❄❄❄

59 5 17
                                    


Musim dingin datang begitu cepat. Hansung, pemuda itu menggosok-gosokan kedua telapak tangannya, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai mengusik. Hansung lupa memakai sarung tangan, lagipula dia sendiri tidak yakin dimana ia menyimpannya.

Dengan sedikit menggigil dan memasukan kedua tangannya kedalam masing-masing kantung mantel, dia kembali berjalan menelusuri jalanan yang cukup lenggang. Karena siapa yang mau berjalan-jalan di tengah guyuran salju, mereka lebih memilih untuk menghangatkan diri dengan secangkir kopi atau coklat panas di tangan mereka. Terkecuali Hansung, dengan mantel coklat yang dengan semangatnya seolah dia sedang berjalan di sebuah taman pada saat musim semi.

Mata sipit Hansung mengintip sebentar kedalam sebuah kafe yang tengah dia lewati, terlihat begitu hangat dan juga ramai oleh pengunjung. Sebuah senyum terlukis begitu saja di paras manisnya.

"Terlihat hangat. Tapi aku menginginkan lebih dari 'hangat', um." gumamnya pelan.

Hansung meneruskan langkahnya sampai di sebuah taman yang lagi-lagi tentu saja sepi. Tumpukan salju mulai terbentuk di sepanjang jalan menuju taman itu, tetapi dia tidak peduli. Hatinya terlalu bersemangat untuk menunggu seseorang.

Langkahnya pelan menuju ke ayunan besi yang terlihat seperti membeku di bawah sebuah pohon mapel besar.

Krieeettt

Suara derit besi akibat bertambahnya beban, sedikit terdengar horor, namun Hansung tidak peduli, dia dengan mantap duduk di atas ayunan itu.

Angin dingin menerpa wajahnya, seperti biasa dia akan menunggu seseorang di taman ini. Dia akan duduk diayunan dan menebak-nebak coklat seperti apa yang akan orang itu berikan padanya.

Terkekeh geli ketika dia mengingat sudah berapa banyak coklat yang dia dapat jika di kumpulkan. Dulu bahkan untuk bermimpi saja dia takut,
karena dia tahu kalau mimpinya terlalu tinggi meski hanya untuk sepotong coklat murahan. Tapi sekarang, dimasa depan ini, siapa sangka dia akan menjadi satu-satunya orang yang mencicipi coklat mewah varian baru dari brand terkenal, sebelum diedarkan bahkan sebelum dipromosikan.

Hansung mengangkat sebelah tangannya, membiarkan beberapa butiran lembut salju jatuh ketelapak tangannya, ingatannya berputar kembali saat dia masih duduk di bangku sekolah dasar.

###

Hansung kecil memandang mangkuk kusam didepannya, hanya ada nasi putih dingin serta bubuk garam dalam sebuah botol kecil disampingnya. Matanya menatap sendu pada seorang anak lelaki yang lebih tua beberapa tahun diatasnya.

"Hansung, maaf sarapanmu pagi ini, sangat buruk."

Hansung menatap wajah murung orang itu, lalu tersenyum.

"Hyung, ini sudah cukup. Ini enak."

Lalu dia memakan nasi dingin yang sudah dicampur garam dengan lahap. Dia tau. Dia paham. Kakaknya sudah berusaha untuk mendapatkan semangkuk nasi dingin hanya untuk dirinya.

Hidup mereka jauh dari kata 'sejahtera' bahkan kata 'sederhana' pun jauh untuk menggambarkan keadaan keduanya.

Ayah mereka meninggal dunia saat Hansung berusia 5 tahun sedang kakaknya, Hanyeol, 10 tahun. Setahun setelahnya, sang ibu dengan tega meninggalkan mereka digubuk reot itu hanya untuk menikahi seorang duda kaya raya dari kota.

Mereka hanya bocah kecil yang tidak paham apa yang terjadi. Jadi ketika ibunya mengatakan kalau dia harus pergi demi kebaikan mereka dan berjanji akan mengunjungi setiap enam bulan sekali, mereka hanya bisa menangis dan mengangguk. Namun pada kenyataannya sampai 5 tahun berlalu, ibunya tidak pernah kembali. Bahkan untuk sekedar memastikan Hanyeol dan Hansung sehat dan baik-baik saja pun tidak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang