Teruntuk puan

18 0 0
                                    

Berharap pada gelap, akan ada sepercik cahaya menyapa.
Gelap tak saja menghantarkan hujan, gelap juga dapat menghantar kepergian.
Di penghujung sore, kupandangi tak ada senja meperlihatkan binarnya...
Ada apa, apakah ini gelap yang kunamakan.
Gelap menjadikanku malapetaka, tak ada kata, tak ada bising suara, yang ada hanya sebongkah doa terucap dari hati tersayat berharap kali ini bias manja senja dapat menyapa.

Sampai seduhan kopi terakhir menunggu menanti, detik jam selih berganti sampai pada pukul 18:30,mengeluh;hanya itu yang aku tau saat itu.

"Ahh... Sudah, senja memang tak datang, dan takkan datang sore ini."

Dalam lantunan doa magribku, kupanjatkan sebongkah asa, agar gelap ini tak lagi melanda, akan di gantikan cahaya senja.

Puan tidakkah kau ingin cahaya?, kenapa kau kau selalu murung, apakah kau suka bermain gelap?, atau memang aku yang merasa gelap.

Puan, sajak ku tak berarti apa apa,
Salah kah aku jika ingin melihat puan di rundung cahaya... Puan aku tak suka gelap ini.
Gelap ini membuatmu enggan menyapa,menyapa aku yang di landa kegelapan.
Puan,aku rindu cahaya itu, cahaya yang dulunya selalu kau sinari, Aku rindu itu puan.
Kau ajakku tertawa,sampai aku lupa bahwa magribku telah abih menyaksikan senja yang tak di rundung duka,saat itu.

Berbeda dengan saat ini, puan senantiasa bermain gelap.
Puan senantiasa tak lagi berbagi tawa.
Puan yang dulu menyemangatiku kemana? Kau kemana puan.

Apakah kau tak rindu menyapaku puan?
Apakah kau tak rindu bercanda tawa denganku?
Apakah kita tidak bisa bertemu lagi?

Puan, jangan jadikan gelap sebagai perpisahan.
Aku berantakan puan.
Aku hancur.
Aku rapuh puan.
Tanpamu....




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teruntuk puanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang