4

209 36 2
                                    

Sesampainya di gedung pernikahan, aku bisa melihat ada begitu banyak tamu yang diundang. Tamu terhormat yang membuatku sejenak kagum dan sadar bahwa Suho bukanlah orang sembarangan. Karena ada begitu banyak membuatku dan Sehun harus mengantre untuk menemui pengantin.

“Hai, kak Irene!” sapa seseorang membuatku menoleh. Senyumku mengembang saat mendapati Krystal memelukku dengan hangat untuk basa-basi. Dia adalah salah satu temanku juga sebagai model. “Jadi ini kekasihmu yang baru?”

Aku menoleh ke Sehun yang bertampang tak acuh, aku menggeleng sebagai jawaban dan tertawa. “Yang benar saja, dia sudah kuanggap adik.”

Eii~ siapa yang tahu?” tanya Krystal masih asyik menggodaku.

“Kau sendiri dengan siapa ke sini?” tanyaku mengalihkan topik.

Krystal menjawab, “Dengan Kai, tentu saja.”

	Pria yang dimaksud datang dan memberi salam padaku, tak lupa memeluk pinggang temanku dengan mesra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria yang dimaksud datang dan memberi salam padaku, tak lupa memeluk pinggang temanku dengan mesra. Iri, jelas aku merasakan itu sekarang.

Di antara lelucon yang tak berarti dan percakapan yang terkesan monoton, aku rasa sejauh ini sikapku tampak terlihat baik-baik saja. Nyatanya mereka tidak menunjukkan raut bahwa aku terlihat aneh karena menghadiri pernikahan mantan kekasihku sendiri.

Hingga akhirnya aku ditarik Sehun untuk segera menemui Suho serta mempelai wanitanya. Aku tersenyum, sebaik mungkin menutupi gemuruh dalam dada yang rasanya menyesakkan rongga dada. Semakin aku melangkah, semakin dekat jarak di antara kami.

	Tatapanku tak juga lepas dari Suho yang sama-sama tak mengalihkan pandangannya dari mataku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapanku tak juga lepas dari Suho yang sama-sama tak mengalihkan pandangannya dari mataku. Aku mencoba terlihat tegar sampai kini berdiri di hadapannya dengan raut yang sulit kutebak. Tapi …

“Selamat atas pernikahanmu, Suho.”

… aku tahu ini takkan bertahan lama. Di depannya, aku terus berpikir. Tentang momen terakhir saat kami berdua berpisah. Kejadian itu berulang kali berputar dalam kepalaku, tanpa bisa berhenti walau aku sudah meminta dengan berseru lantang dalam hati.

“Aku minta maaf …”

Untuk apa?” tanyaku waktu itu dengan tangisan yang sudah membajiri pipi.

Kita harus berpisah di sini. Aku tak bisa melanjutkan hubungan ini lebih jauh. Aku minta maaf.”

Di sore hari dengan sinar matahari tenggelam yang terik itu, Suho berbalik memunggungiku. Dia membiarkanku berdiri sendiri di pinggir sungai Han dengan keadaan yang menyedihkan.

Hati-hati …” adalah kalimat terakhirmu sambil berjalan menjauhiku dengan cepat. Perpisahan polos kita yang sederhana namun memberikan luka yang membekas dalam hatiku.

	Aku mengulurkan tangan dengan harapan dia akan menerimanya, akupun sangat berharap dia segera membalas jabatan tanganku agar aku bisa segera pergi dari sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengulurkan tangan dengan harapan dia akan menerimanya, akupun sangat berharap dia segera membalas jabatan tanganku agar aku bisa segera pergi dari sini. Ruangannya luas, tapi aku merasa sesak luar biasa.

“Hati-hati …” adalah kalimatku yang terkesan konyol untuk didengar. Suho menerima uluran tanganku dengan erat, walau tak lama aku bisa mendengar ayah Suho berdeham karena masih banyak tamu yang harus mantan kekasihku jamu.

Aku melakukan hal yang sama pada mempelai wanita yang bernama Ha Yeon Soo. Tersenyum miris seperti orang bodoh sambil memberikan ucapan selamat dan berlalu begitu saja.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













***

Sehun meninggalkanku sendiri di rooftop yang ada di gedung pernikahan Suho. Membiarkanku menangis sendirian dan berteriak tak jelas untuk melepaskan sesak yang daritadi mempermainkanku di depan altar.

Sakit ini membuatku spontan memukul-mukul dada karena tak tahan. Aku tak berkata banyak, hanya terus menangis seperti orang gila.

“Lupakanlah Irene! Lupakan semuanya!” ucapku bermonolog. “Kau harus melupakannya dari sekarang.”

This Love Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang