Ketuk di sini untuk mulai menulis
"Kelak taburkan abuku di luasnya semesta. Agar aku menyatu dengannya."
"Iya, Sayang. Abuku juga. Dan kelak kita akan menjadi satu. Menjadi partikel debu...."
"Sederhanakan? Aku tak akan menunggumu di pintu surga atau pintu neraka, karena aku tak percaya....," kata Daniel bersemangat.
"Sudahlah, Sayang..., tak baik ngomong kayak gini. Lebih baik kita pulang!" Ajak Joash.
"Sebentar..., Kita belum melihat kembang api. Kau ingat tujuan kita ke sini kan?" "Iya, Dan...."
"Mulai deh panggil nama, aku gak suka kalau kayak gitu!" sungut Daniel. "Sayang..., gak boleh ngambek ntar jelek!" Tangan Joash yang jail mulai beraksi menggelitiki Daniel.
Tawa memenuhi malam itu. Semilir angin pantai bertiup dingin menerpa tubuh dua lelaki itu. Celotehan dari keramaian di pantai ini menghiasi malam perayaan tahun baru.
"Sayang, lihat ke langit!" perintah Daniel.
"Indah. Penuh warna. Aku ingin seperti mereka. Menghiasi langit dengan warnanya," decak Joash.
"Setiap manusia memiliki warnanya sendiri. Seperti kita, dan tak perlu kita merubahnya," kata Daniel.
Joash menaikkan alisnya. Kerutan muncul di dahinya. Heran. Tak pernah sekalipun Daniel berkata seperti itu. Dingin malam tak mereka rasakan. Kehangatan cinta mengalahkannya.
"Kau suka, Sayang?"
"Lebih dari suka. Bukan karena kembang api itu. Tapi karenamu. Bersamamu." Daniel memeluk Joash dengan erat. Seakan tidak mau kehilangan Joash.
"Kita tak akan pernah terpisah. Karena cinta tak pernah gagal menyatukan dua insan yang diikatnya," tutur Daniel.
"Aku mencintaimu. Dulu. Kini dan esok," bisik Joash. Bunyi terompet mengisi telinga Joash dan Daniel. Memekakan telinga namun tak menghalangi kedua insan itu untuk mendengar bahasa cinta di antara keduanya. Setelah menyaksikan pertunjukan kembang api, mereka pun pulang ke apartemen.
***
Malam kembali menyapa Manila. Ribuan lampu dari gedung-gedung yang nyaris menyentuh langit menghiasi pekatnya malam. Bintang seakan tak mampu menyaingi lampu-lampu itu. Daniel bersiap untuk bekerja. Setidaknya itulah sebutannya. Meski sebenarnya tak layak disebut pekerjaan. Sedangkan Joash tengah sibuk mengerjakan tugas kuliahnya. Sebuah setelan kemeja rapi melekat di tubuh Daniel yang atletis. Sesekali ia merapikan rambut spike-nya. Daniel melihat bayangannya di cermin. Sempurna. Wajahnya terukir dengan rupawan, mata coklat yang tajam, hidung yang mancung menambah ketampanannya. Kulitnya yang coklat terkena lampu di dekat cermin yang menambah keeksotisannya.
"Aku harap kau tak akan melakukan hal ini setiap malam. Aku akan mencari informasi pekerjaan yang lebih baik," ucap Joash saat melihat Daniel tengah berdandan.
"Sudahlah, Sayang. Kau tak usah khawatir." Daniel menyentuh pundak Joash untuk menenangkannya.
"Bagaimana aku bisa tenang, kalau kau selalu ke tempat yang tak aman itu," batin Joash. Selengkung senyum menghiasi wajah Joash yang putih. Tanpa banyak bicara Joash mengantarkan Daniel sampai ke pintu dan berharap dia akan kembali dengan utuh.
***
Lampu remang-remang dan berkelip-kelip menghiasi tempat Daniel berada sekarang. Suara musik yang bergema mengisi ruang dengarnya. Hidungnya tak luput mencium bau alkohol dan rokok yang menyengat. Puluhan lelaki tengah asyik menari mengikuti irama musik. Beberapa dari mereka tampak tak sadar, dikuasai alkohol. Pemandangan seperti itu tak asing lagi untuk Daniel. Semuanya tampak biasa. Setelah sampai di ruang ganti Daniel melepas semua pakaiannya. Hanya meninggalkan celana dalam yang membungkus bagian intimnya.