[2] Raconteur

388 62 12
                                    

(n.) A talented storyteller

***
Jakarta 2017

Diskusi publik baru saja berakhir. Salah satu program kerja milik departemen yang dipimpin Mark terlaksana di minggu-minggu akhir semester.

"Mark, sorry ya gue duluan" tepukan di bahu dari seorang kakak tingkat dibalas oleh pemuda yang kini melepas jaket almamaternya.

"Oke, thanks ya bang. Nanti bisa deh ngopi" niatnya ingin melambaikan tangan pada kakak kelas. Tapi matanya menangkap sosok kecil dalam balutan baju lapang pers berdiri di dekat pintu. Asik memainkan kamera di tangannya.

Renjun.

Rambut pendek, poni yang hampir menutup dahi. Mengapa ia tak ada tampang mahasiswa sih? -masih sempat-sempatnya Mark menggunjing dalam hati.

"Eh Guanlin, minta tolong handle ya? Gue ada janji mepet banget" bohong, mana ada janji mepet. Cuma alibi, ia butuh seseorang pengganti sebagai ketua beres-beres.

'Thank you semuanya jangan lupa istirahat. Nanti yang uangnya kepake simpen notanya buat dikasi ke Mina'

Mark menulis pesan itu di grup Line panitia. Lalu kembali berjalan cepat mendekat ke arah Renjun. Si kecil itu masih sibuk melihat detail gambar yang ia ambil. Persiapan press release mungkin?

"Gimana filmnya kemaren?" sambil berbasa-basi, Mark sedikit menunduk berlagak asik ikut memindai foto sementara Renjun menjengit kaget.

"Oh bapak koordinator" kelakarnya menggoda Mark dengan jabatannya.

"Hari sabtu gini anak mabes ada acara?" Maunya menanyakan Renjun tapi ia memakai subyek pengganti anak markas besar.

Sebagai pengetahuan. Mark sudah bertindak jauh selama dua minggu ini.

Yang pertama adalah menjadi stalker akun sosial media Renjun.

Renjun bukan cewek-cewek yang punya feeds instagram fotonya sendiri. Berjajar rapi diselingi warna warna yang terstruktur. Atau mungkin tema?

Mark suka pusing melihat instagram teman perempuannya yang sekali upload bisa tiga sampai empat gambar.

Isi instagram Renjun hampir sembilan puluh persen bukan fotonya. Hanya saja.. setiap gambar yang diunggah punya cerita. Bukan caption berisi quotes dari lagu atau tokoh inspiratif, lebih kepada bagaimana Renjun merangkai kalimat dengan bahasanya.

Padahal menurut Mark, Renjun punya visual yang mumpuni buat memenuhi feeds instagam atau bahkan beauty blogger. But she's totally different.

"Iya. Mau ikut?" Tawaran itu yang ditunggu Mark sejak tadi.

"Ke senen?" Mark tahu, Renjun adalah satu diantara beberapa orang penggagas dan pengajar di rumah belajar anak jalanan daerah Senen.

Renjun mengajar setiap hari Sabtu.

"Kok tau?" Renjun balas bertanya. Memasukan kamera ke dalam tas yang menggantung di bahu kanannya.

Senyumnya menggoda Mark yang secara tidak langsung ketahuan.

Yang ditanya berlagak stay cool, mengikuti kaki Renjun yang berjalan keluar meninggalkan auditorium, "Lucas yang bilang" -Lucas asalah tumbal paling gampang. Renjun cuma tersenyum, mengiyakan.

"Pakai motor gue aja ya? sekalian mau beli bensin soalnya" Renjun bilang, Mark tidak perlu mengikutinya menggunakan aku-kamu jika belum nyaman. Jadilah sekarang ia kembali berbicara ala Jakarta, lo-gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Metanoia - [MarkRen] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang