#PROLOG#

20 0 0
                                    

-{Hari berlalu, waktu terus berjalan, wajah-wajah manusia pun silih berganti dengan ekspresinya masing-masing. Kisah cinta 2 insan yang terlalu polos, seakan-akan seperti kertas putih yang belum ada coretan sedikitpun.}-

.

.

Aku adalah anak perempuan yang berpenampilan sederhana dan tak terlihat istimewa. Walaupun orang tuaku sangat berkecukupan, tapi aku tak suka bermewah-mewahan. Aku sangat menyukai kesederhanaan.  Aku juga tidak suka terlalu pemilih dalam hubungan pertemanan, bagiku semua sama. Hanya saja aku perlu selektif agar terhindar dari pengaruh negatif. Usiaku masih 16 tahun, 3 bulan lagi aku berulang tahun dan itu artinya usiaku menjadi 17 tahun. Aku duduk di kelas 3, tingkat SMK. Hidupku begitu sepi. Orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jadi aku hanya di temani oleh asisten rumah tanggaku. Terkadang aku merasa kesepian. Tapi aku beruntung mempunyai orang tua dan sahabat yang masih peduli padaku.

Dan inilah kisahku....

.

                                                                       #*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*#

.

"Kriiiiiing.....!" bunyi bel sekolah yang memecah lamunanku.  Aku pun segera beranjak dari dudukku dan bergegas menuju kelas. Aku terus berjalan menyusuri koridor dan "BRUKKK!", seorang laki-laki dengan darah mengalir di kedua lubang hidungnya menabrakku. "Sorry sorry, gua buru-buru" sambil menyeka darah yang ada di hidungnya. Aku menatapnya heran dan hanya menganggukkan kepala. Baiklah aku harus bergegas ke kelas, aku yakin kelas sudah dimulai. "Assalamu'alaikum" ucapku di depan pintu kelas. "Wa'alaikumussalam" seisi kelas serentak menjawab salamku. Syukurlah tidak ada guru di kelas, menurut teman-temanku, semua guru sedang ada rapat untuk membicarakan ujian nasional. 

"Wah senangnya hari ini kita tidak ada guru" ucap Lia. "Iya nih li, mantap djiwa ya hehe,"sahut Dea. "Ehh cuy, pulang sekolah main yuk, cari spot unik buat poto" ajak Dea. Memang temanku yang satu ini sedikit gaul yang katanya "generasi milenial". "Yah maaf ya aku ga bisa ikut, mau bertapa di kamar", hehe. jawabku memasang wajah melas dan berharap sahabat-sahabatku ini  bisa mengerti. "Yahhhh, tapi gpp deh kalo emang ga bisa"timpal Lia. "Makasih banget ya kalian udah mau jadi sahabat aku dan mau ngertiin aku, aku harap kalian ga bosen sama aku". "Iya sama-sama, kita juga seneng ko punya sahabat yang baik kaya kamu, ya kan Lia?". Lia mengangguk tanda bahwa iya meng-iyakan ucapan Dea. 


#Sepanjang jam kosong pelajaran, semua hanya asik mengobrol.

Maklum lah sekolahku ini adalah sekolah teknik yang mayoritas siswanya adalah laki-laki. Namun beberapa tahun terakhir mulai banyak siswi perempuan masuk ke sekolah ini, termasuk aku. Keadaan sekolah teknik ini sangat kontras dengan keadaan sekolah menengah atas/umum biasanya. Kita lebih banyak mendapatkan pendidikan praktik secara langsung daripada teori. Anak-anak disini nakal dan malas, namun masih banyak juga yang rajin. Meskipun malas dalam pelajaran formal, namun siswa dan siswi disini banyak mengukir prestasi di bidang lain. Biasanya mereka mendapat juara di bidang olahraga, seni, maupun sastra bahasa. Di sisi lain aku bangga, aku pun salah satu yang menyumbang piala dalam bidang seni, yaitu seni tari bersama 4 temanku yang lain. Namun itu untuk terakhir kalinya, karena aku sekarang sudah kelas 12, jadi harus fokus untuk ujian nasional mendatang. Tidak seperti di sekolah menengah atas yang mayoritas perempuan, disini tidak terlalu banyak drama yang biasanya mereka ciptakan. Disini damai, Laki-laki dan perempuan sama, namun perempuan lebih di istimewakan. 

Tak terasa bel pulang pun berbunyi. Aku pulang sendirian karena sahabat-sahabatku pergi. Ya, aku menyusuri jalan demi jalan sendirian. Sepi sekali, biasanya aku, Lia, dan Dea pulang bersama. Namun hari ini...hufft...menyebalkan."Laki-laki itu..!. Siapa dia?, kenapa tadi ada di sekolahku, dan sekarang...?". "Aku harus cari tau!" aku memutuskan untuk mengikutinya. Sampailah aku pada sebuah rumah yang sangat mewah,  dengan desain bangunan berarsitektur modern dan elegan. Aku berdiri di balik pohon dan hanya memperhatikannya dari jauh. Tak lama seorang perempuan berpakaian seperti asisten rumah tangga membukakan gerbang untuknya. Sepertinya ia memang orang kaya. Aku masih bingung meperhatikannya dengan seksama. Tiba-tiba ia keluar dengan motor seperti pembalap berwarna putih, dan ya.. sangat tampan dan juga gagah. Sampai-sampai aku tak berkedip melihatnya. Oh tuhan, mengapa kau ciptakan manusia setampan itu. Dosa kah aku jika terus memandangnya seperti ini, mata ku rasanya tak ingin berpaling. "Ting..ting..,ting..ting" suara handphoneku berbunyi, sontak aku terkejut, dan ternyata ibuku yang menelponku. "Rin.., Arini kamu dimana?, bi siti bilang kamu belum pulang." tanyanya dengan nada gelisah. "Cepat pulang, hati-hati di jalan, ibu pulang agak terlambat ya, kerjaan ibu di kantor lagi banyak nih, gpp kan?". "Iya bu gpp, aku masih di jalan, sebentar lagi aku pulang". Walaupun ibuku  sibuk, tapi ia masih tetap memperhatikan aku. 

.

.

.

"Brughh" kuhempaskan tubuhku di kasur, nyaman rasanya. Kurang lebih begini lah penampakan kamarku.

Tidak luas, tidak juga mewah namun sudah sangat nyaman buatku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak luas, tidak juga mewah namun sudah sangat nyaman buatku. Entah kenapa aku lebih suka kamar yang seperti ini, minimalis tapi sangat elegan. Biasanya aku selalu menghabiskan waktu dengan membaca berbagai buku fiksi di dekat jendela, dan ditemani secangkir kopi latte kesukaanku. Dengan begitu aku bisa melupakan masalah yang sedang aku hadapi. Tak pernah bosan dengan kamar manisku ini, selalu ingin menikmati setiap detik di sini.

Sepuluh menit ku baringkan tubuh di kasur, larut pikiranku dalam ketenangan. (Senyum-senyum sendiri) tak sadar aku membayangkan wajah laki-laki itu, wajahnya manis sekali, mungkin usianya sekitar 19 tahun. "GUBRAKKK" suara pintu yang di dobrak terdengar dari arah depan rumah, aku terkejut bukan main. Aku segera bersembunyi di balik lemari, keringat dingin ku bercucuran, aku takut. Sepertinya itu orang jahat yang ingin mengambil barang-barang berharga di rumahku. Aku berusaha untuk tenang. Beruntung di dalam lemari ada tongkat baseball milik ayahku dulu. Ku pegang erat untuk berjaga-jaga apabila penjahat itu masuk ke dalam kamarku. Aku tidak tau bagaimana kondisi bi Siti saat ini, aku berharap ia baik-baik saja. "Ceklek" kudengar suara pintu kamarku terbuka. Tanganku semakin gemetar tapi aku berusaha untuk tenang. Kuberanikan diri mengintip dari celah pintu lemari, mataku terbelalak, penjahat itu ada di kamarku!. Ia memakai topeng putih. Ingin aku menjerit, tapi segera ku tutup mulutku kuat kuat. Penjahat itu masih saja mondar-mandir di kamarku. Ya, aku bersembunyi di lemari dan ia menuju ke arahku, "oh Tuhan..tolong aku!". Ia berjalan pelan sembari mengamati lemariku. Aku menyiapkan tenaga, mental, dan kutarik napas panjang-panjang. Kuberanikan diri, dan kubuka lemari tempat persembunyianku dengan tiba-tiba, lalu kupukul kepalanya dengan tongkat baseball yang sedari tadi ku pegang erat. Kupukul dengan cukup kuat, hingga ia tersungkur dan pingsan dengan posisi terlentang. Aku takut, panik, dan bingung harus berbuat apa. "Apa dia mati?, Ya Tuhan kuharap ia tidak mati, akau tidak ingin di penjara karena telah membunuh seorang penjahat, astaga... bagaimana ini..?". Kulihat-lihat dan ku perhatikan apa dia masih bernafas atau tidak. Ku colek-colek lengannya dengat telunjuk ku. Aku penasaran dan kubuka saja topeng putih yang ia kenakan. Mataku terbelalak untuk kedua kalinya. "Ya Tuhan..." wajah tampan yang kulihat di sekolah, dan di jalan tadi. Buru-buru ku tengok jendela kamarku yang mengarah ke depan rumahku. Kupastikan apa benar dia orangnya. Kulihat tak jauh dari rumah ku, ada motor putih yang ia kendarai tadi. Fix! Benar dia orangnya!. "Kenapa dia melakukan ini?, apa yang dia inginkan? apa maksud dari semua ini?". Ku cek nafas di hidungnya, dan syukurlah dia masih hidup. Tapi aku takut, harus ku apa kan dia?. Tapi entah mengapa aku merasa dia orang baik. Aku tidak merasa terancam melihat wajahnya. Aku merasa tenang memandangi wajah teduhnya.

.

.

.

.

.

.

.

Hai hai.. makasih yang udah baca karya aku, aku baru banget bikin cerita ini dan baru banget ada niat buat publish this story. Gak tau kenapa pengen bikin karya sendiri, setelah lama cuma baca-baca karya orang. Maaf ya kalo di cerita aku ini ada salah ketik atau bahasa yg kurang di pahami. Aku berharap kalian bisa support aku. Makasih ya semuaaaaaanya... Tunggu kelanjutannya ya. Love youuuuu...... Hug and kiss from me.


GADIS SENJAWhere stories live. Discover now