Chapter 1

276 7 3
                                    

Selamat pagi...

Ya benar, hari ini pagi yang kulihat dan entah apa yang dilihat oleh si sajak kecil ku disana. Dia pecinta karya tulis yang handal dalam mempermainkan kata nya di atas kanvas digital. Entah bagaimana karya yang di hasilkan selalu merubah pikiran ku dan apa yang ia tulis selalu mengenai bagian organ terdalam ku; hati.

Selamat pagi kuucapkan untuk dia yang mencintaiku tanpa mengenalku dan mengagumi ku tanpa tau kemampuan ku. Ya, benar siapa lagi kalo bukan si sajak kecil itu? Aku juga mengagumi apa yang dia kagumi layak nya seorang penggemar tersembunyi yang mau mengatakan sesuatu tapi takut karena gengsi. 

Ada beberapa hal yang aku suka dari bagian tinta digital yang ia buat,  salah satu nya yang berjudul "Morfeus-Violinis ku" berisi tentang keluhan atas dasar janji yang ku ingkari untuk menemui nya pada hari Minggu.

kutipan itu tertulis ..

Tentang si Morfeus-Violinis ku ...

Malam ini, akhirnya dia kembali mengirimiku pesan. Sedang terakhir kali aku dibuatnya kesal sebab ia melupakan janjinya untuk menuntaskan jarak di hari minggu. huft!

"Sombongnya" isi pesan darinya.

Kubalas sesingkat mungkin. Wajar saja bila aku masih kesal, kan?

Namun as always, dia selalu mampu membuatku tersenyum kecil, "Yaudah abang minta maaf kalau abang salah, ya" katanya.

Aku maafkan. Bahkan jauh sebelum dia minta maaf. Kali ini giliranku, aku akan membuatnya kesal juga. Bersikap ngambek-ngambek lucu layaknya seorang perempuan yang ingin membuat gemas kekasihnya. Padahal, Morfeus-Violinis ini bukan kekasihku. Hm, begitulah.

"Gini gini, bulan depan ada grand opening coffe&resto abang, kamu dateng ya. Sebagai permintaan maaf, nanti diajarin bikin kopi, ya?"

"Nggak!" Balasku. Boleh jujur Morfeus-Violinis? Aku ingin sekali. Kau tahu kan bahwa aku ini pecinta minuman itu?

Lucunya, dia tidak menyerah sama sekali. Berkali-kali dia mengirimiku pesan, entah itu....

"Mau Novel ga? jangan diilangin tapi. Ini Novel kesayangan"

"Abang ada dua tiket nonton, yuk nonton"

"Mau apaaaa?"

Namun semuanya kubalas dengan kata yang sama, "Nggak!"

Kemudian dia menanyakan apakah aku sibuk atau tidak, kujawab bahwa aku sedang sibuk. Iya, aku sibuk menunggu balasan pesan darinya.

"Yaudah, kalau sibuk jangan bales chat dulu, selesaikan dulu sibuknya"

Bagaimana aku menyelesaikannya, Morfeus-Violinis? Sedang sibukku adalah menunggu pesan darimu!

"Maaf kalau ganggu. Nanti kalau sibuknya selesai, kabarin ya" katanya. Entah mengapa kalimat sesederhana itu terkesan manis sekali saat kubaca.

"Aku suka diganggu" balasku. Boleh? hehe.

"Abang gak mau ganggu"

Oke, baiklah. Ujung-ujungnya aku juga yang kembali merasakan kesal. Entah bagaimana ceritanya si Morfeus-Violinis selalu mampu membuatku kesal, namun selalu menjadi pesan yang kutunggu-tunggu.

Pernah sekali Morfeus-Violinis bilang, "Manfaatin liburnya dengan Ibadah"

Lantas kujawab, "Tiap minggu aku ke gereja"

"Memangnya Tuhan itu ada setiap minggu doang?" balasnya lagi.

Walaupun caraku beribadah dengannya itu beda, saat aku bersimpuh dia bersujud, saat aku mengepalkan kedua tangan dia menadahkan tangannya, saat aku bernyanyi lagu rohani dia berdzikir, namun dia selalu mengingatkanku dengan Tuhan.

Memang benar kan, Morfeus-Violinis? Bahwa Tuhan itu satu, hanya saja kita menyembah-Nya dengan cara yang berbeda.

Pun, pernah saat larut malam dia mengirimiku pesan sesaat setelah dia menyuruhku tidur namun kutolak dengan menyuruhnya tidur juga, "Morfeus-Violinis sudah tidur, besok dia harus mengusap air mata sebab si anak kecil mau pergi berpetualang"

waktu itu aku akan pergi meninggalkan selatan kota Jakarta, sejenak. Kalimat darinya seolah menahanku.

"Maka suatu waktu, kunjungi aku" balasku.

Boleh kukatakan, Morfeus-Violinis? bahwa segala petualangan yang kuarungi itu tujuannya adalah kembali pulang. Persinggahan-persinggahan yang telah kulewati menuntunku untuk kembali. Tak akan ada lagi petualangan berikutnya, tak akan ada lagi perpisahan dan kepergian. Aku ingin bersamamu. Aku akan pulang, ke rumah, hatimu.

Sajak Kecil ViolinistWhere stories live. Discover now