Bab 1

30 2 0
                                    

"Fanda, terlambat lagi kamu?" Guru bertubuh gempal tersebut selalu rutin menunggu kedatangan seorang Fanda, ia akan merasa senang jika melihat Fanda datang ke sekolah biarpun terlambat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fanda, terlambat lagi kamu?" Guru bertubuh gempal tersebut selalu rutin menunggu kedatangan seorang Fanda, ia akan merasa senang jika melihat Fanda datang ke sekolah biarpun terlambat. Karena Fanda siswi yang sangat berprestasi, bukan hanya kenakalannya yang tidak bisa disaingi, kejeniusanya pun tidak ada yang bisa disaingi.

Tanpa mengindahkan pertanyaan gurunya tersebut, Fanda melongos pergi melewati Gurunya yang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Fanda. Langkah Fanda tiba-tiba terhenti ketika melihat sahabat baiknya lalu berteriak memanggil orang tersebut.

"Putra!!" Fanda berlari kecil menghampiri Putra yang terlihat sedang mencari seseorang.

"Nah lo dateng, gue tunggu juga dari tadi!" Fanda menaikan alisnya bertanya-tanya, kemudian terkekeh menatap Putra curiga.

"Yakin lo nungguin gue? Bukan nunggu si doi itu?" Fanda mencolek dagu Putra menggoda, Putra hanya mendelikan matanya kesal.

Setelah beberapa lama Putra menyembunyikannya, akhirnya Putra membuka mulut mengakui bahwa dia jatuh cinta kepada seorang gadis yang menurutnya begitu manis.
Setelah Fanda tau siapa si manis yang Putra maksud tersebut akhirnya Fanda mengajarkan putra sebuah trik Modus yang selalu ia lakukan pada Adnan. Putra dan Fanda selalu mondar-mandir sana-sini hanya untuk menemui gadis manis tersebut, tidak jarang pula Fanda menggoda Putra di depan perempuan yang Putra kagumi itu.

Entah perempuan yang terlalu lugu atau dia takut dekat dengan Putra, dia tidak menanggapi kode keras dari seorang Putra dan Fanda. Mereka memang brandal sekolah, tapi akuilah mereka tidak pernah mencoba sesuatu yang membuat mereka terjerumus kedalam hal-hal yang sangat merugikan bagi dirinya.

Fanda dan Putra bukan anak brokenhome yang selayaknya anak-anak brandal lainnya, mereka berasal dari keluarga baik-baik. Namun, didikan orang tua mereka yang membuat mereka seperti itu. Bukan maksud orang tua mereka mendidiknya agar menjadi orang yang tidak tau aturan, brandal seperti mereka saat ini.

Mereka mendidiknya agar anak-anak mereka menjadi orang yang bisa kuat dalam menghadapi pahit manisnya bumbu kehidupan ini. Namun, anak-anak mereka yang salah mengartikanya. Mereka menggunakan keberaniannya untuk hal-hal yang menurut mereka melindungi diri dan membela diri. Dalam hal apapun dan apapun konsekuennya.

Fanda tidak akan diam saja jika siapa pun itu telah mengganggu kehidupannya ataupun memasuki kehidupannya tanpa seizin dirinya.

"Elah suudzon kan mulai, Pak Budi itu nyariin lo tadi. Makanya gue disuruh keluar buat nyari lo." Putra berniat kembali ke dalam kelasnya, tugasnya untuk mencari Fanda selesai, sekarang Putra harus kembali ke dalam kelas dan mengikuti mata pelajaran hari ini.

"Mau apa? Kekeh mau ketemu si babeh? Elah, kalo dia bisa botakin rambut lo itu. Baru gue mau." Putra mengehentikan langkahnya kemudian memegang rambut indahnya itu ngeri, bagaimana jika guru itu mendengar perkataan Fanda dan benar-benar menggunduli rambut Putra hingga bersih tidak tersisa agar Fanda mau memberikan surat pertemuan ke orang tuanya.

"Omongan lo Fan, ngena!" Fanda mengibaskan lengannya di udara, tidak peduli.

Fanda berbalik, ada pertanyaan yang sudah lama ia ingin tanyakan namun selalu berujung lupa.

"Eh tapi Put, kok lo baru bilang sih? Sayang banget lo tolak Gita, terus milih dia. Padahal ya gue liat itu cewe jauh banget sama Gita perbandingannya." Fanda memperhatikan gadis yang lagi asik duduk manis di bangku taman sekolah dengan buku di antara kedua pahanya.

"Lo mah nggak tau kalo dia itu beda dari yang lain." Putra tersenyum.

"Terserah ah gue mau pergi, bye!" pamit Fanda melangkah pergi meninggalkan Putra.

Di tengah langkahnya Fanda berbalik. "Put, gue mau nyante di balkon mau ikut kagak?" Fanda berjalan mundur.

"Awas Fan, jangan mundur-mundur gitu jalannya liat kedepan, nanti kena or-" Putra menghentikan ucapannya saat melihat seseorang berlari, tanpa harus ditebak orang tersebut akan menabrak Fanda yang saat ini berjalan mundur, dan....

Buk..

Tabrakan terjadi.

"Adaw!!" Fanda menjerit kesakitan saat tubuhnya terhempas ke lantai dengan cukup keras.

"Rang...." Putra meringis menatap Fanda yang saat ini masih meraba-raba anggota tubuhnya yang sakit.

"Perang lagi deh ini, kalo gini urusannya." Putra mengumpat menatap dua sejoli yang berusaha untuk berdiri.

"Lo tuh gimana sih? Jalan kok nggak liat-liat udah tau ada orang di depan masih aja ditabrak-tabrak kayak bemo yang nggak punya rem aja main tabrak!" Fanda memarahi orang yang menabraknya tersebut, tangannya masih asik mengusap sikunya yang sedikit terluka.

"Gue yang salah?" Dia meletakan telunjuk di dadanya untuk menunjuk diri sendiri kemudian menaikan alisnya saat Fanda mengangguk.

"Iya lah elo yang salah, lo liat kan gue lagi jalan mundur? Harusnya lo ngehindar apa kek, bukannya malah ditabrak aja!" Fanda masih memarahi orang tersebut. Tak sadar kah bahwa Fanda sendiri yang salah? Memang bukan sepenuhnya salah Fanda, tetapi setidaknya ia harus meminta maaf karena ia berjalan mundur dan tidak melihat ke depan.

Orang yang dimaki Fanda tersebut menatapnya dengan tatapan mencemooh Fanda.

"Iya, gue yang salah. Gak seharusnya gue jalan mundur kayak gitu kan? Kan kalo jalan HARUS LIAT DEPAN BUKAN LIAT BELAKANG!" balasnya sengit, Fanda menatapnya dengan kesal.

"Justru itu, karena gue jalannya liat ke belakang nggak bisa liat lo, nah lo jalan liat ke depan kan? Berarti lo liat gue disini, jadi di sini lo yang salah!" Fanda belum mau kalah, bukan Fanda namanya jika hal semacam ini saja ia harus kalah.

"Fan, udah kenapa sih? Atas nama temen gue Fanda, gue minta maaf." Putra menepuk bahu laki-laki tersebut yang dibalas dengan senyuman dan anggukan dari laki-laki yang Fanda tabrak tersebut.

"Lain kali, jangan telat-telat memperingati teman lo itu." Laki-laki tersebut menepuk kembali bahu putra lalu pergi begitu saja.

"Apaan sih lo? Gue belum puas marahin itu orang, kepala gue sakit nih kepentok ubin." Fanda mengusap jidatnya yang sedikit kemerahan, Putra menatap Fanda sambil menahan tawanya yang akan pecah.

"Ya kali lantainya empuk kayak punya lo, ehh ... tapi, punya lo kan sama kerasnya." Putra lari sebelum kepalan lengan Fanda mendarat di bahu kesayangannya itu.

"Apa maksudnya itu anak bilang punya gue rata?" Fanda memandangi dirinya sendiri dikaca, ia melihat dirinya dari atas kepala sampai ujung kaki.

"Ehh ... kok gue malah ngaca sih. Putra sini lo! Lo pikir badan lo oke? Badan lo juga nggak lebih bagus dari cowo tadi." Fanda mengejar Putra menyusuri koridor.

"Apa lo liat-liat gue?" Fanda menatap sinis orang-orang yang menatapnya. Fanda paling tidak suka jika dirinya dipandangi oleh banyak mata, tapi tanpa ia sadari dia sendiri yang menyebabkan orang-orang penasaran terhadap dirinya. Akhirnya mau tak mau mereka akan memandang dirinya seperti itu, apa pun yang akan ia lakukan mereka akan segera mencari tahunya.

"Matanya biasa aja dong, mau gue colok mata lo?" Fanda menghampiri siswa yang kini tengah memandanginya secara terang-terangan.

Siswa tersebut hanya tersenyum dan masih memandangi Fanda, karena jengah Fanda benar-benar mencolok kelopak mata siswa tersebut.

"Fanda nggak pernah main-main dengan perkataanya," ucapanya sebelum meninggalkan siswa tersebut.

*****

Seperti biasa kritik dan saran selalu aku harapkan :D

FakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang