga dari Tamtama Pangkat Tertinggi di Amerika.
Sadiel menghela nafas berat dengan badan yang bersandar pada Sofa ruang tamu, setelah membuat Apartemennya berantakan. Sadiel akhirnya menemukan kotak obat yang khusus Ia sediakan untuk mengobati luka tembakan. Sadiel telah membuka atasannya yang kini telah memperlihatkan luka tembak yang mendiami Dada kirinya. Ia mengambil kain yang berisikan air hangat untuk membersihkan darah di sekitar lukanya. Dengan terlatih Ia mengeluarkan Peluru berjenis Barret M82 menggunakan Forceps. Meski dengan sedikit ringisan sakit, Sadiel berhasil mengeluarkan Peluru Senapan itu dan kemudian menjahit kembali bagian yang terbuka menggunakan Jarum Hecting dan Need Holder. Ia mengikatnya kuat dan memotongnya dengan Gunting Benang Jahit.
Setelahnya Ia menghela nafas lega, tatapannya menajam ketika melihat ke arah balkon. Dari lantai teratas ini Sadiel bisa melihat 3 Helikopter berjenis Boeing AH-64E Apache Guardian nampak mulai menjauhi area Apartemen miliknya. Suasana malam yang gelap ini tak memudarkan penglihatan tajam Sadiel ketika melihat Ayahnya menatap Apartemennya dengan pandangan yang sulit diartikan dari atas sana. Sadiel menyadari, tidak ada lagi waktu yang dapat Ia gunakan untuk terus menghindari Ayahnya. Karna cepat atau lambat, Louis benar-benar tidak akan melepaskannya.

SADIEL-ONE SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang