Kisah Seminggu Hadirnya Dia

88 10 0
                                    

Hari Pertama

Namaku Tama, Resky Pratama. Ada juga yang memanggil Reski. Tapi aku lebih suka dengan panggilan Tama. Aku lahir di Mamuju 17 tahun yang lalu. Aku anak tunggal. Sudah sangat lama aku sangat ingin merasakan bagaimana rasanya punya adik. Tapi ayah dan ibuku belum juga memberikannya. Pernah sekali ibuku mengandung, tapi ia keguguran. Sejak itulah aku tidak pernah lagi melihat ibuku mengandung. Pada hari senin, 2 juli 2018 hari pertama aku tinggal di Kampung Rea, aku datang berkunjung ke rumah nenek libur sekolah tahun ini, senin yang akan datang mulai aktif lagi bersekolah. Setelah merasakan udara-udara yang penuh dengan polusi di kota Mamuju. Tiba disini rasanya sangat sejuk. Angin yang berhembus masih polos. Belum terpengaruh oleh dunia modern.

Aku terbangun di pagi hari, kuhirup udara ini rasanya sangat damai. Penuh dengan kesejukan. Aku keluar rumah dan memanggil tetanggaku yang aku kenal di kampung ini. Cuma dia yang aku kenal, tidak ada lagi. Namanya Farhan, tetangga nenekku yang sebaya denganku. Yang selalu kutemani bermain saat aku datang lagi ke kampun ini. setiap tahun aku memang selalu ruti berlibur disini. Bukannya tidak ada tempat lain lagi, tapi aku memang suka tempat ini. Di kota rasanya sangat penat sekali, suara mobil yang sepanjang waktu terdengar. Kejadian-kejadian yang aku paling tidak sukai juga sering terlihat, demo atau unjuk rasa. Aku heran dengan orang-orang yang seperti ini, melakukan unjuk rasa tapi Cuma 20 orang lebih. Unjuk rasa ini menurut saya sebagai siswa yang mau naik ke kelas 3 SMA, ini adalah suatu kebodohan. Tidak ada gunanya, Cuma berdiri berkumpul di jalan raya, berteriak, saat polisi datang mengamankan semuanya berlari. Aku terkadang hanya bisa tertawa dan giling-giling kepala saat melihatnya. Kehidupan di kota memang begitu keras, kalau orang menagatakan enak hidup di kota. Saya katakan itu hanya untuk orang-orang yang kaya. Aku berasal dari keluarga yang tidak terlalu kaya, bisa dikatakan dalam tingkatan cukup untuk menjalani hidup di dunia dengan sederhana. Aku juga tidak suka hidup mewah layaknya artis. Orang yang seperti ini hanyalah orang yang ingin dikatakan bahwa ia berasal dari keluarga yang mampu, mampu membeli segalanya. Tapi tidak akan mampu membeli hati akal dan pikiran. Hal ini pula yang membuatku heran saat di sekolah. Banyak orang yang pintar tapi dia tidak mau belajar. Padahal kalau dipikir dia punya segalanya, bisa membeli apa saja. Bimbel, kursus, beli buku, tapi kemampuan mereka jauh dari kemapuanku. Bukannya aku merasa paling pintar, tapi begitulah faktanya.

Pagi itu aku lari pagi bersama dengan tetangga nenekku yang bernama Farahan dan juga menjadi tetanggaku untuk seminggu ke depan. Aku lari pagi bersama dia di sepanjang jalan. Hingga kami bertemu 3 orang gadis juga yang juga lari pagi waktu itu. Dimana gadis yang berada di tengah memberikan senyumannya padaku. Farhan pun berbisik.

"Sepertinya dia suka sama kamu"

"Siapa?"

"Cewek yang di tengah itu"

"Ah, tidak"

"Iya, cantik to pa"

"Hehehe"

"Kenapa? Kamu juga suka sam dia?"

"Dia sudah punya pacar" Tanyaku

"Nanti kucari tahu, tapi sepertinya belum"

"Oke. Namanya siapa?"

"Namanya Yuli, idola anak kampung sini"

"Oh ya"

"Iya, tapi belum satupun yang bisa memacarinya"

"Kenapa?"

"Tidak tahu"

"Jangan-jangan kau juga suka sama dia"

"Ya kalau suka, pasti mi. Siapa juga yang tidak suka sama dia. Orangnya cantik, pintar, baik, hidupnya benar-benar sempurna"

"Tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Allah"

Kisah Seminggu Hadirnya Dia (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang