"Hufft, apakah tidak ada kegiatan lain selain ini?" Batinku sedih.
Drap! Drap! Drap!
Cekleek...
"Ah.." Seorang anak laki-laki yang sebaya denganku terdiam di depan pintu memandangiku. Dia tersenyum. Bukan, itu bukan hanya sekedar senyuman biasa. Tetapi sebuah grins.
"Tetaplah semangat berjuang, perjuangan pasti akan membuahkan hasil," ucap anak itu sambil mengeluarkan grins khas-nya.
Aku menatapnya. Lalu tersenyum. "Sepertinya mukanya dia memerah," batinku sambil tertawa kecil. "Terima kasih ya, ngomong-ngomong siapa namamu?"
Sebelum dia mengucapkan namanya, para perawat datang menariknya keluar dari ruanganku, "hei, ..... jangan masuk ruang orang sembarangan, apalagi ruang VIP" ucap salah satu perawat.
"Apa itu 'VIP'? Lagipula aku masuk ke ruangan setiap orang untuk memberi semangat pada mereka!" Serunya mantap. Para perawat saling memandang lalu bersweetdrop ria, "maafkan atas kelancangan salah satu pasien kami nona, kami akan pastikan dia tidak akan mengganggumu lagi," sahut perawat itu.
Aku menggeleng, "Hnn... tidak, tidak, aku malah senang ada anak sebaya yang mengunjungiku, hei kamu, mampirlah ke kamar ini lagi ya!" Anak yang ku-maksud itu wajahnya langsung ceria dan memberikan grins khasnya lagi, "Tentu saja."
_____________________________________________________
Aku terbangun. 'Lagi-lagi mimpi itu' batinku sedih. Entah mengapa aku tidak bisa mengingat semua hal tentang anak itu, baik rupa maupun kenangan tentangnya, bahkan namanya pun aku tak ingat.
"Lucy, sarapan sudah siap!" seru ibuku dari dapur. Aku meng-iyakan dan buru-buru mandi lalu bergegas menuju ke ruang makan.
Di ruang makan...
Aku berjalan menuju meja makan. Banyak makanan yang tersedia di ruangan itu, "padahal cuma sarapan saja."
"Ini semua untuk merayakan hari pertama di sekolah barumu," ucap layla (ibu Lucy) sambil tersenyum. Aku mendengus kesal, "Ibu... Setiap kali kita pindah kenapa pasti selalu makan-makan? Aku hanya ingin makanan seperti biasa yang dibuatkan bibi Spetto." Layla cemberut, "jadi menurutmu masakan bibi Spetto lebih enak dari buatan ibu!?"
Aku tertawa. "Jangan cemberut gitu dong bu, nanti enggak cantik lagi," candaku. "Hiih.. kamu ini!" Seru ibuku ikut tertawa.
"Sudahlah Lay... Lucy setelah sarapan cepatlah ke mobil, Capricorn sudah menunggu disana," ucap ayahku, Jude Heartfillia. Ayahku adalah seorang konglomerat, jadi wajar saja aku mempunyai banyak pembantu. "Baiklah, ayah, ittekimasu!" Ucapku sambil berjalan menuju mobil. "Itterasai.." jawab kedua orang tuaku.
______________________________________________________"Silahkan masuk nona," tanya Capricorn-san, "tujuan kita ke Fiore Highschool bukan?" Aku mengangguk.
'Sekolah ke 4 ya ini?' Batinku murung sambil menatap pemandangan sekitar dari dalam mobil.
______________________________________________________
Ruang makan...
"Hei Jude," ucap Layla. "Hmm?"
"Ini tahun terakhirnya kan? Waktu berjalan
cepat sekali ya?" Jude mengkerutkan dahinya,
"Bukankah itu alasan kita kesini, agar dia bisa
lebih bahagia bersama temannya."
Layla terdiam. Buliran-buliran air mata membasahi pipinya. Jude yang melihat itupun juga hanya terdiam.◆Bersambung◆
KAMU SEDANG MEMBACA
Haru no Kaze (Angin Musim Semi) || FT Fanfic
RomancePada hari itu, aku melihat seorang pria. Pria yang serasa begitu familiar. Pria yang tidak sengaja menghilang dari ingatanku bersamaan dengan hilangnya angin musim semi dikala itu.