Dia

12 8 0
                                    

Setelah teriakan menggelegar yang kulakukan, kedua orang tuaku tiba-tiba membuka pintu kamarku. Aku masih terdiam dan berdiri di dekat jendela. Setelah mendengar pintu kamar dibuka, aku pun membuka mata dan melihat kedua orang tuaku dari bayangan kaca jendela.

Aku membalikkan badan dan berhambur ke pelukan Ibuku yang menatapku dengan sangat khawatir. Sementara itu, Ayahku memeriksa jendela kamar dan melihat keluar.

"Tidak ada apa-apa diluar," ujar Ayahku setelah benar-benar memeriksa jendela dan keadaan di luar rumah. Tapi masalahku bukan itu, melainkan ada sosok yang kulihat jelas sedang berada dikamarku!

"Kamu kenapa teriak malam-malam? Mukamu juga pucat," ujar Ibuku lembut dan menangkup kedua pipiku. Aku benar-benar ketakutan sekarang.

"T-tadi.. A-aku lihat hantu!" jeritku dengan nafas tersenggal.

Kulihat raut wajah Ibu yang mengernyit heran. Ayahku juga menghampiriku dan menempelkan punggung tangannya ke dahiku.

"Sepertinya kamu demam," ujar Ayah.

Aku melotot tak percaya. Jelas-jelas tadi ada seseorang di kamarku. Dan aku yakin dia itu laki-laki! Oh astaga, apa yang akan dia lakukan kepadaku?!

"Sayang, sebaiknya kamu istirahat. Pulang sekolah tadi kamu kehujanan kan? Pasti karena itu kamu demam dan jadi ngelantur begini," ujar Ibuku membela Ayah. Oh ayolah, jadi kalian anggap aku hanya mengigau?! Hey, ini nyata!

"Tidak! Aku melihatnya! Tou-san, Kaa-san, dia muncul dibelakangku! D-dia.. Tinggi! Dan suaranya terdengar jelas! Dia ada dikamarku!" ujar ku dengan ketakutan yang sangat kentara di raut wajahku.

Ayah dan Ibuku hanya menatap kasihan kepadaku. Aku yakin mereka tidak akan percaya dengan yang kuucapkan. Lagipula aku sudah 16 tahun dan aku berbicara seolah-olah aku adalah bocah 6 tahun yang sedang mengalami mimpi buruk. Tapi— argh, itu tadi nyata! Iya, kan?

"Kalian pasti tidak percaya ya? Apa aku tadi ngelantur ya?" ucapku lirih.

"I-iya.. Kamu kecapean jadi seperti ini. Sebaiknya kamu istirahat ya," ucap Ibuku disertai anggukan kepala Ayahku.

Aku pun dengan perasaan yang masih takut berjalan menuju kasurku. Aku duduk ditepinya sebelum berbaring dan menyelimuti tubuhku.

"Mau Kaa-san temankan?" ucap Ibuku yang kemudian duduk ditepi kasurku.

Aku menggeleng dengan lemah. "Tidak perlu, aku baik-baik saja," ujarku berusaha tersenyum menatap Ibuku.

"Baiklah. Mimpi indah, sayang," ucap Ibuku mengecup dahiku dan beranjak keluar, sebelum itu ia akan mematikan saklar lampu.

Kegelapan menyelimuti kamarku. Aku menutup sebagian wajahku dengan selimut. Entah kenapa aku merasa kembali seperti gadis kecil berusia 6 tahun yang takut kegelapan. Dan memang kenyataannya aku sedang merasa 'takut' sekarang. Entahlah, seperti ada seseorang yang memperhatikanmu, namun hanya kau seorang diri disini. Ya, seorang diri.

Aku berusaha menutup mataku dan pergi ke alam mimpi. Berusaha melenyapkan rasa takutku dengan membayangkan sesuatu yang mengalihkan pikiranku.  Seperti saat aku terjatuh dari sepeda dengan mata yang berkaca-kaca. Oh, itu terlihat menggemaskan. Atau.. Terjatuh dari pohon mangga milik tetanggaku yang sangat galak. Aw, itu menyakitkan. Atau..

Kriett..

Aku menurunkan sedikit selimut dan melihat pintu kamarku terbuka. Sosok siluet Ibu terlihat dengan kepalanya yang menyembul ke dalam kamarku. Ia kemudian bertanya.

"Belum tidur?"

"Belum. Ah, tidak bisa sepertinya," ujarku kemudian duduk dengan Ibuku yang juga duduk di ujung kasurku.

(Un)TouchableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang