Pulang Kembali Ke Pelukanmu

32 3 0
                                    

Tak ada satu kata yang bisa keluar dari mulutku ini, disaat engkau mengatakan "Pulanglah Nduk...!". Ada degup di jantungku yang selalu memburu dalam ragaku, rasa pahit tiba-tiba muncul di lubang tenggorokan hingga ku tak kuasa untuk mengatakan... "Akupun ingin segera pulang...!". Kerinduan yang mendalam tiap kali hadir dalam langkah hidupku. Rindu bukan hanya sekedar pada aroma menggoda dari masakanmu, rindu pada manisnya ramuan teh hangatmu, rindu pada legitnya brownis andalanmu. Tapi kerinduan yang benar-benar menusuk di dadaku hingga aku tak sanggup menarik nafas. Rindu akan pelukan hangat dan kidung petuahmu untuk anakmu yang jauh di perantauan.

Tujuh tahun adalah lamanya waktu yang kuhabiskan untuk meninggalkan kampung halamanku. Meninggalkan orang yang kukasihi, meninggalkan kenangan indahku, meninggalkan semua impian kecilku. Jalanan kampung yang rindang dan teduh oleh pepohonan, sawah yang membentang hijau hingga tak sanggup mataku mencapai ujungnya pematang, riuh canda tawa anak-anak bermain di aliran sungai yang bening sambil mencari keong mas. Aroma bau asap dari sisa pembakaran jerami padi dan gabah terasa masih tersisa di lubang hidungku. Suara ribut dari barisan bebek yang dikomandoi oleh seorang gembala. Cukup dengan lambaian kain perca berwarna yang terikat di sebuah tongkat ranting, kumpulan hewan unggas ini sudah tertib mengikuti jalannya sang gembala.

Kehidupan yang guyup rukun di antara para tetangga. Tegur sapa yang selalu renyah terdengar di setiap saat perjumpaan.

"Sugeng enjing mbak...!", "Nyuwun sewu Budhe... ", "Monggo mbak... tindak sekolah nggih!!!".

Sapaan hangat dari Ibu RT 001 di ujung gang rumahku, setiap pagi disaat aku melewati rumahnya. Kadang aku selalu mengharap sapaan itu hadir disetiap pagi, walau ada satu hal yang cukup kunantikan di tiap pagi. Yaitu, "Ikut Mas Wisnu wae mbak, kan satu arah sekolahnya!". Ojek gratis tiap pagi, sosok Mas Wisnu yang rapi, wangi, ramah dan lumayan ganteng, cukup membuat iri kakak kelas dan teman satu sekolah. Sempat jadi pergunjingan di antara teman bahkan tetangga di sekitar rumahku mengenai kedekatanku dengan Mas Wisnu.

"Wes, jodohkan saja Puspa dengan Wisnu, Bu Upik...!" atau "Kae, Mas Wisnu karo Puspa sudah pacaran ya?".

Beberapa kalimat celotehan para tetangga yang pernah kudengar saat itu. Tapi semuanya berlalu begitu saja saat Mas Wisnu melanjutkan pendidikan di Yogyakarta.

"Mbak, numpak becak aja yok, nanti terlambat lo!".

Kalau yang satu ini adalah tawaran Pakdhe Mijan, tetanggaku sekaligus tukang becak langganan ibuku. Aku sering menolaknya, karena setelah diantar sampai sekolah pasti Pakdhe Mijan tidak mau dibayar dengan alasan sekalian mengantar anak bungsunya yang kebetulan sekolahnya tak jauh dari sekolahku. Atau tawaran dari Bulik Poni yang selalu menawariku Onde-onde atau Susu Kedelai.

"Ayo Mbak Puspa dibawa saja Onde-ondenya, opo susu kedelainya!. Wes... gampang nanti Bulik minta uangnya sama ibu di rumah!".

Tawaran yang sebenarnya sedikit memaksa, tetapi kalau dicermati, ini adalah trik dagang dari Bulik Poni supaya dagangannya cepat habis. Diawali dengan tawaran yang menggiurkan tetapi diakhiri dengan keharusan membayar, walau ibuku yang tertagih. Benar-benar trik dagang yang halus dan lugu.

Ada kebiasaan dalam hidup keluargaku yang mungkin merupakan gaya hidup dari semua keluarga. Yaitu berkumpul bersama di akhir pekan atau bahasa kekiniannya Quality Time. Apapun bisa kami lakukan di saat akhir pekan, kerja bakti bersihkan rumah, masak bersama ibu di dapur, pergi ke pasar beli jajanan pasar, atau mengundang kerabat untuk makan bersama menikmati masakan lezat dari koki andalan di keluargaku. Canda tawa dari ayah, ibu, kakak dan adikku masih terbayang di pelupuk mataku. Kakakku yang jail dan terus menggangguku dan adikku. Teriakan ayah yang berusaha membela adik kecilku yang manja. Helaan nafas ibuku yang selalu sabar melihat ketiga anaknya yang selalu buat ribut kalau sedang berkumpul bersama. Kami selalu berebut porsi brownis buatan ibu yang rasanya jauh lebih legit daripada produk bakery manapun. Seduan ramuan teh tubruk yang hangat dan manis menemani brownis terlezat. Biasa kami nikmati di teras belakang rumah sambil memandangi tanaman buah dan sayuran hasil kepiawaian ayahku dalam bercocok tanam.

 Pulang Kembali Ke PelukanmuWhere stories live. Discover now