Chapter 2

78 19 2
                                    














































































Tiffany Hwang menyukai pesta.

Dia menyukainya karena mereka sangat hidup. Dia menyukai pesta karena biasanya mereka merayakan sebuah peristiwa menyenangkan.

Dia mencintainya karena ada musik dan berdansa dan lebih banyak lagi, dia selalu menikmati musik dan berdansa.

Pesta ini sebenarnya bukan jenis pesta yang dia harapkan untuk dihadiri. Cukup jauh dari itu, sebenarnya.

Duduk beberapa kaki dari Tiffany, Lee Soo Man, CEO dari salah satu perusahaan terkemuka di Korea dan orang yang mengadakan pesta.

Pria itu menggoda–tanpa malu–sorang wanita seusia Tiffany, dan menyaksikan kejadian itu merupakan sebuah kesalahan. Mengambil napas dalam, Tiffany mengalihkan pandangan ke arah bartender, berniat untuk memesan minuman ketika tiba-tiba seseorang menduduki tempat kosong di sebelahnya.

"Sendiri?"

Tiffany tersenyum dengan paksa, sudah mengetahui maksud dari pertanyaan seperti itu. Memberanikan diri untuk mengangkat wajah, dia memaksakan diri untuk menatap pria itu. "Aniyo, Tidak juga," jawab Tiffany dingin.

"Tidak juga?" ulang pria itu dengan hangat, sebuah senyum menghiasi bibirnya. Dia tampan, mungkin dia berusia akhir tiga puluhan, dan dia tentu jenis orang yang tidak akan menerima kata tidak sebagai sebuah jawaban. "Apa maksudnya?"

"Artinya ya, aku sendiri," Tiffany kembali tersenyum dengan senyum sopan, "tapi aku punya banyak makanan di piringku malam ini." Dia mengambil dompetnya dan berdiri, tapi pria itu menangkap lengannya dengan cengkraman kuat.

"Benarkah itu?" senyum pria itu berubah menjadi senyuman mengejek. "Baiklah, sangat disayangkan. Aku tidak keberatan dengan beberapa tamu. Ini malam yang sepi, bagaimanapun juga–"

Tiffany mencoba untuk melepaskan diri. "Tolong lepaskan."

Keramahan di wajah pria itu hilang tak berbekas. "Berhenti bermain sulit-untuk-didapatkan, sayang," bujuknya, genggamannya mengencang, "Kau dan aku tahu bahwa kita menginginkannya. Jadi kenapa kita tidak pergi ke suatu tempat dimana hanya ada kita berdua, huh? Katakan, kita pesan sebuah kamar dan menginap semalam? Ngomong-ngomong namaku Siwon."

Tiffany sangat ingin tertawa. Ini benar-benar akan menjadi malam yang buruk. "Tolong lepaskan." Ulangnya. "Aku tidak bisa menjamin kau akan berada di kondisi yang sempurna jika kau tidak–"

"Oh, apa itu sebuah ancaman?" Siwon tertawa, suaranya melengking dan pancaran jahat terlihat di matanya, "Aku suka itu, nona. Kau terlihat mempunyai kemarahan yang berapi-api, dan aku selalu menginginkan–" dia berhenti tertawa ketika melihat seseorang muncul di belakang Tiffany. "Oh–"

Sebuah tangan dengan lembut menyentuh pundak Tiffany dan membuat wanita itu membalikan badan, menatap seorang pria tinggi dengan rambut hitam dan mata yang indah. "Permisi," ucap pria itu seraya memberikan sebuat senyum hangat dan sopan, dia berkata dengan lembut sambil menatap Siwon, "Ada urusan apa anda dengan teman saya?"


"Dia temanmu?" Siwon terlihat terkejut. Dia menatap Tiffany dengan pandangan menuduh, "Kau bilang kau sendirian!"
"Aku–"

Sang penyelamat menatap kearah Tiffany "Kau kenal pria ini?"

"Aniyo." Jawabnya menggelengkan kepala.

Merasa frustasi, Siwon berdiri dan pergi, menghilang diantara kerumunan. Sampai akhirnya hilang dari pandangan, pria satunya menurunkan tangannya dari pundak Tiffany dan mulai beranjak.

Dengan reflek Tiffany memegang lengannya, menahannya. "Tunggu!"

Pria itu berbalik lagi dan menatapnya. "Ya?"

"Aku…" Tiffany terdiam sejenak. Wajah pria ini terlihat tidak asing, dan dia sangat yakin pernah melihatnya di suatu tempat-di beberapa sampul majalah, kemungkinan besar, mengingat hampir semua orang disini adalah bintang besar atau yang lainnya, tapi dia tidak bisa mengingat namanya. "Um, Gomawo."

"Ne." Balasnya. Pria itu menatap tangan Tiffany yang memegang lengannya dan dia membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada kata yang keluar.

"Oh! Mian." Tiffany merona dan dengan cepat menarik tangannya secepat ia menarik tangan ketika menyentuh api. "Boleh aku mentraktirmu minum? Maksudku, sebagai ucapan terima kasih?"

"Tidak perlu." ujarnya, mengamati wajah Tiffany dengan hati-hati, "Aku menghargai tawaranmu, tapi kau dapat melakukannya dengan cara lain, jika kau mau."

"Tentu!" jawabnya dengan semangat.

"Bolehkah aku mengantarmu pulang malam ini?"

Tiffany membuka mulutnya, terkejut. Pertanyaan ini benar-benar diluar batas, dan menyetujuinya akan sangat bodoh. Tidak, lebih dari bodoh.

Dia adalah orang asing, untuk sebuah balasan kebaikan. Pria ini sudah membantunya, tapi dia bisa saja berbohong sekarang, tapi.. tapi dia sudah menolongnya.

"Sekarang?" Tanya Tiffany, Menatap wajah pria itu sekali lagi, mencoba melihat jika disana terdapat sesuatu dibalik sikap tenangnya. Baiklah, kau tidak mempunyai kendaraan untuk pulang malam ini, dia berkata pada diri sendiri. Dan dia tidak terlihat berbohong.

Merasakan kebingungannya, pria itu menghela napas. "Dengar. Aku benci pesta, dan aku butuh alasan untuk keluar dari sini. Kau terlihat tidak begitu merasa nyaman disini, jadi aku pikir–" dia menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Cukup pikirkan itu sebagai balasan, jika kau ingin."

"Ne," jawab Tiffany akhirnya. "Ne, um–?"

"Park Chanyeol, imnida," dia memberitahu, dan disana senyum samar tercetak disudut bibirnya. "Aku akan mengambil mobil."


































































MAAF CUMA DIKIT UP-NYA....SOALNYA IDE AUTHOR UDAH BENER-BENER MENTOK GUYS. NEXT UP BAKAL LEBIH BANYAK KOK😁

.

.

.

TBC

BAD BEHAVIOUR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang