1

32.2K 1.7K 24
                                    

"Mama nggak mau tahu, pokoknya mama sudah ngirim uang semester kamu. Kalau tiba-tiba uang itu hilang berarti bukan tanggung jawab mama lagi." Ucap mama tadi malam  saat aku memberitahu kalau uang kiriman beliau ternyata hilang.

Sebenarnya bukan hilang sih, aku hanya mencoba mengarang cerita. Uang itu masih ada, meskipun saat ini uang itu tidak ada padaku. Meta, uang itu ada di Meta. Meta sahabatku dari semester satu. Sahabat yang paling mengerti aku.

Mama pasti tau kalau aku berbohong, makanya beliau tidak mau mengirimkan uang lagi kepadaku. Mama adalah orang yang paling tau aku.

Tiga hari yang lalu Meta datang ke rumah kost ku dengan berurai air mata. Lalu mengalirlah cerita tentang keluarganya yang ada di Banjarmasin sana yang mengalami musibah. Ayahnya mengalami kecelakaan saat bekerja dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Meta berkeinginan memastikan keadaan ayahnya dengan pulang ke Banjarmasin, akan tetapi dia tidak mempunyai uang sama sekali. Uang kiriman dari orang tuanya hanya cukup untuk kebutuhan tiga hari ke depan sedangkan ibunya tidak bisa mengirimkan uang jatah bulanan karena terpaksa di pakai untuk biaya perawatan ayahnya yg katanya harus segera dioperasi karena mengalami benturan cukup keras di kepalanya.

Dan... begitulah akhirnya, saat itu juga aku ke mesin ATM depan kampus untuk menarik sejumlah uang. Yang bisa ku bilang cukup banyak. Karena uang itu adalah uang jatah kehidupanku selama sebulan kedepan, uang registrasi semester, juga uang untuk pendaftaran pengajuan skripsiku. "Makasih banyak, Ra. Kamu selalu bisa di andalkan, kamulah yang terbaik," ucap Meta sambil memelukku saat itu.

Keesokan harinya Meta langsung terbang ke Banjarmasin untuk memastikan kondisi ayahnya. Lega bisa membantunya tapi aku juga bodoh. Gimana dengan kehidupanku satu bulan ke depan? Uang di dompetku hanya tersisa untuk kebutuhan satu minggu saja. Bagaimana dengan uang untuk registrasi semester dan skripsi? Lagi pula aku juga tidak tahu kapan Meta akan mengembalikan uang itu kepadaku. Harus cari uang dimana aku? Bodoh bodoh.

***
"maaf Ra, aku gak bisa bantu," lirih Rena. Rena adalah penghuni kamar sebelah. Orang ketiga yamg aku minta bantuannya untuk memberikan pinjaman uang kepadaku. Memang dengan nominal yang cukup besar, tentu saja tidak ada mahasiswa yang bisa meminjami uang itu. Mereka kan juga masih menadahkan tangan ke orang tuanya, sama seperti aku.

Kalau jujur ke mama, pasti aku akan mendapatkan omelan dan bahkan tidak boleh lagi berteman dengan Meta. Entah kenapa mama selalu tidak menyukai Meta. Ada saja alasan yang beliau sampaikan. Entah itu Meta yang sering memanfaatkan kebaikan ku atau pun Meta yang sering membohongiku. Tapi yang aku tahu pasti, aku merasa nyaman bersahabat dengan Meta.

***
Setelah berfikir cukup lama akhirnya aku memutuskan. Aku akan mendatanginya, ya aku akan meminta bantuan mas Aryo. Aku yakin dia bisa membantuku. Bukankah dia selalu ada di tiap kesulitannku?

"Banyak banget, Ra," desah mas Aryo sambil menyandarkan punggungnya di teras rumahnya yang mungil. Rumah hasil keringat mas Aryo sendiri. Rumah yang ditempatinya sejak dua tahun yang lalu yang berjarak hanya seratus meter dari rumah kost ku.

"Gimana terus, Mas?" aku terserang kepanikan takut mas Aryo tidak mau membantuku setelah aku menceritakan masalahku kepadanya. Tentu saja cerita versi asli, tanpa kebohongan yang aku karang seperti yang aku sampaikan ke mama.

"Kalau aku gak bisa bayar ntar gimana nasibku semester depan? Gimana skripsiku?" mataku sudah mulai berkaca-kaca.

"Gini aja deh, Ra," ucapnya sambil menatap mataku. "Kamu pakai uang Mas dulu, Mas kebetulan nggak perlu kok, nggak usah mikir balikinnya," lanjutnya.

Seketika aku membelalakkan mata. "Ma... maksudnya gimana ya, Mas?" aku tergeragap.

"Kamu pakai aja uang mas, gak usah dikembalikan lagi ke mas," ulangnya.

PART TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang