Dengan tas yang digendong di bahu, Nara berjalan menuju kelasnya. Berjalan dengan tenang sambil merasakan angin pagi menerpa wajahnya.
Senandung terdengar dari sela bibirnya yang tersenyum, menegaskan kalau dia dalam suasana hati yang baik.
Sesampainya di kelas, senyum yang sedari tadi menempel di bibirnya semakin mengembang karena seseorang di dalam sana.
"Deeka," Nara berlari menuju mejanya yang bersebelahan dengan meja cowok yang sedang memainkan ponselnya itu.
"Pagi, Nara," sapa cowok itu, mengalihkan perhatiannya dari ponsel.
"Tumben dateng pagi, Dee. Biasanya juga 5 menit sebelum bel baru sampai gerbang," ejek Nara. "Mau nyontek tugas kimia, ya, lo!"
Cowok dengan nama Deeka Maherendra itu hanya cengengesan menanggapi Nara, menandakan tebakan cewek itu benar adanya.
"Aduh, sahabat gue ini emang paling tahu soal gue, ya," sahutnya.
Nara hanya memutar matanya malas. "Tugas itu dikerjain di rumah, Dee. Bukan asal jiplak punya orang," omel Nara.
"Kalau punya waktu buat pacaran, harusnya juga punya waktu buat ngerjain tugas, kan. Jangan hanymmff."
"Aish, beruang kalau mau marah nanti dulu ya, tunggu gue selesai nyalin tugas lo dulu," kata Deeka sambil membekap mulut Nara.
Nara yang dibekap sudah melotot kesal. Sedangkan pelaku pembekapan itu malah tersenyum lima jari dengan raut tak bersalah.
Nara melepas bekapan itu, lalu mengambil buku tugasnya dari tas. Setelah buku itu ada pada Deeka, cowok itu segera menyalinnya dengan semangat.
Nara yang tidak punya kegiatan malah asik memandangi cowok yang masih sangat serius menyalin tugasnya.
Dipandanginya Deeka sambil berpikir, kenapa dia bisa menyukai cowok itu. Bahkan, sudah cukup lama dia memendam perasaannya ini. Hanya saja Nara takut untuk mengatakannya, takut persahabatan mereka akan rusak nantinya.
"Dee, lo kok bego, sih?" cetus Nara tiba-tiba.
Deeka yang tidak terima hanya memandang Nara sinis, takut buku tugas itu akan diambil kembali oleh pemiliknya.
"Padahal lo temenan sama gue, sama Roni, tapi kok lo gak ikut pinter juga?" lanjut Nara masih asik memandangi Deeka. "Sifat lo juga jauh banget sama Roni. Sekali-sekali jadi anak baik kayak dia, kek, lo."
"Yaudah, sana lo sama Roni aja bikin geng berdua," rajuk Deeka.
"Geng pinter dan anak baik Nara-Roni. Nanti gue bakalan bikin geng sama Sandra, lo gak boleh ikut, wlee," katanya sambil menjulurkan lidah mengejek.
"Geng apaan?" tanya Sandra yang baru datang.
"San, ayo gabung sama gue bikin geng anak pembangkang dan keren," ajak Deeka dengan menggebu. "Jadi nanti kita gak perlu ngerjain tugas, terus kita bakalan ngelawan geng anak pintarnya ...,"
"Ih, ogah," potong Sandra. "Lo aja sendiri rame-rame, Dee. Gue gak berniat gabung, soalnya gue masih punya cita-cita, walau gue tahu kalau gue keren. Sorry, ya."
Nara yang mendengarnya lantas jatuh dalam gelak tawa bersama Sandra.
Deeka merengut, lalu berlagak sibuk menyalin tugas milik Nara lagi.
"Kak Dee," teriak seorang cewek menghentikan gelak tawa Nara-Sandra.
"Cewek lo, Dee," kata Nara karena Deeka tidak mendengar panggilannya.
Deeka lantas melihat ke arah pintu, mendapati adek kelas yang merangkap sebagai pacarnya itu berdiri menunggunya.
"Ra," kata Deeka dengan mata memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regretful; Should I Say?
Short Story[Complete] Kalau aku mengatakan isi hatiku padanya, apakah dia akan tetap tinggal? Atau, kalau aku tetap menyimpan perasaan ini, akankah dia tetap disini?