tatapan yang penuh pertanyaan

7 3 0
                                    

Di sebuah kelas yang sunyi dan hening ketika pagi hari menunjukkan keceriaannya sang surya yang selalu tersenyum menyambut dunia yang bercahaya. Langkah kaki terhenti akan hendak meletakkan tas selempang ke atas meja. Seorang perempuan manis yang mengenakan jilbab putih melongok sebentar ke arah pandangannya ke depan. Padahal tangannya akan bergerak meletakkan tas selempangnya ke atas meja namun niat itu batal karena ia menyadari pandangan seorang laki-laki yang sedang duduk menatap ke arahnya. Dengan spontannya perempuan itu memerah mukanya karena laki-laki itu selalu menatapnya dengan tatapan yang lembut.            Entah apa arti tatapannya? Yang jelas perempuan itu tak pernah berbicara lebih dekat dengan laki-laki yang terkenal alim di kelasnya.
Perempuan itu bernama  fafa(nama panggilan). Ia adalah seorang perempuan yang pendiam, pintar, alim dan juga baik hati. Ia termasuk perempuan yang sangat takut kalau berhadapan dengan seorang laki-laki .ia anak seorang Ustad dan hidup dalam keluarga yang dididik dengan ajaran agama Islam yang kuat. Karena itulah fafa sangat berhati-hati bila berhadapan dengan seorang laki-laki apalagi sampai bersentuhan.
Sedangkan laki-laki yang tadi itu bernama Azmi. Murid yang pintar, suka memakai kacamata, supel, alim, ramah dan baik hati. Kulitnya putih bersih. Di balik kacamatanya itu terdapat kedua mata yang sayu sehingga siapa saja yang menatapnya akan merasa terpesona akan keindahan kedua matanya. Ia seorang laki-laki yang murah senyum. Ia selalu menatap ke arah Fafa sehingga Fafa merasa aneh dengan tatapannya itu.
Fafa merasa salah tingkah bila Azmi menatapnya.  Ia selalu berusaha menguasai dirinya bila merasakan salah tingkah itu. Cepat-cepat ia meletakkan tas selempangnya ke atas meja. Ia buru-buru ingin keluar. Sebelum keluar, ia penasaran ingin melihat apakah Azmi masih memandangnya atau tidak. Ia memalingkan wajahnya ke samping. Azmi masih saja memandangnya dengan aneh dan tiba-tiba Azmi melemparkan senyum manisnya. Fafa semakin memerah mukanya. Jantungnya berdebar dengan keras. Rasanya tubuhnya bergoncang. Fafa membalas senyuman Azmi. Ia segera kabur ke luar kelas untuk melenyapkan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya.
“Astagfirullah… Astagfirullah… Astagfirullah! Kata Abi, tidak baik seorang perempuan Muslimah menatap seorang cowok dengan lama nanti bakal terjadi zina mata. Ya Allah, maafkan hambamu ini. Astagfirullah al’azhim,” seru Fafa mengucap istighfar berkali-kali sambil menutup telinganya dengan kedua tangannya saat di luar kelas.
Ia terus berjalan dan berjalan di koridor sekolah hingga menabrak seseorang. Gebrak!!! Mereka berdua jatuh bersamaan.
“Aduh..” mereka berteriak bersamaan.
Fafa mengeluh kesakitan. Lalu ia menatap orang yang ia tabrak untuk meminta maaf.
“Maaf..”
“Aduh… Fafa, kalau jalan itu harus hati-hati dong!”
Fafa tersenyum cengengesan. Rupanya yang ia tabrak itu adalah teman sebangkunya sekaligus teman dekatnya yang bernama Ana Awwaliyah. Ana mengeluh kesakitan sambil terus berkoar-koar. Ia seorang perempuan yang berambut panjang, cerewet dan galak.
Maaf Ana.. Sekali lagi aku minta maaf ya.. aku nggak tahu ada kamu di depan aku. Habisnya aku menutup mata sih…”
Mereka saling berdiri. Ana mengelus-elus pantatnya yang sakit. Fafa membersihkan sisa-sisa debu yang menempel di belakang rok abu-abu panjangnya.
“Iya.. aku maafin.. Ngapain sih kamu jalan sambil nutup mata segala? Memangnya ada apa? Kamu habis ngeliat hantu ya..”
“Hantu apaan? Aku sangat berdebar-debar karena Azmi menatap aku dengan aneh lagi.”
“Ha…,” Ana menganga seperti ikan kehabisan napas.”Oh rupanya, cowok alim itu masih saja memandang kamu ya.. itulah sudah kubilang kalau Azmi memandangmu dengan aneh seperti itu tandanya ia naksir sama kamu. Kamu toh tak percaya orangnya.”
“Aku nggak yakin. Akukanl tidak boleh pacaran sama Abi aku. Walaupun aku memang suka sama Azmi. Biar saja ini berlalu.”
“Kok bilang berlalu. Bodoh kamu Fa.. Azmi itu cowok alim. Kamu mesti mendapatkan cowok yang seperti itu. Kalau kamu tidak menyatakan cintamu kepadanya dengan cepat nanti dia bakalan disambar orang lain loh.. nanti kamu menyesal lagi terus patah hati.”
“Masak cewek yang menembak duluan. Ogah ah.. harusnya cowok yang duluan yang menembak.”
“Tidak ada zamannya malu-malu lagi. Cewek harus menyatakan cinta duluan. Kalau kamu mau.. aku temani kamu menemui Azmi. Terus tembak dia,” kata Ana tiba-tiba bergerak cepat meraih tangan kanan Fafa.
Fafa kaget setengah mati. Ia terseret oleh tarikan Ana.
“Ana.. apa-apaan sih..”
“Pokoknya ikut aja. Supaya kamu nggak terlalu menutupi dirimu seperti itu.”
Apa alasannya?”
“Entah…,” Fafa berdelik sambil tersenyum simpul.
Ana terus berjalan menarik Fafa. Orang-orang yang berdatangan melihat tingkah mereka berdua. Fafa merasa malu sekali akibat ulah temannya yang satu ini. Mereka menjadi pusat perhatian. Orang-orang melongo dan tanda tanya hinggap di kepala mereka. Entah apa yang terjadi kepada dua perempuan ini. Sepertinya terburu-buru sekali.
“Ana.. tunggu…., aku….!”
Belum sempat Fafa melanjutkan perkataannya. Hatinya berdebar-debar ketika sudah sampai di kelasnya sendiri. Mereka masuk kelas. Ana langsung menarik kata-kata menantang sambil tersenyum lebar.
“Azmi.. Fafa mau ngomong sama kamu…..???!!!”
Kelas kosong melompong. Azmi tidak ada di dalam kelas. Mereka melongo sejadi-jadinya. Ana merasa linglung seperti orang bodoh. Fafa menghelakan napas karena merasa sudah aman. Tangannya sudah lepas dari pegangan tangan Ana. Ana berdiri sambil menunjuk ke arah bangku Azmi.
“Azminya mana?”
“Mana aku tahu,” Fafa mengangkat kedua bahunya.
“Yeh, nggak jadi deh.. aku meletakkan tas dulu ya… Temani aku ke kantin ya Fa..”
Ana membatalkan niatnya untuk membantu Fafa menyatakan cinta kepada Azmi. Ia meletakkan tasnya ke atas meja. Lalu mereka segera beranjak ke kantin. Fafa merasa terselamatkan dari niat mak comblang dari Ana. Kenapa Ana tak jadi membantu Fafa menembak Azmi? Ana berubah pikiran dalam sedetik. Susah menebak pikiran perempuan yang cerewet itu. Untung saja tak jadi. Kalau tidak Fafa bakal malu setengah mati karena menembak seorang cowok atas dorongan ide gila dari Ana. Padahal Fafa tidak mau pacaran. Ia ingin sendirian dulu untuk terus belajar dengan baik dan mengejar cita-cita impiannya. Itulah harapan yang tertanam dalam hatinya. Siapapun tidak akan bisa mencegahnya lagi.
Di dalam kelas yang ribut, Ibu Arni guru matematika sedang keluar sebentar untuk mengambil sesuatu di kantor guru. Seisi kelas XII IPS 3 ribut seperti keadaan di pasar. Suara-suara memecah langit dan menembus telinga yang sudah terbiasa dengan suasana pecah belah itu. Sebagian cewek-cewek di barisan pertama asyik menggosip sesuatu. Sebagian cewek-cewek di barisan kedua tenang-tenang saja dan asyik mengerjakan tugas matematika dari Ibu Arni.
Fafa dan Ana termasuk dalam sebagian cewek-cewek di barisan kedua. Cewek-cewek di barisan kedua termasuk kelompok cewek-cewek rajin dan pintar. Sementara cewek-cewek yang duduk di barisan ketiga sedang asyik bermain handphone. Ada yang asyik sms-an. Ada yang asyik mengambil foto dirinya dengan cowoknya. Ada yang asyik menelepon pacarnya. Pokoknya cewek-cewek di barisan ketiga kategori cewek-cewek gadget dan termasuk cewek-cewek anak orang kaya yang paling gaul.
Lalu terakhir cewek-cewek di barisan keempat termasuk cewek-cewek bandel dan suka meribut bersama cowok-cowok di kelas yang tukang ribut. Kalau Azmi termasuk dalam barisan keempat dekat cewek-cewek bandel itu. Tapi, dia cowok yang pendiam, rajin dan tenang di kelas. Sebagian cowok-cowok lainnya berlarian kesana kemari. Ada yang saling kejar-kejaran. Ada yang asyik melucu. Ada-ada saja pemandangannya. Siapa saja yang memandangnya pasti akan marah karena saking ributnya. Pernah juga seisi kelas XII IPS 3 ini dihukum disuruh hormat kepada bendera sampai istirahat tiba. Dijemur di bawah matahari yang membakar kulit hingga gosong. Karena satu yang berulah maka semuanya kena imbasnya. Kelas XII IPS 3 bermacam-macam perangai manusia di dalamnya menghiasi kekompakan antar kelas ini. Walaupun begitu anak-anak kelas XII IPS 3 ini terkenal sangat prestasinya di bidang ekskul sekolah. Wali kelasnya saja bangga akan prestasi murid-muridnya ini walaupun sering menjengkelkan hati.
Namanya anak remaja sedang menikmati masa-masa terindah saat sekolah di SMAN 7 Pekanbaru ini. Mereka belum labil untuk menjalani kehidupan yang sangat berbeda dalam jangkauan pikiran mereka. Mereka hanya bisa berhura-hura. Menghabiskan uang dari orang tua untuk kepentingan dirinya dan juga sekolahnya. Anak remaja yang dalam proses mencari jati diri. Masih ingusan dan membutuhkan pembelajaran yang lebih dan matang dalam ilmu agama dan juga ilmu umum lainnya dari kedua orang tuanya dan juga dari pihak sekolah. Wajarkan namanya anak remaja itu tahunya sekolah, berpacaran, kumpul bersama teman-temannya, bersenang-senang dan pokoknya apa saja. Bila dididik dengan ajaran yang baik, maka anak remaja itu bakal terarah dengan jalan yang baik pula dan menjadi anak remaja yang berakhlak mulia.
Beralih ke arah Fafa dan Ana. Tampaknya mereka sudah selesai mengerjakan tugas matematika itu. Waktunya untuk bersantai. Ibu Arni belum  muncul-muncul juga. Fafa menghelakan napas beratnya untuk melepas ketegangan sehabis menulis tugas matematika tadi. Ana sedang membaca buku. Lalu Fafa bertopang dagu dan melihat-lihat keadaan kelas yang kacau balau habis disapu ombak kebisingan. Muncul si cewek cantik berambut kuncir bernama Rina datang menghampiri meja kedua cewek rajin itu. Rina tersenyum sambil menyapa mereka berdua.
“Non.. sudah selesai tugasnya ya.. pinjam dong.. aku mau lihat,” tanya Rina seperti biasa ingin menyontek pekerjaannya si Fafa yang jago matematika itu.
“Alah.. mencontek terus kamu Rin.. Kapan pintarnya kamu?” sergah Ana langsung blak-blakan.
“Jangan gitu dong.. kitakan teman. Seharusnya kita saling membantu,” kata Rina dengan nada merayu agar mereka mau memberikan buku latihan mereka.
“Alah.. lagak kamu sih, merayu kami agar kami mau membantu kamu mencontek lagi. Kapan seriusnya kamu belajar dan percaya diri dengan kemampuan kamu sendiri.”
“Ana.. sudah.. jangan cerewet gitu, nggak ada salahnya kita pinjam sebentar daripada kamu berceloteh nggak karuan gitu,” bisik Fafa sambil menyerahkan buku latihan miliknya sendiri kepada Rina.”Ini.. Rina, buku latihannya! Jangan dengarkan perkataan Ana. Kamu tahu sendirikan, kalau dia itu cerewet.”
“Thanks.. temanku sayang. Kamu baik sekali… Fafa,” sahut Rina menerima buku itu dengan tersenyum manis.
“Uh.. enak aja kamu bilang aku cerewet, Fa!” Ana melipat tangan sambil mengembangkan kedua pipinya ketika Rina sudah kembali ke bangkunya di barisan ketiga.
“Jangan marah dong An.. Daripada si Rina itu tersinggung. Nanti gengnya itu bakal melabrak kamu gara-gara kamu terlalu blak-blakan sama Rina. Diamin aja daripada kita nanti kena masalah sama gengnya Rina.”
“Dasar cewek sok cantik itu. Kerjaannya nyontek melulu. Kamu sih.. Fa.. terlalu baik sama orang. Jadinya, mereka terbiasa meminta tolong kamu mengerjakan tugas mereka dan memberikan contekan untuk mereka.”
“Nggak apa-apalah. Yang penting aku suka membantu mereka.”
“Ah.. pusing aku melihat sikapmu itu. Ya sudahlah, terserah kamu saja.”
“He… he… he…,” Fafa tertawa cengengesan.
Suasana kelas semakin bertambah ribut. Seperti akan dilanda perang saja. Telinga ikut berdentang seakan tidak dapat membedakan mana suara-suara yang lembut, keras dan berisik. Cowok-cowok bandel sedang bernyanyi melantunkan lagu hijau daun yang berjudul “Aku dan Air Mataku”. Suara-suara bercampur aduk. Ada yang fals, ada yang suaranya meloyo dan tidak beraturan. Paduan suara yang berantakan ditambah dengan suara pekikan dari cewek-cewek yang ikut bergabung dengan cowok-cowok itu. Suara-suara menjadi hancur dan meloyo dari sudut pandang iramanya. Sebagian murid-murid yang rajin dan baik selalu duduk manis di bangku masing-masing tertawa ria melihat tingkah mereka yang tidak malu bernyanyi walaupun suaranya hancur sekalipun. Asyik-asyiknya bernyanyi sambil menari sekalian di depan kelas. Benar-benar sudah stres atau apalah. Mereka berlagak seperti artis yang menyanyi di atas panggung. Tergelak-gelak tanpa arah. Fafa dan Ana juga ikut tertawa melihat tingkah mereka yang menambah kebisingan kelas XII IPS 3 ini. Tanpa sadar Fafa menangkap sepasang mata yang menatapnya dari samping. Di tengah riuh ria begini, Azmi kembali tertangkap basah sedang memandang Fafa tanpa berkedip sambil melemparkan senyum manisnya. Fafa tertegun, heran dan memandang Azmi juga dengan penuh pertanyaan yang melekat dalam pikirannya. Apa arti tatapannya itu? Ana selalu berkata, itu berarti tandanya Azmi suka kepadamu karena dia ingin memberikan sinyal cintanya kepadamu dengan cara memandangmu tanpa berkedip untuk memberitahu kamu bahwa dia menyukaimu. Begitulah menurut Ana. Jika memang Azmi menyukai Fafa, kenapa Azmi tidak juga memberikan kepastian kepada Fafa atau menyatakan perasaannya kepada Fafa sejak dulu? Azmi selalu memandang Fafa dengan aneh sejak kelas satu SMA. Dia selalu memandang Fafa saat masuk kelas, saat pelajaran berlangsung, saat istirahat di kantin dan di mana saja dan kapan saja. Dia selalu memandang Fafa tanpa mendekati dan tanpa bicara sedikitpun sejak kelas satu SMA. Selalu sekelas dan selama itu mereka belum pernah sekalipun bicara. Tanpa mengenal sedikitpun. Hanya tahu nama dan status sebagai teman sekelas saja. Selebihnya hanya diam dan hanya bisa memandang tanpa alasan yang jelas.
Selama tiga tahun terakhir ini, Fafa berusaha mencari tahu alasan Azmi memandangnya. Ana juga ikut membantunya untuk menguak kebenaran pandangan Azmi yang begitu teduh. Mereka menjadi detektif mendadak. Mulai mencari informasi melalui teman dekatnya dari nomor hpnya, mengenai diri Azmi yang tertutup maklum Azmu dikenal sebagai cowok yang pendiam, dan apa saja. Yang paling aktif mencari informasi itu adalah Ana. Kalau Fafa yang bertindak mencari informasi pasti dia malu untuk bertanya-tanya kepada teman-teman dekat Azmi. Untung saja Ana mau membantu. Fafa hanya menunggu informasi langsung yang akan disampaikan oleh Ana.
Fafa masih memandang Azmi dengan lama. Begitu juga dengan Azmi. Seakan-akan ada magnet yang menarik perhatian Fafa untuk tidak menoleh ke arah lain selain memandang terus ke arah Azmi. Azmi terus tersenyum hingga teman sebangkunya memergokinya. Azmi kelihatan gugup ketika Andi, teman sebangkunya memukul pundaknya karena sedari tadi dipanggil-panggil tidak menoleh juga. Dengan wajah sedikit memerah, Azmu berusaha menguasai dirinya.
“Woi.. Bro.. dari tadi aku panggil-panggil kamu, nggak noleh-noleh juga. Asyik terus menatap sang pujaan hati,” kata Andi dengan tersenyum nakalnya menggoda Azmi.
“Hush.. apa-apaan katamu itu Di… diam saja, kenapa? Nanti orang tahu. Malu aku kalau ketahuan kalau aku menyukai temanku satu kelas ini,” bisik Azmi menempelkan telunjuknya ke bibirnya.
“Emangnya kenapa?”
“Kalau ketahuan, nanti teman-teman sekelas sini nanti bakal ribut. Kamu sendiri tahukan cewek-cewek sini bermulut ember semua?”
“Ember? Aku nggak lihat mulut cewek-cewek kelas ini kayak ember. Cantik-cantik malahan..”
“Ya ampun, kamu ini tulalit atau nggak ngerti bahasa kiasan. Maksudnya cewek-cewek kelas ini suka menggosip dan kalau ketahuan aku suka sama si Fafa nanti mereka bakal ribut soal itu. Nanti Fafa bakal malu dan selalu diremehkan oleh mereka. Terus nanti beritanya menular kemana-mana. Aku dan Fafa jadi bahan gosip, hinaan dan remehan. Karena itulah aku takut kalau menembak Fafa apalagi Fafa itu tipe cewek yang taat beribadah, Ayahnya Ustad dan mana boleh dia pacaran. Aku pun tak pernah sekalipun berbicara sama dia. Mendekatinya pun aku takut nanti teman-teman sekelas di sini malah memikirkan yang bukan-bukan. Ngeri rasanya seperti itu.”
“Oh.. gitu.. tapi, kalau kamu nggak menyatakan cintamu kepada Fafa. Nanti Fafa bakal disambar oleh orang lain loh.. Kamu tenang-tenang aja. Siapa sih yang nggak suka dengan cewek alim seperti Fafa itu,” sahut Andi manggut-manggut.
“Biarkan saja dulu. Fafakan tipe cewek yang tidak dibolehkan pacaran sama Ayahnya. Aku akan menunggunya sampai selesai ujian terakhir sekolah. Kalau sudah lulus barulah aku menembak Fafa.”
“Lagakmu… lama amat kamu membiarkan Fafa bebas. Kamu yakin pasti mendapatkan hati Fafa.”
“Yakinlah… karena itu aku sekarang konsentrasi untuk belajar menghadapi ujian UAN. Kalau aku memikirkan masalah cinta nanti aku nggak konsentrasi belajar pula malah aku yang nggak lulus.”
“Terus, kenapa kamu memandang dia?”
“Habis, dia itu menarik.”
“Ah.. katanya mau konsentrasi belajar malah memperhatikan cewek pujaannya.”
“Biar tambah semangat.”
“Full spirit dong..”
“Ya.. gitulah.”
Mereka terlibat pembicaraan yang nakal dan hangat. Meskipun dari nada-nada pikiran dari Azmi sepertinya dia masih meragukan perasaannya terhadap Fafa. Ia masih ingusan dan bersifat labil. Belum menemukan arti kedewasaan yang sebenarnya. Entah dari lulus SMA nanti dia menemukan arti cinta yang sebenarnya. Untuk sekarang biarlah dia bersenang-senang karena merasa jatuh cinta. Begitu dengan Fafa. Dia sangat menyukai Azmi. Dia sudah jatuh cinta kepada Azmi sejak pertama kali Azmi memandangnya dengan aneh. Benar-benar perasaan jatuh cinta yang menyenangkan. Fafa telah menarik pandangannya dari Azmi. Sementara ia asyik bicara dengan Ana. Lalu Ibu Arni masuk ke kelas dan mendadak semuanya berlari-lari terbirit-birit menuju bangku masing-masing. Ibu Arnu kelihatan merah padam karena menahan amarah mendengar kelas ini ribut sampai ke kantor guru. Tak lama kemudian hawa panas gunung berapi segera meledak untuk mengeluarkan lava kemarahannya.
“Kalian anak kelas XII IPS 3, baru saja ditinggal sebentar sudah seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Ributnya bukan main. Saya sangat sudah kehilangan kesabaran saya. Kalian semuanya pergi ke luar sekarang juga. Hormat kepada bendera sampai bel istirahat berbunyi. Saya tidak peduli meskipun sebagian dari kalian yang tidak ikut meribut. Satu yang berulah, semuanya harus merasakan akibatnya. Ayo, keluar sekarang juga dan serahkan tugas matematika kalian untuk dikumpulkan di atas meja saya ini.”
“Ya.. Bu Arni, saya belum selesai mengerjakannya,” kata seorang cowok mengacungkan telunjuknya ke atas.
“Saya tidak peduli itu. Tidak ada yang boleh membantah. Ayo, kumpulkan tugas dan keluar kelas menuju lapangan untuk menjalani hukuman hormat kepada bendera sampai bel istirahat berbunyi.”
“Ya..” seru seisi kelas dengan nada pasrah.
Semua kelas mengumpulkan buku-buku tugas matematika masing-masing. Lalu di antara mereka ada yang menyalahkan antara satu dengan yang lainnya.
“Gara-gara Toni tuh, kena kita semua lagi.”
“Lagi-lagi hormat kepada bendera. Aduh, bisa hitam nih kulit putihku .”
“Ngapain kalian ikut aku tadi menyanyi?”
“Pokoknya gara-gara kamu, Ton..”
“Ember… salah sendiri.”
Begitulah kejadiannya. Ibu Arni memimpin dan mengawasi mereka agar benar-benar menjalani hukuman yang ia berikan. Alamak, ini karena satu orang yang berulah maka semuanya kena. Anak-anak kelas XII IPS 3 yang malang. Fafa dan Ana malah berwajah kusut. Begitu juga dengan Azmi. Parahnya berada dalam kelas yang penuh dengan anak-anak yang bandel. Maka berpeluh-peluhlah mereka dengan mandi keringat dan bau yang beraneka ragam. Selamat menjalani hukuman buat anak-anak kelas XII IPS 3, begitulah seruan dari Ibu Arni yang tersenyum terkekeh-kekeh.

Cinta dalam istikharahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang