prolog.

6 1 0
                                    

Diwaktu nanti, mungkin mengingat kata cintamu hanya akan mengundang tawaku, dan ajakan pisahmu tak lagi merundung tangisku. Biar begitu, kamu masih akan kusimpan dalam palung terdalam sebagai sesuatu indah yang telah membiru hingga akhir waktu.

Adila tidak tau apa yang merasuki dirinya, padahal sudah dengan kuat ia menentang kata hatinya untuk tidak lagi disini, rumah mantan.

Adila benci, muak, berang, namun saat mendengar ia jatuh sakit dengan kesetanan Adila bergegas naik angkutan umum termewah--angkot. Bahkan Adila masih menggunakan piyama saat pagi-pagi melengos menuju kediaman mantan.

"La."

Gadis itu terdiam, manik kelabunya memejam merasakan hembusan panas ditengkuknya.

"Lo panas. Jauh-jauh deh dari gue."

Adila menghentak tangan Bams yang memeluknya dari belakang. Bams mempoutkan bibirnya sebal, membangkang, memeluk perut Adila lebih erat dari sebelumnya.

"Muka lo udah lama ga kena cium pantat wajan kan?" Adila mengangkat wajan didekatnya lalu diarahkan pada kepala Bams, namun laki-laki dengan iris gelap itu tak berkutik.

"Udah lama gak dicium kamu..."

"BAMBANG! LEPAS GAK! GUA PULANG NI! MAKAN BATU AJA LU SONO YA!"

"JANGAN PANGGIL BAMBANG!"

"BODO AMAT LEPAS!"

Bams melepas pelukannya dari Adila, merengut sebal dan pergi duduk ke meja makan meninggalkan Adila yang masih mengaduk kuah sop.

Bambang Darpa, lelaki itu menopang dagu menatap punggung Adila. Sudut bibirnya perlahan naik, bahkan disaat seperti ini Adila masih mau untuk datang dan merawatnya, disaat ia memberi luka, justru Adila merawat luka. Kenapa?

Kenapa Adila masih peduli padanya?

Ralat.

Kenapa Adila masih sayang padanya?

"La--"

"Bacot bambang, diem deh."

Bams mengatupkan bibirnya sebal, namun agaknya Bams lega karena akhirnya Adila kembali, menjadi Adila yang dulu, Adila yang memanggilnya Bambang, Adila yang tak menghindarinya seperti beberapa bulan terakhir, Adila yang... Masih sangat mencintanya.

Bams merasa menjadi orang paling buruk karena melukai gadis itu.

"Makan bambang, bukan ngelamun, lu udah kayak ayam mau mati."

"Sembarang."

Kendati begitu, Bams juga merasakan menjadi orang paling beruntung, karena pernah--masih--dicintai Adila.

"Demi apa lo ngerawat Bams sakit?"

"Demi cinta gua yang ternyata singkat."

"Anjir. Lo bego sampe ke DNA ya? gini deh otak hasil give away," ocehan Lea mulai membuat kuping Adila panas.

"Dia disini sendiri, bokap-nyokap di Jakarta, siapa lagi yang mau ngerawat dia selain gue?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang