1: Ghost

1.9K 147 24
                                    

Take Me to The Sky

BTS Fanfiction. Supernatural. Hurt

Sugarcypher | 2019

[ Inspired by Aya Kanno's book with title: "Love Song Flowing from A Wound" ]

*

*

*

Yoongi as POV

Kurebahkan tubuh penat ini di atas ranjang kamar yang dari pagi belum kubereskan sama sekali. Sederhana saja; aku tak punya waktu membereskannya. Pergi ke studio, rekaman, mengaransemen— dan segala macam hal yang dilakukan seorang produser musik pada umumnya. Aku telah melalui itu selama hampir enam tahun— tergolong baru di industri ini. Tapi sudah banyak yang mengenalku, memakai jasaku untuk berkontribusi dalam karyanya, bahkan mengiringi penampilannya di panggung dengan dentingan piano.


Tapi belakangan penjualan sedang tak bagus. Manajerku sedang cerewet-cerewetnya menceramahi. Menyalahkanku yang selalu acuh pada pamor sendiri. Pemasukan berkurang, album tak laku, hingga pendengar yang perlahan menjauh.

Apalagi saat mengetahui bahwa akhir-akhir ini aku sering menghabiskan waktu di bar daripada studio.

Beberapa malam ini kuhabiskan di bar dekat apartemen. Minum dan bersenda gurau dengan beberapa orang baru di sana. Sedikit melepas beban karena bisa berbicara lepas tanpa takut rahasia terbongkar. Berkeluh kesah pada orang asing itu memang lebih menyenangkan. Daripada berkutat pada hal-hal stagnan tanpa berinteraksi.

Tapi saat ini aku sadar butuh hiburan pelepas penat. Mengingat kondisi sedang tidak baik dan ingin menjaga jarak dengan pekerjaan sejenak. Tapi ternyata manajerku berkata lain; ia tetap saja menyuruh untuk lebih meningkatkan kinerja— meraup untung lebih banyak. Sial, pikirnya aku mesin?

Aku berusaha memejamkan mata— walau sadar tak akan bisa tertidur cepat. Kepalaku pusing setelah seharian dipaksa bekerja. Katanya harus ada lagu yang rilis dalam waktu dekat. Mereka menjadikanku alat untuk memajukan perusahaan. Tapi jika aku mengundurkan diri, pada siapa aku bernaung? Siapa yang membantu promosi dan membesarkan namaku? Jadilah aku mengikuti saja kehendak mereka. Walau lelah, akan kucoba. Bisa saja aku menulis sebait lirik hasil dari pikiran mumet di kepala.

Benar saja, aku tak bisa tidur. Kududukan badan di ranjang. Bersandar pada dinding. Pikiranku kosong— memandangi sebuah piano besar tepat di hadapan ranjang. Piano yang telah menemani hari-hariku sejak kecil. Warisan keluarga yang akhirnya jatuh di tanganku.

Dari saat aku masih menjadi anak jalanan yang pergi merantau ke Seoul mencari peruntungan, hingga saat ini namaku sudah sampai pada nominasi-nominasi ajang penghargaan sebagai produser maupun musisi terkemuka. Piano itu saksi bisu perjuanganku. Sahabatku satu-satunya. Sengaja tak kuberi nama, supaya bisa memanggilnya sesuka hati.

Lalu aku berpindah. Menyentuh benda dingin itu dengan belaian. Suara decitan kecil menghiasi ruangan karena piano itu adalah benda yang selalu rutin kubersihkan. Ia tak boleh kotor, lecet, atau rusak sedikitpun. Walau penat, kusempatkan mengurusnya dengan baik. Tuts-tuts yang selalu memanjakan selalu kunikmati. Alunan piano selalu mengingatkanku pada masa kecil.

Aku suka sekali mendengarkan musik klasik di kamar loteng hingga tak sadar matahari telah terbit. Lupa waktu saking asyiknya. Selamanya akan begitu, bukan? Musik klasik akan tetap mengalun merdu dimana pun itu. Tak akan pernah redup walau tergantikan musik baru abad ini.

take me to the sky [minyoon] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang