Sahabat Tak Jadi Cinta

37 2 0
                                    

Sahabat tak jadi cinta

Nara seharian hanya tidur dikamar, menghabiskan sisa liburan semesternya. Padahal sejak satu minggu yang lalupun Nara hanya berdiam diri dikamar. Meratapi nasib.

Dibukanya gorden yang seharian tertutup menghalangi cahaya mentari, ia hanya membukanya sore hari untuk menikmati keindahan langit, apakah akan bersenja atau hujan. Keduanya tak masalah bagi Nara, ia hanya selalu suka suasana sore yang biasanya dia nikmati diperjalanan pulang.

Sore ini ternyata hujan. Gerimis kecil menyerbu kanopi kamarnya, melantunkan melody khas masalalu. Pasalnya suara itu pernah menghiasi bisikan seseorang 4 tahun lalu. Hujan seolah mengobrak abrik ingatannya, memaksa seseorang kembali dikenang.

Duduklah Nara dikursi rotan depan kamarnya, disandarkannya tubuh kurus itu dengan lemas. Menatap langit, memandang sendu. Hujan turun sebentar, tapi tak membuat ingatan masa lalu lekas pergi begitu saja. Angin sepoi dan aroma petrikor begitu kuat menarik pikirannya berkelanna jauh.

***

Empat tahun lalu.

"Aku tunggu pulang sekolah diparkiran." pesan dari seseorang terus ia baca dan tak kunjung ia balas semalaman.

Upacara senin ini Nara memutuskan untuk bersembunyi dibangku kelas, malas berpanas panasan dilapagan, berlama-lama mendengarkan ocehan Pak Anwar yang jadi pembina upacara.

"Kenapa liatin hp terus, Ra?" tanya Ody yang juga sedang bersembunyi dikolong bangku pojok.
"Ini Dy, aku dapet sms, tapi gak tau dari siapa," Inara menyodorkan hp-nya tepat dihadapan Ody, dan dibacanya.
"Ah yang iseng itu mah, udah gak usah!"
"Coba liat!" Amel medekatkan wajahnya ke Ody merebut posisi untuk membaca isi pesan dalam hp Inara.
"Aduhhh!" Ody terpentok kaki meja karena terdorong amel.
"Mel!" Ody melotot kesal.
"Sorry sorry, Dy,"
"Kamu Mel, tau ini sempit!"

Terdengar suara langkah kaki dari luar kelas, Ody segera menutup mulut Nara yang sebenarnya akan mengomel pada Amel. Beberapa langah kaki itu semakin mendekat, semakin dekat. Satu orang terdengar lanjut melangkah melewati kelas 11 IPA 1, satu orang lagi terhenti didepan pintu.

Suasana menjadi tegang, padahal ini bukan kali pertama mereka melakukan hal serupa. Keringat dingin dan panas bercampur ditubuh ketiganya, takut kali ini mereka tak seberuntung persembunyian-persembunyian sebelumnya.

Kelas 11 IPA 1 adalah kelas unggulan yang berisi orang -orang terpintar satu angkatan IPA. Termasuk Inara, Ody, dan Amel, yang kadang mengelak jika disebut orang pintar, katanya mereka tak bisa guna-guna, apalagi mengusir setan, padahal itu beda hal.

Setiap guru dan petugas Osis yang piket berkeliling sekolah ketika upacara dimulai, sering mengabaikan ruang kelas ini. Karena mereka tak akan percaya jika ada orang yang bersembunyi didalamnya. Satu sekolah terlalu yakin jika seluruh penghuni IPA 1 adalah orang-orang rajin dan disiplin, mereka tidak tahu saja bahwa orang pintar-pun berhak nakal.

Suara pintu terbuka jelas terdengar, langkah kaki semakin mendekat. Mereka memejamkan mata keras-keras, sambil berpegangan erat, berharap orang tersebut tak melihat. Suara sepatu itu berhenti didepan mereka, di bangku belakang pojok ruangan.

"Hei!" laki-laki berseragam rapih itu membentak.

Jantung mereka berdetak kencang. Segera mereka membuka mata, memastikan siapa yang sebenarnya datang. Mereka hanya bisa mematung melihat sang ketua Osis berdiri dihadapannya, entah harus bereaksi seperti apa. Tak lama Bu Tini menghampiri mereka dan mengomel panjang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arti KehilanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang