"Whatever will happen i'm still here, Ca."
Kubaca berulang - ulang. Kubaca dari posisi duduk hingga berbaring lalu duduk lagi. Kalimatnya singkat, tapi dalam bagiku. Ditambah percakapanku dengan Fadlan sore kemarin. "Ca, kalau kamu takut aku pergi dari sini, jangan khawatir. Aku janji, bakal ada terus sampai kamu lulus dari SMA ini. At least, sampai kamu dan aku pegang ijazah yang sama."
Hanya kuiyakan, tapi harapanku besar. Apalagi aku, perempuan yang pandai menyimpan harap kepada siapapun. Ditambah pesannya malam tadi, perempuan mana yang tidak berharap sebesar itu? Kalau ada yang melihat keadaanku sekarang, mungkin bisa dikatakan gila level maksimal karena sedari dua jam yang lalu aku duduk-berdiri-berbaring begitu terus seterusnya sembari membaca pesan dari Fadlan.Misha, namaku. Mungkin perlu kuperkenalkan singkat situasi yang membuatku ingin berguling - guling sekarang ini. Dua bulan yang lalu, seseorang mengirim pesan di instagramku. Hanya sapaan biasa, kubalas dengan sesuka hati pula. Beberapa kali ia bertanya mengenai aku, kujawab singkat singkat seperlunya saja. Lalu, malam itu dia meminta nomor pribadiku. Awal mula dari segala situasi ini, aku dan Fadlan saling bertukar cerita. Fadlan, namanya. Kuberi nomor pribadiku karena aku dan dia satu SMA. Hanya sebelumnya aku belum pernah mengenal siapa Fadlan. Tak kenal maka tak sayang? Kedekatan kita hanya sebatas bertukar cerita dan berbalas pesan, tapi kukira hanya cukup itu. Tapi Fadlan tidak cukup hanya sebatas itu. Beberapa kali ajakan jalan - jalannya kutolak, beberapa kali juga Fadlan sering merasa kecewa karena penolakanku. Tapi, kukira dia menyerah? Tidak. Fadlan menghubungi teman - temanku dan ikut bergabung saat aku dan teman - temanku sedang bercengkrama di sebuah coffe shop. "Ah, anak ini nggak ada nyerahnya, Din." Keluhku pada Dinar, sepulang dari coffe shop itu.
"Namanya juga usaha, Sha."
Kala itu, siklusnya selalu sama. Kutolak ajakan Fadlan-Fadlan tidak putus asa-Fadlan menyusul saat aku dan teman - temanku nongkrong. Selalu begitu sampai entah ada angin lewat apa kuiyakan ajakan Fadlan jalan - jalan tanpa temanku. Rasanya canggung juga campur aduk pula.
Sampai pada, Fadlan hampir menyerah dan kembali kutarik lagi uluranku agar dia tidak menyerah. Rasanya seperti tidak rela jika Fadlan sudah tidak mengganggu hidupku lagi. Ya, Fadlan akhirnya memintaku untuk menjadi pacarnya. Sebuah hal yang mencengangkan, Fadlan nekat ke rumahku dan menemui ayahku. "Aku udah capek, Sha. Kalau kamu mau sama aku, ayo kita pacaran. Kalau kamu nggak mau, aku nggak maksa dan udah nggak akan hubungin kamu lagi." Perkataan Fadlan saat itu berhasil membuatku mengangguk dan berkata, "ayo dicoba aja."
14 Mei 2022, hari dimana Fadlan mengungkap itu dan aku mengiyakan ajakannya.
Tapi, siapa sangka? bersama - sama Fadlan tidak semudah yang kukira. Siapa sangka akan jadi masalah yang komples di tahun tahun selanjutnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me?
Teen Fiction"Jika kamu tidak abadi dalam hidupku, maka abadilah kamu dalam tulisanku." Mantra itu terus kurapal, berharap besar untuk dia terus abadi bersamaku. Namun semesta berkata, tidak. Sekalipun kupaksa, dia hanya ada untuk sekadar lewat dalam hidupku.