SEBUAH PERJALANAN

119 46 49
                                    

Aku sungguh menyukai musim ini. Dahan-dahan yang sempat kering mulai dipenuhi dedaunan dan bunga-bunga dengan kekhasannya masing-masing. Banyak orang yang menyukai musim dan suasana teduh seperti ini. Tetapi bagiku, berdiam diri di taman bunga azalea bersamanya, itulah yang paling ku sukai.

“Zilla! Tungguin aku dong! Kamu tuh gak boleh hujan-hujanan sendirian. Kamu harus ajak aku biar kamu sakit ada temennya.”

“Abisnya kamu aku tungguin gak dateng-dateng sih!”

“Iya maafin aku ya, tadi disuruh Bu Dian bawain buku dulu ke perpus.”

“Oh gitu, yaudah kita balapan yuk sampai rumah aku!”

“Ayo, siapa takut! Yang kalah jajanin es krim ya!”

“Sip deh!”

Mimpi itu lagi! Selalu saja hadir dalam tidurku beberapa hari terakhir ini. Ini aneh. Semua mimpi yang datang selalu ada kaitan dengannya. Membuat runtutan cerita masa laluku dengannya kembali hadir. Membuatku menjadi gusar sendiri memikirkannya. Mungkin karena aku terlalu merindukannya. Bagaimana tidak?

Dia telah mengisi hari-hari di masa kecilku yang indah dan meninggalkan sejuta kenangan setelahnya. Enam tahun kulalui bersamanya. Hari-hariku pun selalu diiringi dengan senyum dan tawanya.
Dan kini, setelah sekian lamanya, akankah dia kembali? Akankah? Sekeras apapun aku mencari jawabannya, takkan kutemui jawabnya.

Pagi itu, seperti biasanya, aku berangkat ke sekolah. Setelah berpamitan dengan Ayah dan Bunda, aku mulai mengayuh sepedaku menuju sekolah. Di tengah perjalanan, aku teringat mimpi semalam ketika aku menunggu El di taman yang sedang ku lewati ini. Tetapi tunggu! Aku tidak ingin membahas ini karena hanya akan membuat dadaku semakin sesak saja.

Setibanya di parkiran sekolah, Ray menghampiriku.
“Hey Vanilla Zilla!” panggil Ray
“Kenapa Ray?” tanyaku
“Bareng yuk ke kelasnya!”
“Yuk!”

Ya, dia adalah Rayhan Matchareyn. Dia adalah sahabatku di SMA ini. Walau kadang mengesalkan, tapi Ray-lah yang selalu menjadi tempat terbaik untuk mencurahkan segala keluh kesahku. Ray pula sangat baik dalam memahamiku. Setelah El – pastinya.

Aku mengenal Ray setahun setelah aku kehilangan El. Bukan hilang sebenarnya. Hanya saja dia pergi untuk kembali lagi, katanya empat tahun yang lalu. Dan aku masih memegang janjinya. Walau aku tak pernah mendapatkan kabar semenjak kepergiannya.

Aku dan Ray menyusuri koridor tanpa ada percakapan.

Sesampainya di kelas, bel masuk berbunyi. Aku merasa tidak bersemangat hari ini. Ditambah lagi pelajaran pertama adalah Sosiologi. Tak lama kemudian, Bu Ineke masuk ke kelasku dan mulai menjelaskan pembahasan yang menurutku sangatlah membosankan. Dan aku hanya berharap pelajaran ini segera berakhir.

Lima belas menit lagi bel istirahat berbunyi, tetapi bagiku itu sangat lama sekali. Lalu aku memutuskan untuk izin ke toilet. Setelah keluar kelas, bukannya ke toilet, aku malah berbalik arah menuju taman di belakang sekolah. Menurutku, taman inilah tempat yang paling tepat untuk suasana hatiku saat ini. Lalu, aku mulai memutar lagu ‘Pasto - Aku Pasti Kembali’ di ponselku. Dan ketika sampai dichorusnya aku mulai bernyanyi.

Aku hanya pergi tuk sementara
Bukan tuk meninggalkanmu selamanya
Ku pastikan kembali pada dirimu
Tapi kau jangan nakal, aku pasti kembali’

Kata demi kata dalam lirik lagu itu serasa menghujam dadaku, membuat aku menjadi sesak. Dan tanpa ku sadari, air mataku perlahan mulai berjatuhan. Semua kenangan pun kembali menyeruak dan langsung memenuhi seluruh seisi kepalaku lalu berkumpul menjadi satu ditemani lantunan melodi dalam lagu.

PERJALANAN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang