Cerita Sebuah Vas Bunga

57 2 0
                                    

Aku adalah sebuah vas bunga yang terlihat seperti dari keramik, padahal terbuat dari plastik. Penampilanku tentu saja sangat indah. Walau penampilanku sangat mirip dengan yang lainnya, aku yakin kalau aku itu berbeda. Itu yang kupikirkan, saat aku berada di sebuah rak bersama saudaraku yang lainnya.

Pemikiranku itu semakin membuatku yakin, saat ada seorang manusia yang mengangkat diriku dan membawaku pulang bersama dengannya. Akhirnya, waktuku tiba. "Selamat tinggal semuanya!" seruku bahagia. Tentu saja manusia itu tidak dapat mendengar perkataanku.

Saudaraku yang masih di rak, memandangku dengan tatapan iri. Aku yang mengetahui hal itu, tidak dapat menyembunyikan senyum bahagiaku. Akhirnya, hari yang kunantikan tiba. Hari di mana ada seorang manusia yang tahu kalau aku berbeda dengan yang lainnya dan membawaku ke rumahnya.

Tak henti-hentinya senyum menghiasi wajahku sampai aku berada di rumah manusia tersebut.

"Rumah baruku," kataku bahagia.

Aku diisi dengan air, kemudian diletakkan di atas sebuah meja kayu. Kumpulan bunga yang aku tidak tahu jenisnya, diletakkan di dalam diriku. Setelah itu, manusia tersebut pergi meninggalkanku sendiri. Senyum bahagia masih menghiasi wajahku.

"Akan kujaga bunga ini, agar selalu tetap segar," kataku naif, tanpa tahu kalau bunga itu akan layu di kemudian hari.

Beberapa hari kemudian, manusia tersebut mengganti bunga yang ada di dalam diriku. Aku tentu saja bingung. Bunga itu masih belum layu, tapi kenapa mereka sudah diganti dengan yang lain? Rasa penasaran menghampiriku, sayangnya aku tidak bisa menemukan jawabannya. Aku hanya dapat melihat manusia itu membawa bunga tersebut pergi. Aku pun tidak pernah melihat bunga itu lagi dikemudian hari.

Hari pun berganti menjadi minggu. Minggu pun berganti menjadi bulan. Bulan pun mulai berganti menjadi tahun. Entah sudah bunga ke berapa kalinya yang diganti di dalamku. Aku berhenti menghitung saat jumlahnya sudah melewati sepuluh. Aku sudah terbiasa dengan pemandangan di depanku dan rutinitas mengganti bunga yang ada di dalamku, walau aku masih tidak mengetahui alasan manusia tersebut menggantinya. Entah sejak kapan, aku mulai berhenti bertanya-tanya.

Sebetulnya, manusia yang membawaku ke rumah ini, selain mengganti bunga dan air yang ada di dalam diriku, dia juga membersihkan diriku dari debu yang menempel. Kegiatan yang paling kunikmati sebetulnya. Setiap kegiatan membersihkan diriku, entah kenapa aku merasa sangat bahagia sekali. Mungkin karena aku merasa, kecantikanku semakin terpancar saat aku menjadi bersih? Entahlah.

*****

Hari ini rumah sangat ramai. Banyak anak manusia yang berlarian. Tiba-tiba mereka berlarian di dekatku dan menyenggolku. Aku tentu saja langsung terjatuh, mencium dinginnya lantai keramik. Krak! Aku merasa ada retakan di tubuhku. Rasa takut mulai menghampiriku. Ingatan tentang beberapa barang yang menangis saat dilempar di sebuah tempat sempit yang kotor mulai menghampiriku. Beberapa barang yang dulu di sampingku saat aku masih bersama dengan saudaraku yang lain, sering mengatakan barang yang dibuang ke tempat sampah itu nasibnya sangat malang. Tidak aka nada yang menyayanginya. Mereka akan membusuk di sana.

Manusia yang membawaku ke rumah ini, datang bersama dengan beberapa manusia lainnya. Dia mulai membersihkan tumpahan air dan bunga yang berserakan. Kemudian dia mengisi air di dalam diriku dan menata bunga yang sempat berserakan di lantai ke dalam diriku lagi.

Diam-diam, aku berusaha keras agar retakan di dalam diriku tidak terlihat. Aku tidak ingin dibuang. Aku masih ingin berada di sini. Usahaku berbuah manis, manusia itu tidak menyadari adanya retakan di diriku. Walau aku gagal menahan keluarnya beberapa tetes air, nampaknya itu tidak menjadi masalah. Nyatanya, manusia tersebut pergi meninggalkanku dan tidak membuangku.

Hari-hariku mulai dipenuhi dengan kecemasan saat manusia melakukan kegiatan mengganti bunga yang ada di dalam diriku dan membersihkan diriku. Rasa takut akan dibuang masih menyelimutiku. Hari ini aku bisa selamat, tapi bagaimana dengan hari esok? Lusa? Minggu depan? Bulan depan? Apakah aku tidak akan berakhir di tempat sampah? Yang bisa kulakukan, hanya berusaha keras, agar manusia tidak melihat retakan yang ada di dalam diriku.

*****

Aku lupa, sudah berapa lama aku berusaha keras agar air di dalam diriku tidak ke luar melalui retakan yang ada pada diriku. Saat aku mencoba mengingatnya, suara anak-anak manusia menggema di dalam ruangan tempat diriku berdiri. Rasa takut tentu saja semakin menyeretku semakin dalam. Anak manusia berhasil menjadi mahluk paling horor dalam ingatanku.

Seperti hari di mana mereka menjatuhkanku dan meninggalkan retakan di diriku, mereka mulai berlarian tanpa arah. Dalam hati, aku berdoa, agar mereka tidak menyenggolku. Akhirnya waktu anak manusia itu pergi tiba. Aku bernapas lega, mengetahuinya. Sayangnya, takdir berkata lain. Seorang manusia tidak sengaja menyenggolku saat dia berjalan menghampiri manusia yang membawa diriku ke rumah ini. Aku? Tentu saja aku berhasil mencium dinginnya lantai untuk yang ke dua kalinya. Bedanya, aku merasa tubuhku pecah. Retakan kecil yang berada diriku berhasil bertambah banyak dan membuat diriku terbelah menjadi beberapa bagian kecil. Air yang berada di dalam diriku membasahi lantai tempat aku berbaring tidak berdaya. Beberapa tangkai bunga yang ada di dalam diriku jatuh berceceran.

"Inikah akhir diriku?" tanyaku pada diriku sambil berusaha menahan tangis.

"Inikah hasil dari usahaku agar tidak dibuang?" tanyaku pada diriku lagi.

"Kumohon jangan buang aku..." pintaku. Sayangnya mau aku memohon bagaimana pun, mau aku berteriak sekeras apapun, tidak akan ada manusia yang dapat mendengarku. Mau tidak mau, rela tidak rela, aku harus menerima takdir berakhir di tempat sampah. Manusia itu membuangku tanpa menunggu ataupun ragu.

Sempat berpikir untuk balas dendam, namun pikiran tersebut musnah begitu saja saat menyadari ketidak berdayaan diriku. Mau aku sebenci apapun sama mereka, menangis maupun berteriak sekeras apapun, mereka tidak akan merasakan apa-apa.

Selamat tinggal semuanya.

Cerita Sebuah Vas BungaWhere stories live. Discover now