'Silence

978 95 28
                                    


Silence is one of the hardest arguments to refute.

---

Pria yang lebih tinggi itu masih bungkam, belum membuka suara sejak memesan Americanonya 30 menit yang lalu. Mengamati kepulan asap yang sedari tadi berlomba-lomba terbang keudara. Begitu pula dengan pria yang pipinya lebih berisi dihadapannya. Sedari tadi ia hanya memutar cangkirnya. Melampiaskan resahnya

Mereka hanya terdiam, sama-sama menunduk, sama-sama menikmati sisa-sisa memori sebelum akhirnya waktu membunuh mereka. Ralat, hubungan mereka.

Pria berambut cokelat itu memberanikan menatap lawan bicara dihadapannya dan tersenyum kecut. Menunggunya membuka suara, sebelum akhirnya tiba saatnya ia akan selalu merindukan suara kekasih hatinya itu.

Ia memberanikan diri menggenggam tangannya. Lai Guanlin dan Park Jihoon sama-sama mati-matian menahan air pelupuk masing-masing yang sudah hampir jatuh.

Guanlin mengacak rambutnya sebelum pada akhirnya kedua mata mereka bertemu. Kedua sorot mata mereka sama resahnya, sama frustasinya.

Guanlin menggenggam erat tangan Jihoon sambil menunduk. Menciuminya, seakan tak akan hari esok lagi bagi keduanya. Tapi, itu lah kenyataannya.

Jatuhlah setetes air matanya, Jihoon tak kuasa lagi menampung lebih lama air di pelupuknya. Namun, ia segera menghapus air mata itu sebelum Guanlin menyadarinya. Pria itu tidak boleh melihatnya sedih seperti ini. Akan memperburuk keadaan, pikirnya.

"Lin..." panggilnya lirih.

Setelah puas dengan jemarinya, Guanlin mengangkat kepalanya. Terlihat kedua mata indah itupun sama berlinang air mata.

Jihoon hanya tersenyum kecut. Semakin mengiris hati Guanlin. "Berapa lama lagi sebelum pesawatmu berangkat?" Akhirnya ia membuka suaranya.

Hening.

Tidak ada yang berani menatap jam dinding yang berada di kedai kopi di bandara.

Sama-sama menghindari detik demi detik waktu yang malah terasa semakin cepat.

dengan berat hati, Jihoon menjawab. "15 menit lagi."

Guanlin terpaksa melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Ternyata memang secepat itu, ya. Ia tertawa dalam hati, menertawakan takdirnya.

Guanlin beranjak dari kursinya, menggenggam koper yang akan dibawa oleh pujaan hatinya ini.

"Sekarang?" seakan Jihoon tidak rela jika harus mengangkat kakinya dari tempat itu.

"Aku anter kamu. Kamu harus masuk sekarang." Guanlin menggandeng tangan Jihoon, lalu berjalan menyusuri lorong demi lorong.

"Disana jangan sampai telat makan, selalu bawa obat."

"Jangan sampai mimisan, aku nggak mau liat kamu kecapekan dan mimisan."

"Sebelum tidur, cek pintu, gerbang dan jendela. Pastikan kau aman."

Guanlin berkata panjang lebar tanpa menoleh sedikitpun. Ia khawatir jika ia menatap matanya, ia malah semakin berat hati merelakan kekasihnya pergi ke negara orang. Jihoon hanya menunduk, rela-rela saja sedari tadi tangannya digeret dengan langkah perlahan. Seolah kekasihnya itu tak ingin cepat berpisah. Memang.


Dan.. mereka sudah sampai di lorong terakhir.


Mata keduanya bertemu lagi. Guanlin membenarkan syal yang dikenakan Jihoon, memastikannya agar pujaan hatinya tetap dalam keadaan hangat.

"Terima kasih." pria itu masih sibuk dengan syalnya.



"...untuk semuanya." ia hanya tersenyum.



Hening.





Hening selama satu menit.






Pertahanan Jihoon runtuh, ia menangis.

"I love you." Guanlin lebih dulu menarik tubuh Jihoon ke pelukannya. Mereka menangis bersama, namun saling menahan isakannya.

Jihoon mempererat pelukannya. "...Aku nggak mau pergi, Lin." lirih Jihoon sangat pelan.

Guanlin yang pertama kali melepas pelukannya.

"Hati-hati, jangan lupa berdoa. Aku balik dulu."

Guanlin berbalik dan meninggalkan Jihoon. dia mulai berjalan.





"Lin.." yang disebutkan namanya berhenti melangkah.





"Jangan tunggu aku. Cari orang lain yang bisa bahagiain kamu." Guanlin tersenyum tanpa menoleh. Lalu kembali melangkahkan kakinya menjauh.


Menjauh meninggalkan segala harapan dan impian yang telah mereka bangun bersama. Merelakan separuh jiwanya pergi bersama dengan pria pilihan orang tuanya. Ia semakin berjalan menjauh, sejauh mungkin. Sebelum akhirnya ia tahu, dunianya berhenti saat itu juga.


..saat pesawat itu berangkat.














Terinspirasi dari lagu Jamrud - Ada Pelangi di Bola Matamu.

O1 Desember 2018.

---


Jadi, gimana menurut kalian setelah baca ini? Hehe


Akhirnya sata memberanikan diri mempublish cerita-cerita saya. Semoga suka dan memenuhi ekspektasi kalian. Sampai jumpa di cerita selanjutnya. Vote dan comment akan sangat berharga bagi saya.

Fait Accompli ; lgl • pjhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang