Sheet 3

29 1 1
                                    

Motor CBR biru yang sedang di-atrek ke belakang oleh Dhika, sebelum meninggalkan hamparan paven blok parkiran, perhatiannya jadi terpusat pada seorang cewek pengendara motor matic pink. Jika diamati dari luar, sepertinya siswi berambut gelombang itu adalah seorang kakak kelas. Tapi ia tidak tau, apakah dia anak IPA atau IPS. Terbukti pada lambang jenjang kelas yang terjahit di sebelah lengan kemeja seragamnya.

Cewek ini terkena kendala saat ingin mengeluarkan motornya. banyak barisan motor lain yang menghalangi jalan untuk keluar. Dihitung-hitung, lebih 20 kali ya?. Lantas Dhika memanjang kaki seraya turun, berniat membantu cewek tersebut.

Tanpa berbasa-basi Dhika langsung memindahkan motor itu ke tempat kosong yang sudah menyulitkan posisi kakak kelasnya itu. Butuh waktu sekitar 3 menit pekerjaan Dhika berjalan selesai.

"Duh,, terima kasih udah bantu saya"
Kata siswi itu sambil tersenyum ramah.

"Sama-sama kak"
Dhika menekuk kepala sopan sebagai balasan ucapan terima kasih.

Sejenak cewek ini sedikit terkejut kala Dhika memanggilnya embelan 'kak'. Setelah melihat lambang kelas di lengan kiri Dhika, ia baru mengerti. Ia pikir Dhika adalah cowok seleting dengannya.

"Oh ya, nama kamu siapa?"

"Gilang Shardika kak, biasa dipanggil Dhika"
Dhika memperkenalkan diri dengan suara yang terkesan lembut. Mendengar suara lembut itu, telinga cewek didepannya seakan ada angin sejuk yang menggelitik.

"Saya Anty anak kelas XII IPA 7"

Meskipun Anty—cewek yang baru saja mengajak kenalan Dhika, memakai polesan make up yang cukup kentara, namun bagi Dhika, Anty tidak terlihat norak seperti cewek-cewek menor. Bahkan dia terlihat lebih pandai ber-fashion dan bertata rias. Dan entah lah, mungkin ini hanya perasaan Dhika saja yang percaya diri nya tingkat tinggi, Anty seperti memandang Dhika penuh 'minat'. Semoga saja itu benar. Sebab Dhika yakin, Anugerah Tuhan yang sudah memberikan ketampanan pada wajahnya, banyak cewek-cewek menjadi tertarik.

"Kelas XII?"

"Iya, kenapa emangnya?"
Kening Anty berkerut bingung.

"Saya kira kaka, adik kelas saya, habis mukanya mudah banget cocok jadiin adik sekaligus pasangan untuk saya"
Gombal Dhika. Penyakit kumatnya menunjukan gejala-gejala yang tidak di inginkan.

Anty tertawa pelan. Antara malu atau bulshing, ia tidak bisa mendeskripsikan bagaimana wajah cantiknya saat ini di hadapan Dhika.

"Dasar gombal! Ya udah, kalau gitu saya cabut diluan. Nanti seandainya kamu perlu sesuatu, kamu bisa hubungi saya, terserah lewat apa"

"Nomornya kak?"
Tidak ingin melewatkan kesempatan emas untuk bisa mendekati kakak kelas cantik seperti Anty, dengan semangat Dhika meminta nomor handphone.

"Oh iya ya"
Anty menepuk jidat sambil terkekeh.

"Sini HP kamu"

Dhika langsung cepat memberikan Android putih nya ke tangan Anty, mengetik digit angka sebanyak 12.

"Berarti, ngajak jalan berdua bisa kan?"
Dhika menyapu ruas leher belakangnya dengan tersipu. Takut di cap modus.

"Haha,, kamu orangnya terus terang banget sih, nanti bisa diatur jadwal kosongnya kapan"

"Ok sip"
Dhika tersenyum penuh arti. Niatnya bercanda malah mendatangkan sebuah keberuntungan. Dhika memang terbaik.

🏫🏫🏫🏫

Rahang tegas dan kasat mata yang begitu tajam membaca gerakan tubuh nya, nyali Risa mendadak ciut. Dia bukan Dhika. Akan tetapi cowok yang sifat killer nya —sebagai ketua kelas— tidak diherankan lagi se-seantero sekolah ini. Bagaimana bisa, Risa sampai harus terlibat urusan dengan seorang Yuven Tirta? Menatap wajah galaknya saja Risa merasakan ada aroma-aroma angker menghantui di sekeliling nya. Di tambah lagi memori pembicaraan Oliv sewaktu di kantin tadi yang menjabarkan sikap Yuven begitu mengesalkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In-pekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang