Confession

9 2 2
                                    

There are three words that I've been dying to say to you

Suka!

Kata yang terus-menerus ditulis ulang pada selembar kertas yang tampak kusut.

'Bagaimana cara mengatakannya, ya?'

Seorang gadis yang duduk dibangku paling belakang baris ketiga, terus menatap pada pemuda yang dengan khidmat memperhatikan guru Matematika yang sedang menjelaskan tentang rumus Pitagoras di depan kelas.

"Aish! Seharusnya ini mudah. Suka! Hanya katakana itu dan selesai." Gadis bernama Kiara itu tidak sadar telah menyuarakan pikirannya dengan lantang, menyebabkan semua orang menoleh ke arahnya.

"Ada apa Kiara?" Tanya sang guru dengan tatapan tajam, tak suka proses belajarnya terganggu.

"I-itu... maaf, pak!"

I need to let you know

"Baiklah, pelajaran hari ini cukup sampai disini, kita sambung minggu depan. Ingat! Kalian harus rajin belajar, sebentar lagi kalian akan lulus."

"Iya, pak guru!"

'Benar, sebentar lagi kami akan lulus. Jika aku tidak mengatakannya aku mungkin akan menyesal,' lagi-lagi, gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri. 'Aku harus memberi tahunya!'

I wanna say I love you

Seorang siswi dengan nametag Kiara Adriana, berjalan menyusuri lorong sekolah yang sudah sepi. Berjalan lurus ke barat -mencari kitab suci/slap, gak ding- berjalan lurus ke barat kemudian berbelok ke selatan, dan berhenti secara tiba-tiba; kenapa?

"A-anu... Kak Abiyan, a-aku suka kakak!" ujar siswi kelas 1 dengan wajah merona. "A-aku bahkan masuk sekolah ini karena kakak. K-kakak mau gak jadi pacarku?"

Tidak hanya Abiyan, Kiara yang mengintip dibalik tembokpun terkejut dengan pernyataan cinta itu. 'Dia berani sekali. Seharusnya aku juga bisa seperti dia."

Abiyan tersenyum kepada junior di depannya itu. Tak jauh berbeda dengan sisiwi kelas satu tersebut, Kiarapun ikut berdebar menanti jawaban dari pemuda tampan itu.

"Aku sangat menghargai perasaanmu." Si adek kelas langsung sumringah mendengar jawaban Abiyan, namun... "Tapi aku tidak bisa menerimanya. Maaf!"

Nafas lega terhembus, lega mendengar jawaban dari setter* klub Voli tersebut.

"K-kenapa, kak?"

"A-aku menyukai seseorang." Jawab Abiyan dengan wajah memerah.

'Siapa yang Abiyan suka? Jangan-jangan, rumor tentangnya dan Risa itu benar. Atau... dengan Toni? Masa Abiyan belok, sih?'

"Siapa, kak?"

Abiyan tertawa kecil. "Kau akan tahu saat festival sekolah nanti."

I was always afraid, I will fall

Suasana perpustkaan yang sepi, hanya ada Abiyan dan Kiara yang tengah mengerjakan tugas kelompok disana.

'Abiyan, aku menyukaimu! A...h, batapa ingin ku katakana hal itu. Tapi Abiyan menyukai orang lain, sudah pasti aku ditolaknya.'

Kiara sedikit mendongakkan kepalanya, takut-takut menatap Abiyan yang berada di seberang meja.

'Aku hanya ingin dia tahu, aku menyukainya. Tapi aku sangat takut. Bagaimana jika dia menjauhiku setelah ini? Bagaimana jika dia membenciku nantinya? Bagaimana jika-'

"Ada apa, Kiara? Kenapa menatapku seperti itu?" ah, terciduk.

"E-eh... a-anu, tidak... ti-tidak apa-apa! Hehe..."

Taking it breath the air, what is there to really fear?

Abiyan disana, di belakang panggung, menanti gilirannya untuk tampil.

'Tarik nafas... hembuskan! Tarik nafas... hembuskan!'

"Yosh, semangat Abiyan!" gumamnya menyemangati diri sendiri.

"Baiklah, peserta berikutnya dari kelas 3, Abiyan!" seruan dari Mc mebuat dada Abiyan bergemuruh. Bukannya ia demam panggung atau apa, tapi karena hal yang akan ia sampaikan nanti.

"Semangatlah, Abiyan. Sekarang atu tidak selamnya!" ujar Toni menyemangati.

Riuh tepuk tangan penonton festival sekolah menyambut Abiyan yang naik panggung dengan sebuah gitar. Jangan lupakan teriakan dari penggemar miliknya yang mendominasi; mayoritas perempuan.

"A... Kak Abiyan!!"

"Abiyan, I love you!"

"Halalin dedek, mas!" lah?

"Abiyan, aku padaku!" apaan, sih?

"Siang semua!" ah, sapaan Abiyan bagai Oasis di tengah gurun pasir. "Lagu ini, khusus untuk dia yang tidak lelah berlari memenuhi pikiranku"-sa ae, tutup panci :v

Senar gitar mulai dipetik, mengiringi sebuah lagu yang tertuju hanya pada gadis itu.

"I wanna say I love you but, babe I'm terrified... my hands are shaking, my heart is racing..." sesuai dengan lagu tersebut, jantung Abiyan berdetak semakin kencang. "Couse it's something I can't hide, it's something I can't deny... so here I go, Kiara I love you..."

Kiara mematung, maniknya membola. Abiyan baru saja menyebut namanya dalam lagu itu. Dia tidak bodoh, pemuda itu sedang menyatakan perasaannya.

'Jadi, orang itu aku! Orang yang disukai Abiyan itu aku!'

Semua orang kini menatap kearahnya. Haru, senang, iri dan berbagai tatapn lainnya terarah pada Kiara.

"Nice, Abi!" seru Toni.

Abiyan tersenyum lebar. 'Aku mengatakannya!' batinnya bersorak.

Tapi, kemana Kiara? Kenapa dia tiba-tiba menghilang? Abiyan yang menyadari itu segera turun dari panggung untuk mencarinya.

_0o0_

"Astaga-astaga-astaga...apa-apaan itu? Apa yang Abiyan lakukan? Kenapa ia menyebut namaku?"

Monolog itu berasal dari taman belakang sekolah.

"Sudah ku duga, pasti kau disini?"

Kiara menoleh, dapati Abiyan yang tersenyum kepadanya.

"A-abiyan!"

"Ku rasa, aku sudah menyatakan perasaanku dengan jelas. Atau, apa perlu ku ulangi sekali lagi?"

"Ti-tidak... tidak perlu. Aku mendengarnya dengan jelas!"

"Jadi?"

"J-jadi apa?"

"K-kau mau jadi... mmm... pacarku?" suara Abiyan semakin mengecil, terlalu malu untuk menyuarakannya dengan keras. Pun pandangannya dibuang kesamping, menyembunyikan rona merah pada pipi.

Kiara yang wajahnya tak kalah merah, menatap Abiyan lama. Kemudian tersenyum dengan lembut.

"K-kenapa aku harus menolak?"

_Fin­_
*Setter atau tosser adalah nama posisi pemain bola voli yang di dalam timnya dia bertugas sebagai orang yang mengatur serangan dari tim.
Sumber google

Kiwa_sama

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang