"Rey ...."
Entah mengapa dia tak menggubrisku, matanya masih menatap pada langit malam, tak tahu apa yang ia pandangi. Rambut gondrongnya tersibak angin, parasnya yang tegas dan garanng terlihat jelas, ia adalah lelaki yang sempurna. Tapi mengapa pandangan seperti itu.
Kulihat, jemarinya gemertakan.
Mataku terbelalak, tubuhku seketika kaku, tak percaya, tubuh hangat ini mendekap erat, aku tak siap hingga pijakan kaki ini terdorong mundur.
Ingin menyebut namanya tapi urung, pundaku sudah basah.
Rey menangis? pria tangguh itu menteskan air mata. Bukan, bukan hanya air mata ia tersedu dalam isak pilu. Apa, mengapa, aku tak tahu, hanya kubiarkan saja Rey mendekapku seperti itu, cukup lama bahkan aku berharap lebih lama.
Reflek, tangan ku merangkul tubuh kekar ini, begitu damai dan hangat, semakin erat pelukan ini, hingga degup jantung dan hembusan nafasnya seakan menyatu.
Ini seperti mimpi yang terwujud, Rey membiarkan ku melakukan itu,
"Aku sayang pada mu Rey, lebih dari siapapun"
Kalimat itu hanya berputar- putar di otakku. Ku tepuk tepuk puunggungnya, begitu kokoh.
Rey merenggangkan pelukannya, memegangi kedua pundakku, matanya masih basah, memandang begitu dalam kearah ku. Aneh tak biasanya, pandangan mata itu membuat gugup, bingung.
Perlahan ia mendekatkan wajah tegasnya pada ku, aku semakin salah tingkah,
"Apa apaan ini, Rey jangan membuatku semakin bingung".
Dan lagi lagi kalimat itu tak benar benar keluar dari pikiranku, hanya menggantung membuat tenggorokan ini tercekat.
"Ta, terima kasih, kau sahabat terbaikku"
Bisiknya seketika tepat ditelinga kanan, terngiang jelas.
Hampir gila aku meladeni tingkahnya.
"Dasar bodoh, apa yang kau pikirka tadi, tak mungkin Rey melakukan itu, dia sahabat ku sejak masih ingusan"
Rutukku dalam hati.
Tak berhenti di situ, tangan kekarnya tiba tiba dengan liar mengacak acak rambut ku.
"Dasar tomboy tengil".
Ujarnya terkekeh tanpa dosa, dan seketika, wajah murung tadi menghilang, tak tahu disembunyikan dimana, tapi itu benar benar Rey yang aku kenal.
"Sorry Ta, punggungmu basah, tadi kayanya ada ingusnya juga"
Makin terkekeh.
Mukaku merah padam, panik menoleh mencari cari benda lengket yang disebutkan Rey tadi.
"Koboy cengeng, awas kalau beneran ada, gue ga terima, lu harus cuci baju gue selama seminggu"
Masih kucari- cari dengan sedikit panik, dia malah terkekeh puas.
"Menyebalkan ....,"
Baru aku ingin mengejarnya ia sudah belari kabur, melihat tanganku yang sudah mengepal.
Tak selamanya langit malam yang tak berbintang itu buruk, bagiku ia seperti kanvas raksasa yang siap menampung imajinasiku, aku bebas melukiskan apa saja, dan kali ini sebuah wajah yang sangat akrab dengan ku telukis bebas, seuntai senyum tegas diwajahnya terlukis jelas gurat gurat pipinya yang mengembang juga masih kuingat dengan jelas. Rey senyum itu sangat membahagiakan ku.
Seperti katamu, gelapnya langit malam akan terasa indah jika kita mampu menghadirkan seseorang yang sedang kita rindui, dan saat ini kaulah sosok yang mampu mengubah malam gelap ini terasa indah, sangat mengagumkan.