Tengah malam itu, dini hari abu-abu
Hujan turun diluar jendela, derai airmata pun lebat dipipi Jelita
Ia tersedu-sedu dalam tangis pilu
Tembok menatapnya tak tega, jendela masih terbuka
Dingin yang dibawa hujan, tanpa segan mendekat
Masuk melewati rongga, ingin membelai penuh duga
Terhentak! ketakutan melihat Jelita yang sedang membara mengutuk kenyataan
“Mengapa baik bagiku, selalu buruk bagi kalian?”
“Jika aku tak baik, mengapa kalian tak membantuku menjadi baik?”
“Jelaskan padaku apa arti baik itu!”
Tanya-tanya Jelita
Pada gulita yang membuta
Meringis, tangis belum juga terhenti
Meringkih, kedua tangan menutup muka yang tengah kuyup
Menyumbat aliran airmata, membungkam jeritan derita
Ada secuil damba yang tersisa
agar peluk itu kembali membersamai hati yang terlampau letih
Ibu..
“Bunuhlah anakmu ini yang tak tau batas akan merindu, yang masih cengeng tanpa pelukmu!”
Meski ia tak tau, apakah kematian akan mampu mempertemukan mereka
Dan juga ia tak tau
Tentang berapa raga yang akan ikut mati bersamanya
Seiring hujan yang mereda
Isak tangis pun merendah
Tepat pukul tiga, ia beranjak
Menghela nafas panjang, coba menenangkan tangisan
Membuka pintu, menuju mata air
Membasuh segala airmata dengan air suci
Kemudian, Jelita kembali ke ruangan itu
Menutup jendela bersama hati yang ingin lega
Bergegas mengenakan mukenah berwarna jingga
Menggelarkan sajadah usang warisan Ibu
Entah apa yang membawanya ingin bertemu Tuhan kala itu
Mungkin.. Ia ingin menumpahkan segala luka dalam cerita
Melangitkan doa, yang tak lagi betah membumi bersama airmata
Tahajud pun didirikan
Seusai salam, rapat kedua tangan terbuka menengadah keangkasa
Mata terpejam menahan airnya
Sanubari bercerita
Bisu menjadi saksi
Di ujung setiap kata
Semesta turut mengamini
Doa usai, cerita dini hari itupun selesai
Selesai untuk ia mulai menghadapi
Segalanya, semampunya
Ranjang siap memeluk erat segala lelah
Ia pun rebah dan terpejam
Senyuman kecil hinggap di akhir malam
Hatinya berbisik
“Ternyata aku tak pernah sendiri”
Tembok dan jendela ikut tersenyum melihatnya
Jelita telah siap menyambut pagi
Mencoba berdamai dengan hari
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Jelita
General FictionBagaimana seorang gadis yang hampir setiap malam memupuk kerinduan, dan saat rindu itu telah semakin subur hingga merekah, sayang sekali tak kunjung ada yang datang untuk menemaninya dalam temu. Siapakah yang Ia rindukan?