.:: Prolog ::.

1.8K 174 16
                                    


Di salah satu sudut Kota Bandung, di sebuah rumah yang tidak terlalu mewah namun juga tidak sederhana, hiduplah seorang bocah lelaki yang baru memasuki usia 6 tahun. Bocah ini tinggal bersama ayah dan ibunya serta seorang kakak laki-laki yang sangat menyayanginya. Selain keluarganya, bocah laki-laki ini juga disayang oleh guru dan teman-temannya di sekolah karena dia baik, ramah dan juga menggemaskan.

Bisa dibilang, hidup bocah ini sempurna. Kebahagiaan dan kasih sayang terus membanjiri kehidupannya. Tapi, yang namanya roda kehidupan itu selalu berputar bukan? Begitu pola roda kehidupan bocah laki-laki ini.

Suatu hari, keluarga bocah laki-laki ini berlibur bersama ke pantai dengan mengendarai mobil baru mereka yang tentu saja disupiri oleh Sang ayah. Si kakak laki-laki duduk di depan, sementara Sang ibu menemani si bocah duduk di belakang.

Awalnya, semua berjalan mulus dan menyenangkan. Mereka bercanda, mengobrol, bernyanyi dan bahkan sesekali si bocah menggoda kakak laki-lakinya yang duduk di depan dengan menendang-nendang kursi si kakak. Alih-alih kesal, si kakak justru tertawa dan membalas perbuatan si bocah hanya dengan mengacak-acak rambut bocah itu.

Ya...menyenangkan—awalnya—namun sayangnya berakhir bencana.

Ketika mereka sedang asyik bercanda, dari arah berlawanan tiba-tiba muncul sebuah truk yang melintas dengan kecepatan cukup tinggi dan tidak terkendali. Dari jendela truk tersebut, si sopir truk berteriak-teriak menyuruh mobil keluarga si bocah untuk minggir karana truk tersebut ternyata remnya blong.

Terlambat. Sang ayah yang terkejut, menjadi panik dan tidak bisa mengendalikan mobilnya dengan benar. Karena takut tertabrak oleh truk, Sang ayah memutuskan untuk banting setir ke kiri. Sialnya, Sang ayah lupa sebelah kiri itu adalah jurang. Alhasil, terperosoklah mobil mereka ke dalam jurang tanpa terkendali.

Lalu...apa yang terjadi selanjutnya?

Sudah bisa ditebak, ayah, ibu dan si kakak laki-laki meninggal dunia di tempat, sementara si bocah laki-laki selamat dan segera dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ketika dia membuka matanya pertama kali, hal pertama yang dia tanyakan jelas keberadaan keluarganya. Para suster dan dokter yang ditanya hanya bisa menatap si bocah itu dengan tatapan sedih. Bahkan salah seorang suster, tanpa banyak berkata langsung memeluk bocah laki-laki itu sambil meneteskan air mata.

Ada apa ini? Mana ayahku? Mana ibuku? Mana kakakku? Begitu yang ada di pikiran bocah itu ketika tidak ada satu pun jawaban yang dia terima dari orang-orang berpakaian putih-putih di hadapannya.

"Ayah dan ibumu serta kakak laki-lakimu sudah tiada." Sebuah suara dari arah pintu kamarnya mendadak membuyarkan semua keheningan di kamar rawat bocah itu.

Untuk beberapa saat dia terdiam, berusaha mencerna kalimat yang baru saja dikatakan oleh laki-laki asing berpakaian rapi ala bos besar yang masih berdiri di ambang pintu itu. Meski dia masih kecil, namun dia bisa memahami apa yang dikatakan orang itu.

Seluruh keluarganya tidak ada yang bisa diselamatkan dalam kecelakaan itu. Satu-satunya yang selamat adalah dia. Menyadari hal itu, meledaklah tangis si bocah. Sang suster yang memelukanya pun ikut menangis dan mempererat pelukannya sambil mengusap-usap punggung bocah laki-laki yang bertahan hidup itu.

Keesokan harinya, laki-laki asing yang kemarin datang itu kembali lagi. Kali ini dia tidak sendiri. Dia datang bersama istrinya yang berwajah cantik dan anak laki-lakinya yang berumur kira-kira sama seperti si bocah laki-laki.

"Mulai sekarang aku mengangkatmu menjadi anakku. Tinggalah bersamaku dan keluargaku. Aku akan menyekolahkanmu sampai kau lulus dan bisa menghidupi dirimu sendiri." Kata laki-laki asing itu membuat si bocah yang sedari kemarin belum berhenti menangis seketika itu juga berhenti menangis.

Sesenggukan, bocah laki-laki itu bertanya mengapa dia mau mengangkatnya menjadi anak.

"Ayahmu adalah orang kepercayaanku dan anak buah kesayanganku. Aku banyak berhutang budi padanya. Mungkin, ini saat yang tepat untuk membalas semua jasa ayahmu padaku dan juga perusahaan." Jawabnya sambil tersenyum.

Merasa tidak memiliki pilihan lain, daripada dia harus hidup seorang diri, bocah laki-laki itu mengangguk pelan.

"Selamat datang di keluarga kami, Nak..." kata istri laki-laki tersebut.

Anak laki-laki keluarga itu kemudian mendekat. Dia mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan si bocah laki-laki.

"Jonatan..."

Dengan ragu-ragu, bocah laki-laki itu menyambut tangan si anak laki-laki, kemudian menyebut namanya lirih.

"Anthony..."

"Mulai sekarang, kita akan selalu bersama..." kata Jonatan sambil tersenyum.

Bukan senyum ramah seperti yang Anthony bayangkan, namun senyum sinis, seolah mengatakan kepadanya, "Welcome to the hell, Anthony..."

.

.

.

.

See you in the first chapter. 

Star Crossed LoversWhere stories live. Discover now