"Assalamualaikum... Umi...Aba... Ida balek Umi..." teriak seorang gadis dari luar rumah.
Umi dan Aba yang mendengar suara khas gadis kecilnya segera berhambur keluar.
"Assalamualaikum Umi, Aba..." sekali lagi Ia mengucapkan salam sembari berlari menubruk Umi nya.
"Waalaikumussalam.. Ida.... MaasyaAllah anakku.. Kau dah balek nak" Umi menyambut pelukan putri semata wayangnya.
Di cium kening, pipi kanan dan pipi kiri Ida yang masih basah oleh peluh.
"Umi.. Ida rindu" semakin erat pelukan keduanya. Sampai lupa ada Aba di belakangnya.
"Umi, Ida, kalian asyik melepas rindu berdua. Aba tak di anggap ni?" sahut Aba yang terdengar cemburu melihat putrinya begitu lengket pada sang Umi, sedangkan Ia seolah tak dihiraukan.
"Aba..." Ida melepas pelukannya dari sang ibu. Bergantian mencium tangan Aba lalu memeluknya.
Pelukan hangat yang sudah bertahun-tahun tak Ia rasakan. Pelukan kasih sayang dari cinta pertamanya.
"Putriku..." Aba mencium puncak kepala Ida dengan penuh cinta.
"Sudah lama kita tak berjumpa nak, bagaimana kabar kau? Sehat?" sambung Aba sembari melepaskan pelukannya.
"Berkat doa Aba dan Umi, Ida selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah swt" jawab Ida yang bergantian melihat keduanya.
"Sudah-sudah ayo kita masuk. Kita lanjut kangen-kangenan nya di dalam. Tak enak di pandang orang" Umi menggandeng Ida dan Aba, mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Iya Umi. Oh iya Umi masak apa? Ida rindu masakan umi" kata Ida sembari merangkul tubuh Umi yang telah kehilangan banyak daging.
"Ha kebetulan Umi masak seruit kesukaan kau. Tak tau kenapa tadi pagi umi ingin makan seruit. Jadi ku suruh Aba kau pergi ke danau mencari ikan. Baru saja masak" jawab umi panjang kali lebar.
"Kau tau Ida? Aba hampir di telan ular penunggu danau, itulah sebab menuruti keinginan Umi mu. Aba kira Ida mau punya adik, ternyata itu cuma firasat Umi yang putrinya mau balik" sahut Aba.
"Yang benar Aba? Aba tidak apa-apa kan?" tanya Ida dengan cemas.
"Tentu. Lihat Aba mu begitu kuat perkasa, bahkan ular raksasa pun bisa Ia kalahkan, ha ha ha" gurau Aba yang sedang memelintir kumis lebatnya.
"Sudah lah Ida, jangan dengarkan omongan Aba mu. Akhir-akhir ini Aba memang suka berkhayal. Ular raksasa, harimau putih, rajawali, selalu itu yang dia ceritakan" cerocos umi sambil menyiapkan makanan.
"E Umi tak percaya? Biar besok Aba bawakan ular itu untuk Umi" Aba merajuk seperti anak kecil yang tidak di beri balon.
Ida tertawa lepas menyaksikan perdebatan singkat yang ada di hadapannya. Umi hanya melengos melihat tingkah putri kesayangannya.
"Ha Ida kau juga kenapa tak kirim surat nak balek?" Umi mengambilkan nasi untuk Ida dan Aba, juga untuk dirinya.
"Aih surat Ida tak sampai lagi? Sepuluh hari sebelum Ida berangkat, Ida dah kirim surat macam biasa" jawabnya sembati menyendokkan seruit kesukaannya.
"Halah, paling juga si tukang pos itu telat lagi menghantarkannya"
Tulit..tulit..tulit..tulit
Baru selesai Aba berbicara, bunyi sepeda tukang pos terdengar.
"Nah kan. Itu pasti tukang pos ecek-ecek itu" sambung Aba yang tengah menyantap makanannya.
Ida hendak berdiri menghampiri si tukang pos. Namun Umi melarangnya.
"Sudah Ida, biar Umi saja yang keluar. Sekalian Umi marahi tukang pos itu" katanya sambil menggulung-gulung lengan bajunya.
Ida mengangguk, mengulum senyum yang sebenarnya adalah tawa yang ia tahan.
"Makcik... Surat makcik. ." kata tukang pos.
"Ha kau baru sampai lagi? Kau tau anakku sudah sampai di rumah dan kau baru hantar suratnya?" jawab Umi sambil menuruni anak tangga.
"Jangan lah merajuk makcik, kemarin kan hari libur, jadi aku tak keliling" kata tukang pos yang mencari pembelaan.
"Hemmm alasan saja kau, kemari" Umi mengambil suratnya.
"E Bang Samin, apa kabar?" tanya Ida yang berada di jendela rumah.
Sebenarnya Samin adalah teman sekelasnya dulu saat berada di bangku SMP. Sekarang dia sudah sukses menjadi tukang pos, meski hasilnya tak seberapa, tapi keberadaannya sangat membantu kami.
"Ida ya? Sudah gadis kau Ida? Padahal dulu bocah ingusan hahaha"
"Kau pun sama, tambah tua ya hahaha" ledek Ida ganti.
Samin melengos. "Kau ni kalau bicara suka benar hahaha" semua tertawa.
Setelah Umi tanda tangan, Samin pergi meninggalkan rumah sembari membunyikan "tulalit" nya.
Tulit.. Tulit.. Tulit.. Pos.. Pos.. Pos...
...
KAMU SEDANG MEMBACA
AshurRajo
RomanceKita adalah salah satu dari sekian banyak kisah cinta yang rumit. Cinta yang tak tersampaikan pada sang pemilik kasih. Cinta yang terhalang oleh kedudukan, kekayaan, dan kekuasaan.